Pilkada Serentak
Pengamat Ingatkan agar Tidak Membawa Isu Politik Primordial di Pilkada Sumut
Kekhasan budaya Sumut adalah kental dengan logat dan pilihan kata yang tegas, bersahabat, hangat dan bersahaja.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) 2018 sangat menarik perhatian bagi seluruh warga Indonesia asal Sumut dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Mengapa?
Sumut, menurut Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing, selama ini terkenal dengan pluralisme yang mengakar pada tradisi ke-Sumatera Utara-an.
Kekhasan budaya Sumut adalah kental dengan logat dan pilihan kata yang tegas, bersahabat, hangat dan bersahaja.
Baca: Wakil Ketua DPRD DKI Minta Anies Benahi PD Dharma Jaya
Diantara ciri menonjol dari warga Sumut, yaitu sangat senang berterus terang. Perilaku komunikasi panggung belakang relatif tidak begitu berbeda dengan panggung depan.
Oleh karena itu, dia menilai, setiap pasangan calon dalam Pilkada Sumut 2018 ini membawa "nafas" pluralis dan keterus-terangan dan ketulusan membawa masyarakat Sumut maju pesat lima tahun ke depan.
"Paslon harus menjauhkan diri dari isu pengkotak-kotakkan warga Sumut atas dasar apapun utamanya kepercayaan," cetus Emrus Sihombing kepada Tribunnews.com, Minggu (18/3/2018).
Jangan sampai imbuhnya, salah satu Paslon, baik langsung atau tidak kangsung, atau tim sukses melakukan kontrak politik atas dasar primordial, seperti keberpihakan terhadap kepercayaan tertentu.
"Misalnya, membangun ini - itu untuk satu golongan kepecayaan tertentu, sementara untuk sekelompok warga dari kepercayaan tertentu sama sekali tidak dilakukan," dia mencontohkan.
Pemimpin semacam ini, kata dia, disadari atau tidak, sangat tidak mengindahkan sila kelima dari Pancasila, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Ke depan, lanjut dia, yang bersangkutan berpotensi menjadi pemimpin yang tidak adil.
"Politik identitas semacam itu tidak sesuai dengan nilai Pancasila, apalagi di era zaman now, saat ini."
Kembali ia tegaskan, bila ada Paslon mengeksploitasi atas dasar politik primordial, itu menunjukkan ketidakpercayaan diriya.
Pun itu sekaligus bukti ketidak-terandalan program yang ditawarkan untuk memecahkan berbagai persoalan yang sedang dihadapi warga Sumut, antara lain persoalan infrastruktur, kesehatan, ketertinggalan pendidikan, kesejahteraan ekonomi, tingkat pengangguran dan sebagainya.
Bahkan bila ada sekelompok orang mengeksploitasi politik primordial--yang boleh jadi dari luar tim sukses, dalam rangka mengeksploitasi persepsi publik--maka para Paslon, utamanya yang diuntungkan, harus menolak dengan tegas yamg disampaikan ke ruang publik melalui media massa dan sosial media.
"Tidak boleh ada pembiaran, utamanya dari paslon yg diuntungkan oleh politik primordial tersebut. Sebab, bersikap netral saja pun pada krisis moral, sama saja amoral," tegasnya.
Untuk itu, para Paslon harus membuat dan menawarkan program yang terukur secara kuantitatif dan kualitatif.
Misalnya pertama, Paslon menjelaskan program yang mampu meningkatkan pendapatan per kapita dari angka yang sekarang menjadi naik secara signifikan pada setiap tahun.
Kedua, membangun pelayanan publik dengan model jemput bola.