Jumat, 3 Oktober 2025

Mutilasi di Sleman

UMY Ungkap Redho Korban Mutilasi di Sleman Sedang Riset Tentang LGBT

Sebenarnya, Redho tidak hanya meneliti tentang LGBT. Dia juga meneliti kelompok-kelompok unik lainnya

Editor: Erik S
Tribunjogja/Christi Mahatma Wardhani
Polisi menunjukkan sederet barang bukti kasus mutilasi di Turi Sleman yang diamankan jajaran Polda DIY, Minggu (16/07/2023) 

"Karena mereka gabung dalam komunitas yang tidak wajar, mereka melakukan kegiatan berupa kekerasan,"kata Dirkrimum Polda DIY Kombes Pol FX Endriadi, Selasa (18/7/2023).

"Kekerasan satu sama lain dan terlalu berlebihan, sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia,"lanjut Endriadi.

Setelah melihat korban meninggal dunia para pelaku ini panik.

Kemudian berniat menghilangkan jejak peristiwa setelah korban meninggal dunia.

Mereka melakukan upaya pemotongan atau mutilasi dengan diawali memotong kepala, pergelangan tangan dan kaki, memotong bagian tubuh.

Baca juga: Kronologi Lengkap Kasus Mutilasi di Sleman, Korban dan Pelaku Bertemu hingga Malam Eksekusi

Bahkan polisi juga menyebut pelaku menguliti korban.

Guna menghilangkan jejak, pelaku merebus bagian tertentu guna menghilangkan sidik jari.

Redho adalah mahasiswa berprestasi

Rektor UMY, Gunawan Budiyanto mengatakan Redho adalah sosok mahasiswa yang berprestasi.

"Kita sudah mengumpulkan teman-temannya satu organisasi kemahasiswaan, mereka mengatakan tidak ada yang aneh. Bahkan para mahasiswa bilang, korban adalah penerima hibah penelitian dari lembaga kemahasiswaan,” ujarnya, Selasa (25/7/2023).

Rektor menyebut bahwa Redho adalah mahasiswa yang berprestasi, bahkan sejak dari SMA sudah aktif di kepramukaan lalu sampai di tingkat kampus.

Selain aktif di pramuka, Redho juga disebut bersosialisasi dengan baik, misalnya terlibat dalam rapat-rapat mahasiswa.

Baca juga: Keluarga RTA Korban Mutilasi di Sleman Buka Suara: Sebut Pelaku Bukan Manusia, Minta Dihukum Mati

 
“Sedih karena anak ini baik-baik saja, dan sering ikut rapat penerimaan mahasiswa baru 2023,” tuturnya.

Berkaca dari kasus ini, Gunawan mengungkapkan pihaknya mencoba membuat mekanisme agar kampus bisa dapat memahami masalah yang dialami mahasiswa.

Menurutnya masalah keterlambatan kuliah, terlambat ikut ujian atau mengumpulkan tugas, termasuk kesulitan ekonomi adalah hal yang umum ditemukan di sebuah kampus namun masalah yang sifatnya pribadi jarang terungkap.

Bagi kami peristiwa mutilasi ini menyadarkan kita bersama bahwa ternyata kampus harus lebih bisa memahami kondisi psikologis mahasiswa,” katanya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved