Ayahnya Meninggal Sedih, Bung Karno Meninggal Keman Menangis
Ia pun menyoroti kondisi infrastruktur jalan dan saluran air atau drainase di dapilnya yang jauh dari memadai.
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Sepintas terkesan durhaka, tapi bila direnungkan lebih jauh ada benarnya juga.
Kehilangan orang tua adalah wilayah privat, kehilangan tokoh bangsa adalah wilayah publik.
“Kesedihan keluarga cukup kami simpan di dalam hati, tapi kesedihan terhadap masa depan bangsa ini tak bisa kami sembunyikan. Ketika ayah meninggal saya tak menangis, tapi ketika Bung Karno meninggal justru saya menangis,” ungkap Keman (83), warga Desa Celawan Sukarahmat, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, saat dikunjungi Hj Khristin Kharismawati (45), calon anggota legislatif (caleg) DPRD Provinsi Sumatera Utara dari daerah pemilihan Sumut IV (Serdang Bedagai dan Kota Tebing Tinggi), Selasa (29/1/2019).
Maklum, menurut Khristin dalam rilisnya, Kamis (31/1/2019), Keman adalah tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI) besutan Ir Soekarno yang tak lain adalah Proklamator Kemerdekaan RI dan Presiden RI pertama, yang pada 1973 menjelma menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan kemudian bermatamorfosis menjadi PDI Perjuangan di era reformasi.
“Jadi wajar bila Pak Keman menjadi pengagum berat Bung Karno. Lebih dari itu, ia mencemaskan masa depan bangsa ini ketika Bung Karno meninggal,” jelas Khristin yang diusung PDIP.
Sayangnya, kata Khristin, di usia senjanya yang dijalani dengan sakit-sakitan, Keman yang pernah menjadi pengurus PDI di Deli Serdang ini luput dari perhatian wakil rakyat setempat.
Sebab itulah, tergerak hatinya untuk mengunjungi Keman di rumahnya yang sangat sederhana, sekadar berbagi rasa dan memberikan sedikit bantuan. Mungkin karena Khristin seorang perempuan sehingga lebih memiliki kepekaan rasa.
“Rumahnya memang sederhana sekali, tapi isinya album kenangan ‘mewah’, yakni foto-foto Bung Karno. Ia ingin sekali fotonya dilihat Bu Megawati (Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, red),” jelasnya.
Namun, lanjut Khristin, potret kemiskinan di Sumut, khususnya di Serdang Bedagai dan Tebing Tinggi, bukan monopoli milik Keman, melainkan masih banyak Keman-Keman lain yang nasibnya serupa.
“Inilah yang mendorong saya nyaleg dari wilayah ini, karena masih banyak yang bisa kita perbuat untuk mengentaskan Keman-Keman dari kemiskinan,” papar caleg cantik yang mengusung motto “4S” ini, yakni senyum, sapa, serap dan salurkan (aspirasi rakyat).
Ia pun menyoroti kondisi infrastruktur jalan dan saluran air atau drainase di dapilnya yang jauh dari memadai.
“Bahkan ada wilayah yang menjadi langganan banjir kiriman secara berkala dan itu sudah berlangsung lama, tapi hingga kini belum juga teratasi,” tandasnya.