Kepala SMP Di Cianjur Akui Korup dan Susun LPJ Fiktif Untuk Menutupi Pemotongan DAK 2018
Total penerima DAK SMP 2018 di Kabupaten Cianjur sebanyak 137 SMP dengan anggaran Rp 48 miliar, salah satunya untuk pembangunan ruang kelas
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG-Para kepala SMP penerima dana alokasi khusus (DAK) fisik SMP berjamaah melakukan tindak pidana korupsi dalam pemotongan DAK dari pemerintah pusat.
Total penerima DAK SMP 2018 di Kabupaten Cianjur sebanyak 137 SMP dengan anggaran Rp 48 miliar, salah satunya untuk pembangunan ruang kelas baru, perpustakaan dan fasilitas penunjang lainnya.
Pada sidang lanjutan kasus itu di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Senin (10/6), 10 kepala SMP dihadirkan sebagais saksi untuk terdakwa Kadisdik Cecep Sobandi, Kabid SMP Rosidin, TB Cepy Sethiady dan Bupati Cianjur Irvan Rivano Mochtar.
Pada sidang itu, ke-10 saksi mengakui masing-masing memotong 17,5 persen dari dana yang diterima. Lantas, bagaimana untuk menutupi 17,5 persen yang sudah dipotong, padahal keseluruhan dana yang diterima sudah dianggarkan dalam rencana anggaran biaya (RAB).
Baca: Viral, Setelah Warung Bu Anny, Kini Kaki Lima Getok Konsumen, Rujak Cingur Rp 60 Ribu
Baca: Sering Bicara Politik, Lelaki Kurang Waras Tikam Pedagang Hingga Tewas, Lalu Bakar Rumah Sendiri
Baca: Herman Sutjiono Didakwa Simpan 30 Kg Sabu di Sebuah Ruko di Surabaya Timur
"Ya kami efisiensi dana yang ada, supaya dapt kualitas yang baik dengan harga murah. Misalnya, meubeler dianggarkan di RAB, kalau beli di Cianjur kota harganya mahal, tapi di Cianjur selatan harganya murah tapi kualitasnya baik. Jadi saya beli di Cianjur selatan," ujar Kepala SMP Negeri 2 Mande, Nita Helida di persidangan.
Hal sama ia lakukan dengan mensiasati material bangunan dengan mencari harga yang murah namun kualitas bagus.
SMP Negeri 2 Mande mendapat alokasi DAK sebesar Rp 590 juta pada 2018 untuk membangun ruang kelas baru hingga ruang perpustakaan beserta isinya. Namun, 17,5 persennya dipotong.
"Untuk pembangunan ruang kelas juga sama. Setelah semua pembangunan selesai, kami bikin laporan pertanggung jawaban (LPJ) yang sesuai RAB, namun saya akui itu tidak sesuai kenyataan, tidak sesuai fakta," ujar Nita.
Hal senada dikatakan Kepala SMP Negeri 2 Ciranjang, Musna Werti. Sekolahnya mendapat DAK fisik SMP sebesar Rp 830 juta, dipotong 17,5 persen. Bagaimana cara dia menyusun LPJ, sedangkan ada dana yang dipotong.
"Kami kepala sekolah harus sebisa-bisa menyesuaikan dengan RAB dengan ada bagian-bagian yang dikurangi, seperti kayu, pasir dan tukang. Saya bilang ke penjualnya, saya punya dana segini, bisa enggak beli pasir, beli kayu dan lain-lain. Termasuk ke tukang bangunannya. Dan setelah disusun, penggunaan dananya 100 persen sesuai dengan RAB," ujar Musna Werti.
"Jadi LPJ-nya ada yang dibikin fiktif," ujar jaksa KPK, M Asri Irawan. Musna Werti tampak mengangguk bahwa LPJ yang ia bikin fiktif.
"Iya, LPJ-nya saya akui fiktif karena ada potongan dana yang tidak saya nikmati. Penyusunan skema membuat LPJ diarahkan oleh Kabid SMP di Hotel Yasmin," ujar Musna Werti.
Kepala SMP Negeri 1 Cilaku, Suhendar mengakui perbuatan yang sama. Sekolahnya menerima dana Rp 570 juta untuk ruang kelas baru dan laboratorium. Termasuk didalamnya mebeuler untuk ruang kelas baru dan laboratorium. Ia juga memotong dana 17,5 persen dari Rp 570 juta.
"Untuk menutupi 17,5 persen itu harus bersiasat. Saya misalnya, untuk biaya mebeuler, menutupinya pakai uang dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), kan aturannya juga diperbolehkan dana BOS dipakai untuk beli mebeuler," ujar dia.