Proses Penahanan Pengasuh Ponpes di Jember Dianggap Janggal, Kuasa Hukum akan Ajukan Praperadilan
Kuasa hukum pengasuh ponpes di Jember akan mengajukan praperadilan setelah kliennya ditahan. Fahim Mawardi ditahan setelah menjalani pemeriksaan.
TRIBUNNEWS.COM - Proses penahanan terhadap Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Syariah Al-Djalil 2, Fahim Mawardi dianggap janggal oleh kuasa hukumnya.
Kuasa hukum Fahim Mawardi, Alananto menilai pasal yang disangkakan ke kliennya terkesan sangat prematur dan ada upaya penahanan secara paksa.
Ia mengaku akan mengajukan praperadilan atas penahanan yang dilakukan Polres Jember, Jawa Timur kepada kliennya.
Fahim Mawardi didampingi tiga kuasa hukumnya ketika berada di Polres Jember, Selasa (17/1/2023).
Setelah menjalani proses pemeriksaan sebagai tersangka, Fahim Mawardi langsung ditahan.
Baca juga: Kasus Tindak Asusila di Pondok Pesantren Marak Terjadi, Kemenag Jatim Berikan Tips Pilih Ponpes
Alananto mengatakan pihak Fahim Mawardi telah mengirim surat ke penyidik supaya tidak dilakukan penahanan karena masih memiliki santri yang harus dibimbing.
"Dasar argumentasi dalam surat permohonan tersebut. Karena Kiai Fahim memiliki tanggung jawab besar di Pondok pesantren, yang disitu banyak santri dan santriwati membutuhkan bimbingan beliau," jelasnya dikutip dari TribunJember.com.
Dalam surat tersebut juga tertulis, Fahim Mawardi masih memiliki kewajiban merawat ibunya yang sakit jantung.
"Kami juga sertakan rekaman medisnya. Ini yang seharusnya menjadi pertimbangan Kapolres Jember dan jajaran penyidik, supaya tidak dilakukan upaya paksa ini," paparnya.
Atas dasar tersebut, kuasa hukum Fahim Mawardi yang berjumlah tiga orang akan melakukan perlawanan dengan cara mengajukan praperadilan.
"Tentu adanya penahanan paksa ini, kami telah mendiskusikan bersama tim, upaya praperadilan adalah salah satu upaya yang akan kami lakukan, demi mencari keadilan," bebernya.
Proses Penahanan Dinilai Terlalu Dini
Alananto mengatakan tidak ada alasan mendasar polisi melakukan penahanan terhadap kliennya.
"Penahanan paksa itu adalah alasan subjektif ya, bisa mungkin dianggap menghilangkan barang bukti ataupun melarikan diri," ungkapnya dikutip dari TribunJember.com.
Baca juga: Istri Pengasuh Ponpes di Jember Diteror agar Cabut Laporan, Didatangi Orang yang Mengaku Polisi
Ia menjelaskan alasan subjektif ini tidak dapat dilakukan ke Fahim Mawardi karena selalu kooperatif mengikuti proses pemeriksaan.
"Sepertinya tidak bisa dipastikan alasan subjektif tersebut, karena sampai detik ini kami selalu menghadirkan pemeriksaan beliau sebagai tersangka," tambahnya.
Menurutnya, penahanan yang dilakukan terlalu cepat karena kliennya belum terbukti melakukan tindak asusila kepada santriwati.
"Itu yang dikenakan dan disangkakan kepada Kiai Fahim. Yang lagi-lagi terlalu dini untuk dilakukan penahanan," terangnya.
Dengan penahanan ini, Fahim Mawardi dapat terancam hukuman lima tahun penjara.
"Tentunya kalau upaya paksa telah dilakukan, ancaman hukumannya lima tahun penjara bahkan lebih dari itu," bebernya.
Alananto menambahkan selama proses penyelidikan hanya ada satu santriwati yang diduga menjadi korban tindak asusila Fahim Mawardi.
Baca juga: Pria di Sumut Berbuat Asusila dengan Santriwati di Toilet Masjid, Pelaku Terancam 15 Tahun Penjara
Santriwati ini justru membantah dan merasa dirugikan atas tuduhan tersebut.
"Dan yang bersangkutan tidak merasa dirugikan atas peristiwa ini. Justru dia merasa dirugikan atas fitnah yang terjadi. Karena ia merasa tidak dilakukan pencabulan oleh ustaz atau Kiai fahim ini," paparnya.
Fahim Mawardi Diperiksa Sebagai Tersangka
Fahim Mawardi menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus asusila terhadap sejumlah santriwati, Senin (16/1/2023).
Pengasuh Ponpes di Jember ini mendatangi ruang Penyidik Kanit Pidana Khusus (Pidsus) Satreskrim Polres Jember pukul 11.00 WIB.
Kuasa hukum Fahim Mawardi, Andy C Putra mengatakan pemeriksaan kali ini merupakan pemeriksaan yang pertama setelah kliennya ditetapkan sebagai tersangka.
"Ini adalah pemeriksaan yang pertama, setelah ditetapkan sebagai tersangka," jelasnya dikutip dari TribunJember.com.
Sebelumnya, Fahim Mawardi telah ditetapkan menjadi tersangka oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jember, Jawa Timur.
Baca juga: Pengasuh Ponpes di Jember Jadi Tersangka Kasus Dugaan Asusila kepada Santriwati, Kini Belum Ditahan
Andy menjelaskan hingga saat ini petugas belum memberitahu alasan kliennya ditetapkan sebagai tersangka.
"Namun hingga saat ini polisi belum memberi tahu, korbannya siapa jumlahnya berapa," terangnya.
Diduga Fahim Mawardi dijerat pasal perbuatan asusila terhadap anak di bawah umur.
Namun Andy membantah karena korban usianya 20 tahun.
"Sementara pasal yang disangkakan adalah pencabulan anak di bawah umur. Sementara santriwati tersebut usianya sudah 20 tahun," imbuhnya.
Ia mengaku masih menunggu proses penyelidikan yang masih berlangsung di Polres Jember.
"Kami masih menunggu proses BAP kali ini. Karena proses BAP masih belum selesai," pungkasnya.
Ponpes Syariah Al-Djalil 2 Belum Terdaftar di Kemenag

Karena kasus ini, nama Ponpes Syariah Al-Djalil 2 mendapat sorotan dan terungkap Ponpes ini belum terdaftar di Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Jember.
Kasi PD Pontren Kantor Kemenag Jember, Edy Sucipto mengungkapkan izin pendirian Ponpes Syariah Al-Djalil 2 belum ada.
"Kami cek di database kami, ternyata Al-Djalil 2 masih belum terdaftar di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jember," ungkapnya dikutip dari Surya.co.id.
Baca juga: Ketua KPU Tegas Membantah Tuduhan Soal Dugaan Pelecehan Terhadap Wanita Emas
Edy Sucipto mengatakan sampai saat ini, Ponpes Syariah Al-Djalil 2 belum diakui oleh negara secara yuridis.
"Izin pendirian pondoknya masih belum ada. Sehingga secara hukum belum diakui oleh negara," terangnya.
Menurutnya, berbagai langkah mengantisipasi adanya tindak asusila di lingkungan pesantren sudah dilakukan.
Salah satunya yakni berkoordinasi dengan forum komunikasi pondok pesantren tingkat kecamatan di Jember.
"Karena tidak mungkin secara individu kami lakukan koordinasi secara door to door, sebab di Jember ada sekitar 710 lembaga ponpes yang terdaftar di Kantor Kemenag dan baru ada 546 yang memperpanjang perizinannya," bebernya.
Ia menambahkan untuk melakukan upaya pencegahan tindak asusila, Kemenag juga berkolaborasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember.
"Untuk mewujudkan pendidikan yang ramah anak, agar tidak terjadi hal-hal yang melawan hukum," ucapnya.
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunMadura.com/Aqwamit Torik) (TribunJember.com/Imam Nawawi) (Surya.co.id/Imam Nawawi)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.