Penambangan Tradisional di Poboya Sudah Bebas Merkuri
Masyarakat di sekitar wilayah penambangan tradisional di Poboya, Palu, Sulawesi Tengah kini meninggalkan penggunaan merkuri
Purwasto Saroprayogi, Kepala Subdirektorat Penerapan Konvensi Bahan Berbahaya Beracun KLHK mengatakan, salah satu lokasi percontohan adalah di Poboya. “Kini merkuri sudah ditinggalkan warga,” kata Purwasto di kesempatan berbeda.
Indonesia sudah memastikan bahwa sikap terhadap penggunaan merkuri ini melalui ratifikasi Konvensi Minamata di Jenewa. Indonesia resmi meratifikasi konvensi ini melalui UU Nomor 11/2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury. Penyerahan naskah ratifikasi dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada kesekjenan PBB pada 22 September 2017.
Ada beberapa ukuran ambang batas terhadap merkuri, ditetapkan beberapa badan dan negara. Food and Drugs Administration (FDA) Amerika menetapkan ambang batas kandungan merkuri maksimum 0,0005 ppm untuk air dan 0,5 ppm untuk makanan. Badan dunia World Health Organisasion (WHO) menetapkan batasan maksimum yang lebih rendah yaitu 0,0001 ppm untuk air.
Sementara, Jepang, Swiss,Swedia menetapkan ambang batas kadar 1 ppm produk laut yang boleh dikonsumsi. Lain halnya dengan Jerman dan Amerika Serikat yang menetapkan batas lebih tinggi, yakni 0,5 ppm (mg/kg).
Indonesia juga punya standar batas ini. Lewat KEK-02/MENKLH/1/1998 ditetapkan baku mutu air untuk golongan A dan B kandungan merkuri maksimum yang dianjurkan adalah 0,005 ppm. Dan, maksimum yang diperbolehkan sebesar 0,001 ppm.
Berita Ini Sudah Dipublikasikan di KONTAN, dengan judul: Warga Poboya sudah tinggalkan penggunaan merkuri