Minggu, 5 Oktober 2025

Empat Kasus Pembunuhan dan Mutilasi di Indonesia yang Menghebohkan, Ryan Jombang Paling Mengerikan

Ryan diketahui melakukan pembunuhan 11 korban di Jakarta (satu orang) dan di Jombang (10 orang).

Editor: Eko Sutriyanto
kolase Tribun Pontianak, Tribun Pekanbaru, Antara foto
Sederet kasus mutilasi 

Laporan Wartawan Tribun Kaltim Doan Ebenezer Pardede

TRIBUNNEWS.COM - Kasus pembunuhan disertai mutilasi guru honorer bernama Budi Hartanto di Blitar membuat publik heboh.

Seperti diberitakan kompas.com dan tribunnews.com, sesosok jenazah ditemukan termutilasi dan tersimpan dalam wadah koper di pinggir sungai bawah jembatan Desa Karanggondang, Blitar, rabu (3/4/2019) lalu

Jenazah tanpa pakaian dan organ bagian kepalanya hilang.

Jenazah tersebut kemudian dibawa ke RSUD Mardiwaluyo Blitar untuk dilakukan pemeriksaan.

Dari data sidik jari yang ada, terungkap bahwa identitas jenazah adalah Budi Hartanto seorang guru honorer di Sekolah Dasar dan juga guru seni tari.

Budi Hartanto juga mempunyai sanggar tari yang cukup produktif prestasinya.

Pelaku pembunuhan berinisial AP ditangkap saat berada dalam bus di Tol Dalam Kota Tegal Parang, Jakarta Selatan, Jumat (12/4/2019) pukul 07.50 WIB.

Selain AP, Polda Jatim menangkap pelaku lainnya berinisial AJ di Kediri, Jawa Timur.

Setelah kedua pelaku tertangkap, polisi akan mendalami permeriksaan keduanya untuk mengonstruksi fakta kasus pembunuhan tersebut.

Kepolisian berhasil menemukan potongan kepala korban, Jumat (12/4/2019) atau 9 hari setelah penemuan jenazah.

Penemuan itu setelah petugas melakukan pencarian di sungai yang ada di wilayah Dusun Plosokerep, Desa Bleber, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri, yang berjarak sekitar 20 kilometer dari lokasi penemuan koper berisi tubuh mayat.

Berikut beberapa kasus mutilasi yang pernah terjadi di Indonesia, yang juga tak kalah menggemparkan yang sudah dirangkum TribunKaltim.co dari Tribunnews.com dan Kompas.com:

1.  Ryan Jombang

Very Idham Henyansyah alias Ryan asal Jombang, Jawa Timur yang telah membunuh 11 orang di Jombang dan Jakarta.

Ryan memang sebuah fenomena sehingga layak masuk dalam catatan sejarah kelam umat manusia.

Nama Ryan, setidaknya di Indonesia, seperti dilansir surya.co.id akan dikenang sama kejam dan sama jahatnya dengan Jack the Ripper, Ted Bundy, dan kawan-kawannya, para pembunuh berantai dunia.

Tahun 2018, hampir tiada hari tanpa pemberitaan tentang Verry Idham Henryansah alias Ryan yang kala itu berudia 34 tahun.

Paling tidak, pemberitaan yang "berlebih" itu telah menguak sedikit siapa sosok Ryan dan siapa saja sosok 11 korban yang "dihabisi" di Jakarta (satu orang) dan di Jombang (10 orang).

Bahkan, motif pembunuhan berantai juga sudah terkuak yakni cemburu dan materi/ekonomi.

Motif cemburu terungkap dalam kasus mutilasi terhadap teman dekatnya Heri Santoso hingga tujuh potongan di Depok, lalu dibuang di Jl Kebagusan, Jakarta (12/7/2008).

Sementara itu, dalam kasus pembunuhan 10 orang di belakang rumah orangtua Ryan di desa Jatiwates, Kecamatan Tembelang, kabupaten Jombang, Jatim, selama kurun 2006-2008 terbukti bermotif materi/ekonomi.

"Motifnya memang keinginan seketika untuk menguasai barang-barang milik korban, tapi Ryan tak selalu lancar mewujudkan keinginan seketika itu," kata Direskrim Polda Jatim Kombes Pol Rusli Nasution kala itu di Surabaya (31/7/2008), seperti dilansir Surya.co.id kantor berita Antara.

Dalam konferensi pers bersama psikiater Polda Jatim AKBP dr Roni Subagio, Kabid Dokkes Polda Jatim Kombes Pol Rudy Herdisampurno, dan Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Pudji Astuti, ia menyatakan tiga korban Ryan sempat melawan.

"Ada tiga korban yang sempat berantem dengan Ryan yaitu Vincentius Yudi Priono (Wonogiri, Jateng), Guruh Setio Pramono (Nganjuk, Jatim), dan seseorang yang disebutnya Graddy (marga Tambunan, Manado)," katanya.

Menurut dia, korban umumnya dikenal Ryan, tapi mereka bertemu di berbagai tempat, kemudian diajaknya ke rumahnya di Desa Jatiwates, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang.

"Ada yang bertemu di Surabaya, ada yang di Jombang. Hanya satu yang tak dikenal yakni satu korban yang Ryan sendiri tidak hafal namanya, yakni korban yang diduga dibunuh pertama kali pada 2006," katanya.

Dalam proses pembunuhan, katanya, ada korban yang dibunuh malam hingga dini hari, tapi ada juga yang dibunuh siang hari.

"Mereka umumnya mudah dirayu Ryan, karena ada rasa cinta, termasuk ada juga korban wanita yang mencintainya," katanya.

Korban Ryan di Jombang adalah Ariel Somba Sitanggang (Jakarta), Vincentius Yudhi Priono (Wonogiri, Jateng), Guruh Setio Pramono (Nganjuk, Jatim), dan Graddy (marga Tambunan, Manado, namun keluarga belum teridentifikasi). Selain itu, Agustinus alias Wawan (28), Muhammad Akhsoni alias Soni (29), Zainal Abidin alias Jeki (21), Nanik Hidayati (23) dengan anaknya Silvia Ramadani Putri (3), dan seorang lagi tak dikenal (dibunuh pertama kali pada tahun 2006).

2. Pelakunya putri kandung

Bulan Juli 2018 lalu, Kasus seorang anak menghabisi ibu kandung sontak membuat geger kawasan padat penduduk di Gang Landak Jalan Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (5/7/2018).

Naas bagi JS (80) yang harus meregang nyawa di tangan putri kandungnya sendiri.

Kekejaman anaknya tak sebatas menghabisinya nyawa orang yang telah melahirkannya, pelaku berinisial HN (43) juga memotong tubuh ibunya jadi beberapa bagian.

Kasatreskrim Polresta Pontianak, M Husni mengatakan, dugaan pembunuhan terjadi sekitar pukul 16.00 WIB.

"Sesampainya di TKP, kami memang menemukan adanya jasad seorang wanita atas nama JS (80) yang tergeletak tak bernyawa di dapur rumahnya," kata Husni saat diwawancarai usai melakukan pemeriksaan di lokasi kejadian, Kamis (5/7/2018).

Husni menjelaskan korban mengalami luka yang sangat parah pada bagian, leher, kedua tangan dan kaki yang putus akibat benda tajam.

"Tersangka adalah saudari HN (43) yang merupakan putri kandung korban," kata Kasat.

Dari hasil pemeriksaan sementara dari keluarga korban dan pelaku, Husni mengatakan, tersangka merupakan seorang yang mengidap gangguan kejiwaan.

Namun pihaknya tak serta merta memberikan kesimpulan terhadap kesaksian tersebut.

M Husni mengatakan, pihaknya akan terus diperiksa untuk didalami.

"Saat ini, dari keluarga korban menyampaikan pelaku diduga ada gangguan jiwa. Tapi untuk hal tersebut kami akan lakukan identifikasi lebih lanjut," ujarnya.

3. Mutilasi 2 anak kandung

Tahun 2016 lalu, terjadi peristiwa memilukan kala Petrus Bakus (27), tega memutilasi putri kandungnya, Amora (4) dan putranya, Fabian (3).

Tragedi itu terjadi di Kompleks Asrama Mapolres Melawi, Gg Darul Falah, Desa Paal, Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, Jumat (26/2/2016) dini hari.

Polisi berpangkat Brigadir, Petrus Bakus, tega menghabisi kedua buah hatinya, putrinya Amora (4), dan putranya Fabian (3).

Tidak hanya membunuhnya, Brigadir Petrus juga memotong tubuh anak-anaknya menjadi beberapa bagian.

Potongan tubuh berserakan di atas tempat tidur.

Brigjen Arief Sulistyanto, Kapolda Kalbar kala itu, mengungkapkan berdasarkan informasi dari istri tersangka, Windri Hairin Yanti, Brigadir Petrus sering marah-marah dalam sepekan terakhir.

"Pembunuhan terjadi pada saat istrinya sedang tidur, kemudian terbangun. Saat itu suaminya mendatangi istrinya dengan membawa parang yang sudah berlumuran darah. Ia mengatakan akan membunuh istrinya," ungkap Arief.

Melihat parang berlumuran darah, Kapolda menjelaskan ketika itu Windri minta waktu untuk melihat kedua anaknya.

Namun, Petrus menjelaskan anak-anak sudah dihabisi.

Arief memastikan pihaknya sudah mengambil langkah-langkah hukum atas kasus pembunuhan yang diduga dilakukan Brigadir Petrus.

"Saat ini dokter forensik sedang melakukan pemeriksaan mayat korban. Tim Penyidik Polda dan Polres melakukan olah TKP dan melakukan pemeriksaan saksi-saksi," ujar Kapolda.

Saat diperiksa, kata Kapolda, tersangka mengaku melakukan pembunuhan terhadap anak-anaknya dengan sadar dan tidak menyesal, karena ada bisikan yang memerintahkan untuk persembahan kepada Tuhan.

"Ia tidak menyesal karena anaknya sudah kembali ke surga dan menganggap anaknya sudah menyatu dengan dirinya. Ia mengatakan bahwa apa yang terjadi pada dirinya adalah sudah kehendak Tuhan sejak ia lahir dari rahim ibunya," paparnya.

Kapolda menyatakan, bisikan tersebut diterima Brigadir Petrus sejak Jumat sepekan sebelumnya.

"Dengan kondisi kejiwaan yang demikian, maka akan kami lakukan pemeriksaan kejiwaan oleh psikiater. Namun menunggu waktu kurang lebih satu minggu untuk cooling down. Dilaporkan selama ini, yang bersangkutan tidak ada masalah dalam kedinasan," pungkasnya.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sintang, Kalimantan Barat, menjatuhkan  vonis bebas  kepada terdakwa Petrus Bakus yakni bekas polisi di Melawi yang mutilasi dua anak kandung.

Dalam sidang putusan akhir di Pengadilan Negeri (PN) Sintang, Kamis (1/12/2016) sore, Hakim Ketua majelis hakim, Edy Alex Serayok menegaskan sesuai ketentuan Pasal 44 KUHP, terdakwa Bakus tidak dapat dijatuhi pidana dan dilepas dari tuntutan hukum, lantaran dianggap tak waras atau gila.

Kendati demikian, sesuai Pasal 44 ayat (2) KUHP, Edy menjelaskan terdakwa Petrus Bakus harus menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sungai Bangkong Pontianak.

"Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal. Maka, dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa," kata Edy.

4. Daging dijual ke warung tuak

Pelaku pembunuhan disertai mutilasi, Delvi memulai aksi kejinya dengan membunuh bocah berusia 5 tahun, Febrian Dela, di Kampung Baru, Kelurahan Rangau, Kecamatan Rantau Kopar, Kabupaten Rokan Hilir.

Febrian dilaporkan hilang oleh orangtuanya pada tanggal 10 Januari 2013.

Korban pertamanya itu merupakan pembeli sate yang dijajakan oleh Delvi.

Dari pengakuannya ke polisi, Delvi mengatakan ia sendirian membunuh dan memutilasi Febrian. Selanjutnya, pembunuhan kedua dan ketiga ia lakukan bersama istrinya, Dita Desmala Sari.

Pasangan ini kemudian bercerai. Setelah itu, Delvi kembali beraksi sendirian membunuh korban keempat dan kelima. Sementara untuk korban keenam dan ketujuh, ia melakukannya bersama temannya, Supiyan.

Saat mengajak Supiyan beraksi, akhir Juni 2014, Delvi mengiming-imingi bekas pekerja rumah potong itu dengan imbalan Rp 500 ribu. Supiyan sempat menayakan kenapa harus kemaluan anak-anak. Delvi menjawab,”Itu yang dicari oleh Bapak.”

Keduanya mencari korban di salah satu lokasi bekas penggalian tanah di Desa Pinang Sebatang Timur, Kecamatan Tualang, Siak. Sore itu ada tiga orang anak yang sedang mandi di sana.

Dari tiga anak itu, Delvi menunjuk Marjevan Gea, 8 tahun, sebagai korbannya. Delvi dan Supiyan membujuk Marjevan dengan mengajaknya jajan ke kedai.

Di sana, selain membeli makanan ringan, Delvi juga membeli pisau kater. Korban kemudian digirim ke hutan akasia. Di sanalah bocah malang itu dibunuh dan dimutilasi.

Pada pertengahan Juli 2014, Delvi kembali mengajak Supiyan mencari korban. Kali ini mereka punya “ide gila” untuk menguliti dan menjual daging korbannya.

Mereka pun menemukan korbannya di lokasi pemancingan tepi sungai, masih di Desa Pinang Sebatang Timur, Kecamatan Tualang, Siak.

Dari tiga anak yang sedang memancing di situ, nasib malang menimpa Femasili Madeva, 10 tahun. Sama seperti Marjemen, ia dieksekusi di hutan akasia.

Dagingnya dijual dengan mengelabui pemilik rumah makan dan kedai tuak di Perawang bahwa itu daging sapi.

Namun pembunuhan Femasili meninggalkan jejak, karena ada yang melihat mereka membawa bocah itu ke hutan akasia.

Berkat keterangan warga, polisi membekuk Delvi di rumah saudaranya di Kota Duri, Bengkalis, 22 Juli 2014. Selanjutnya polisi meringkus Supiyan, DP, dan Dita

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved