Sabtu, 4 Oktober 2025

125 Tahun Jumenengan KGPAA Mangkunegoro VI, Cagar Budaya Astana Oetara Ajak Anak Muda Jadi Pembaharu

Cagar Budaya Astana Oetara bersama Penerbit Buku Kompas menyelenggarakan kegiatan bincang virtual bertajuk “The Game Changer Ala Mangkunegoro VI”. 

Editor: Tiara Shelavie
Cagar Budaya Astana Oetara
Area Makam Mangkunegoro VI beserta keturunannya 

Krisnina mengatakan, “Era di Mangkunegoro VI adalah era politik etis dimana perubahan yang sangat mendasar adalah perubahan tatanan sosial dan peran perempuan, yang dimotori oleh sosok R.A. Kartini pada 1879-1904. Nilai-nilai perjuangan Kartini turut menginspirasi Mangkunegoro VI untuk mendirikan sekolah khusus perempuan”.

“Sosok Mangkunegoro VI dapat menjadi keteladanan masa kini, seorang Raja yang memiliki visi ke depan, modern, dan mau mendobrak nilai-nilai tradisional sehingga sesuai dengan kemajuan masa itu,” imbuh Krisnina.

K.G.P.A.A. Mangkunegoro VI mereformasi protokol kerajaan yang rumit dan berbelit-belit yang dianggapnya tidak lagi sesuai dengan kemajuan zaman.

Hal-hal seperti mengadopsi pakaian Barat pun menurutnya bukan merupakan hal terlarang, karena seseorang dapat menjadi orang Jawa sekaligus orang modern.

Keunikannya dalam berbusana menjadikan Didiet Maulana, sebagai seorang desainer yang memiliki kepedulian terhadap budaya Indonesia untuk menyampaikan relevansi sikap dari Mangkunegoro VI dengan kondisi masa kini.

Didiet mengatakan, “Mangkunegoro VI adalah bukti nyata bahwa kita seharusnya bisa hidup dengan mengombinasikan gaya modern dengan tetap mempertahankan nilai adat dan tradisi"

"Tidak hanya mengganti aturan, dia juga terjun untuk memberi contoh langsung kepada Praja Mangkunegaran misalnya memangkas rambutnya menjadi pendek dan membuat tutup kepala yang praktis (Mits)"

"Mangkunegoro VI menjadi inspirasi untuk selalu memberi contoh pada generasi penerus agar bisa tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional yang kita miliki dalam pengembangan sesuatu yang berbau modernisasi”.

Aspek revolusioner dalam diri Mangkunegoro VI semakin terlihat ketika ia memilih untuk mengundurkan diri dan banting setir menjadi pedagang.

Pilihan mengundurkan diri pada masa itu masih merupakan konsep yang tidak umum, nyaris unthinkable, bagi seseorang yang dianggap pemegang kekuasaan yang diamanatkan oleh Tuhan.

Ia paham harga dirinya, memegang teguh kedisiplinan dan konsekuen serta persisten untuk mencapai segala yang telah direncanakan.

Kemandirian dan jiwa merdeka Mangkunegoro VI membuatnya tidak merasa berat turun takhta atas kemauannya sendiri.

Pengunduran diri tersebut tidak hanya menunjukkan bagaimana hubungan pemerintah kolonial dan penguasa lokal yang subordinatif di akhir masa abad ke-19 dan awal abad ke-20, tetapi juga bentuk political awareness Mangkunegoro VI sebagai sosok yang modern dalam membaca konteks perubahan awal abad ke-20, di mana pemerintah kolonial Belanda benar-benar menguasai hampir seluruh aspek perikehidupan di tanah jajahan.

Berbekal pengalamannya yang kaya selama mengurus pabrik gula paling modern di Jawa masa itu, ia dengan begitu percaya diri beralih profesi menjadi pedagang.

Dalam konteks era tersebut, Mangkunegoro VI menolak segala bentuk sistem kolonial dengan cara walk out, keluar total dari keadaan macam demikian, dan bergabung dengan komunitas baru di Kota Surabaya yang lebih progresif, di mana selanjutnya putra dan menantunya melanjutkan konsep tata negara yang tidak dapat dilaksanakan melalui sebuah Kadipaten.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved