Kansius K Bunman Ingin Memajukan Tanah Kelahiran dan Membantu Kesejahteraan Masyarakat Setempat
Pada 2006, Kansius diajak bekerja di PT Tunas Sawa Erma (TSE), bagian dari TSE Group oleh salah seorang pimpinan perusahaan. Saat itu, ia baru saja lu
TRIBUNNEWS.COM, BOVEN DIGOEL – Panggilan mengabdi di tanah kelahiran membuat Kansius K Bunman (47 tahun) rela menahan egonya.
Meski memiliki pilihan untuk merantau dengan bebas di Pulau Jawa, ia memilih kembali ke Tanah Papua. Keinginan untuk memajukan tanah kelahiran dan membantu mendorong kesejahteraan masyarakat sekitar menjadi motivasi utama Kansius pulang.
Kansius lulus dari salah satu sekolah tinggi di Magelang, Yogyakarta, dengan fokus pada tatalaksana kepelabuhan. Sempat terbersit dalam hatinya untuk fokus mencari nafkah dan ‘berpetualang’ di Pulau Jawa. Kebebasan dan kelengkapan fasilitas di sana telah memikatnya.
Nyatanya, keinginan itu kalah kuat dibandingkan hasrat untuk memajukan tanah kelahiran. “Kalau bukan kita, siapa lagi yang membangun? Makanya, saya memutuskan untuk kembali ke ibu pertiwi,” tutur Kansius.
Pada 2006, Kansius diajak bekerja di PT Tunas Sawa Erma (TSE), bagian dari TSE Group oleh salah seorang pimpinan perusahaan. Saat itu, ia baru saja lulus dan aktif mencari pekerjaan.
Kansius diundang untuk mengisi posisi asisten manajer personalia yang sedang kosong. Berbekalkan pengalaman organisasi dan keinginan kuat untuk mengembangkan Tanah Papua, ia pun mencoba melamar.
Tak lama, Kansius dinyatakan lolos dan memulai pekerjaannya di tahun yang sama sebagai asisten manajer personalia.
Tidak mudah bagi Kansius untuk memulai kembali kehidupannya di Papua. Ia sudah mulai terbiasa dengan rasa bebas yang biasa didapatkan di Yogyakarta.
“Pulang ke Papua membuat kita merasa seperti ‘katak dalam tempurung’,” kata Kansius yang kini sudah menjabat sebagai manajer personalia.
Tapi, rasa tersebut perlahan berkurang seiring dengan besarnya tanggung jawab yang diberikan perusahaan kepada Kansius. Sebagai manajer personalia, ia dituntut untuk bisa mengelola sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di perusahaannya.
Tantangan terbesar yang dihadapi Kansius adalah betapa beragamnya suku dan latar belakang pekerja di sana. Kondisi ini membuatnya harus melakukan pendekatan yang berbeda-beda, terutama saat harus menyelesaikan suatu permasalahan yang melibatkan banyak orang.
Kansius mengakui, trik pendekatan ini didapatkannya saat aktif mengikuti organisasi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) selama di Yogyakarta.
“Banyak yang saya ambil dari luar mata kuliah, termasuk bagaimana manage SDM,” ujar lelaki kelahiran 19 Juli 1974 itu.
Tantangan lainnya, komitmen dari para pekerja, terutama untuk Orang Asli Papua (OAP). Menurut Kansius, beberapa di antara mereka memilih keluar tanpa izin dan sebelum waktunya.
Hal ini dapat dimaklumi mengingat perkebunan sawit merupakan industri yang baru di Papua, sehingga masyarakat membutuhkan waktu lebih untuk beradaptasi.