Empat Kasus Pembunuhan dan Mutilasi di Indonesia yang Menghebohkan, Ryan Jombang Paling Mengerikan
Ryan diketahui melakukan pembunuhan 11 korban di Jakarta (satu orang) dan di Jombang (10 orang).
Polisi berpangkat Brigadir, Petrus Bakus, tega menghabisi kedua buah hatinya, putrinya Amora (4), dan putranya Fabian (3).
Tidak hanya membunuhnya, Brigadir Petrus juga memotong tubuh anak-anaknya menjadi beberapa bagian.
Potongan tubuh berserakan di atas tempat tidur.
Brigjen Arief Sulistyanto, Kapolda Kalbar kala itu, mengungkapkan berdasarkan informasi dari istri tersangka, Windri Hairin Yanti, Brigadir Petrus sering marah-marah dalam sepekan terakhir.
"Pembunuhan terjadi pada saat istrinya sedang tidur, kemudian terbangun. Saat itu suaminya mendatangi istrinya dengan membawa parang yang sudah berlumuran darah. Ia mengatakan akan membunuh istrinya," ungkap Arief.
Melihat parang berlumuran darah, Kapolda menjelaskan ketika itu Windri minta waktu untuk melihat kedua anaknya.
Namun, Petrus menjelaskan anak-anak sudah dihabisi.
Arief memastikan pihaknya sudah mengambil langkah-langkah hukum atas kasus pembunuhan yang diduga dilakukan Brigadir Petrus.
"Saat ini dokter forensik sedang melakukan pemeriksaan mayat korban. Tim Penyidik Polda dan Polres melakukan olah TKP dan melakukan pemeriksaan saksi-saksi," ujar Kapolda.
Saat diperiksa, kata Kapolda, tersangka mengaku melakukan pembunuhan terhadap anak-anaknya dengan sadar dan tidak menyesal, karena ada bisikan yang memerintahkan untuk persembahan kepada Tuhan.
"Ia tidak menyesal karena anaknya sudah kembali ke surga dan menganggap anaknya sudah menyatu dengan dirinya. Ia mengatakan bahwa apa yang terjadi pada dirinya adalah sudah kehendak Tuhan sejak ia lahir dari rahim ibunya," paparnya.
Kapolda menyatakan, bisikan tersebut diterima Brigadir Petrus sejak Jumat sepekan sebelumnya.
"Dengan kondisi kejiwaan yang demikian, maka akan kami lakukan pemeriksaan kejiwaan oleh psikiater. Namun menunggu waktu kurang lebih satu minggu untuk cooling down. Dilaporkan selama ini, yang bersangkutan tidak ada masalah dalam kedinasan," pungkasnya.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sintang, Kalimantan Barat, menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa Petrus Bakus yakni bekas polisi di Melawi yang mutilasi dua anak kandung.
Dalam sidang putusan akhir di Pengadilan Negeri (PN) Sintang, Kamis (1/12/2016) sore, Hakim Ketua majelis hakim, Edy Alex Serayok menegaskan sesuai ketentuan Pasal 44 KUHP, terdakwa Bakus tidak dapat dijatuhi pidana dan dilepas dari tuntutan hukum, lantaran dianggap tak waras atau gila.
Kendati demikian, sesuai Pasal 44 ayat (2) KUHP, Edy menjelaskan terdakwa Petrus Bakus harus menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sungai Bangkong Pontianak.
"Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal. Maka, dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa," kata Edy.
4. Daging dijual ke warung tuak
Pelaku pembunuhan disertai mutilasi, Delvi memulai aksi kejinya dengan membunuh bocah berusia 5 tahun, Febrian Dela, di Kampung Baru, Kelurahan Rangau, Kecamatan Rantau Kopar, Kabupaten Rokan Hilir.
Febrian dilaporkan hilang oleh orangtuanya pada tanggal 10 Januari 2013.
Korban pertamanya itu merupakan pembeli sate yang dijajakan oleh Delvi.
Dari pengakuannya ke polisi, Delvi mengatakan ia sendirian membunuh dan memutilasi Febrian. Selanjutnya, pembunuhan kedua dan ketiga ia lakukan bersama istrinya, Dita Desmala Sari.
Pasangan ini kemudian bercerai. Setelah itu, Delvi kembali beraksi sendirian membunuh korban keempat dan kelima. Sementara untuk korban keenam dan ketujuh, ia melakukannya bersama temannya, Supiyan.
Saat mengajak Supiyan beraksi, akhir Juni 2014, Delvi mengiming-imingi bekas pekerja rumah potong itu dengan imbalan Rp 500 ribu. Supiyan sempat menayakan kenapa harus kemaluan anak-anak. Delvi menjawab,”Itu yang dicari oleh Bapak.”
Keduanya mencari korban di salah satu lokasi bekas penggalian tanah di Desa Pinang Sebatang Timur, Kecamatan Tualang, Siak. Sore itu ada tiga orang anak yang sedang mandi di sana.
Dari tiga anak itu, Delvi menunjuk Marjevan Gea, 8 tahun, sebagai korbannya. Delvi dan Supiyan membujuk Marjevan dengan mengajaknya jajan ke kedai.
Di sana, selain membeli makanan ringan, Delvi juga membeli pisau kater. Korban kemudian digirim ke hutan akasia. Di sanalah bocah malang itu dibunuh dan dimutilasi.
Pada pertengahan Juli 2014, Delvi kembali mengajak Supiyan mencari korban. Kali ini mereka punya “ide gila” untuk menguliti dan menjual daging korbannya.
Mereka pun menemukan korbannya di lokasi pemancingan tepi sungai, masih di Desa Pinang Sebatang Timur, Kecamatan Tualang, Siak.
Dari tiga anak yang sedang memancing di situ, nasib malang menimpa Femasili Madeva, 10 tahun. Sama seperti Marjemen, ia dieksekusi di hutan akasia.
Dagingnya dijual dengan mengelabui pemilik rumah makan dan kedai tuak di Perawang bahwa itu daging sapi.
Namun pembunuhan Femasili meninggalkan jejak, karena ada yang melihat mereka membawa bocah itu ke hutan akasia.
Berkat keterangan warga, polisi membekuk Delvi di rumah saudaranya di Kota Duri, Bengkalis, 22 Juli 2014. Selanjutnya polisi meringkus Supiyan, DP, dan Dita