Tuntut Kepala Sekolah Dicopot, Siswa SMAN 1 Mojosari Mojokerto Ancam Demo Lagi
Aksi unjuk rasa besar-besaran siswa SMAN 1 Mojosari merupakan buntut kekecewaan terhadap kepemimpinan kepala sekolah.
TRIBUNNEWS.COM, MOJOKERTO - Aksi unjuk rasa besar-besaran siswa SMAN 1 Mojosari merupakan buntut kekecewaan terhadap kepemimpinan kepala sekolah.
Para siswa kompak demo menuntut kepala sekolah Drs Waras dicopot dari jabatannya lantaran diduga melakukan Pungutan Liar (Pungli) hingga tidak berpihak pada siswa yang berprestasi.
Informasinya, demo ini dipicu lantaran sejumlah fasilitas dan hak siswa tidak diberikan oleh kepala sekolah.
Selain itu, siswa sangat keberatan dengan kebijakan sekolah yang menaikkan kembali SPP sekolah dari Rp 85.000menjadi Rp 250.000.
Kenaikan SPP itu telah diterapkan sejak semester dua, Januari 2018. Para siswa dituntut membayar lima bulan kedepan hingga bulan Juni.
"Kami diminta untuk melunasi SPP hingga Juni alasannya tidak bisa ikut UAS. Apabila tidak melunasi orang tua bisa datang meminta surat pernyataan keringanan membayar SPP," ujar para siswa SMAN 1 Mojosari di lokasi demo, Selasa (24/4/2018).
Selama 2,5 tahun kepemimpinan kepala sekolah tidak berpihak pada siswa yang berprestasi secara finansial untuk biaya akomodasi dan transportasi mengikuti kejuaraan di berbagai daerah.
Para siswa seakan terkekang tidak dapat mengekspresikan kemampuannya dalam bidang akademik maupun non-akademik di kegiatan ekstrakurikuler.
"Mintanya berprestasi tapi enggak didukung mana bisa. Minta dana untuk kegiatan lomba Paskibraka dan lainnya selalu tidak boleh," keluh kesahnya.
Aksi demo ini dilakukan siswa angkatan 35/36 mendapat dukungan penuh dari alumni angkatan 33/34. Rencananya, siswa akan kembali berdemo apabila tuntutan mereka tidak dikabulkan.
"Kami menuntut hak kita yang telah menuntaskan kewajiban sebagai siswa (membayar SPP). Kami ingin Kepsek diganti oleh orang yang lebih baik, memihak pada kepentingan siswa bukan kepentingan pribadinya," ungkapnya.
Terkait kebijakan sekolah yang serta merta menaikkan SPP Rp 250.000 tanpa disetarakan fasilitas yang memadai justru memberatkan beban siswa, khususnya wali murid.
Adapun fasilitas yang seharusnya terpenuhi dengan SPP Rp 250.000 tidak kunjung terealisasikan. Misalnya, pengurangan kipas angin di kelas dan proyektor.
"Kalau saat biaya SPP Rp 85 ribu itu dua kipas angin, tapi kalau SPP Rp 250.000 empat kipas angin. Namun nyatanya itu tidak terbukti malah fasilitasnya semakin menurun," paparnya.
Menurut para siswa kalau kebijakan sekolah ini tidak adil bahkan merugikan yang disinyalir lebih menguntungkan sekolah.