Minggu, 5 Oktober 2025

Virus Antraks

Bocah Asal Sleman Meninggal Terjangkit Antraks, Sempat Mandi di Sungai

Bocah berinisial H asal Sleman meninggal terjangkit antraks, sepekan sebelumnya ia sempat mandi di sungai.

Editor: Y Gustaman
Net
Ilustrasi jenazah bayi 

TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Seorang bocah delapan tahun berinisial H, warga Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, meninggal diduga virus antraks.

Sebelum meninggal H menjalani perawatan di Pediatric Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Pusat Sardjito, dari 31 Desember 2016 setelah dirujuk dari RSUD Sleman

"Pasien datang ke IGD (RSUP Sardjito), rujukan dari RSUD Sleman karena mengalami penurunan kesadaran," ungkap Nurnaningsih, Dokter Spesialis Anak yang menangani H, Sabtu (21/1/2017).  

Selama berada di IGD anak tersebut sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri dan mengalami kejang-kejang. Selanjutnya pasien H dibawa ke PICU. 

Dokter kemudian meminta keterangan kronologi sakit pasien kepada pihak keluarga. Rupanya, beberapa hari sebelumnya si anak bermain air dan mandi di sungai daerahnya. 

Dua hari kemudian anak mengalami demam dan mengeluhkan nyeri di perut disertai muntah. Selanjutnya keluarga membawa anak itu ke Puskesmas dirawat semalam. 

Kondisi H tak juga membaik sampai akhirnya dibawa ke RSUD Sleman. Dari tanda yang ada awalnya dokter mendiagnosis anak tersebut terkena usus buntu.

Lantaran mengalami penurunan kesadaran akhirnya pasien anak dirujuk ke RSUP Sardjito. 

Berdasarkan kronologi, tanda, dan pemeriksaan CT-Scan kepala si anak, dokter RSUP Sardjito menyimpulkan jika pasien terkena infeksi otak. 

"Kita lakukan CT-Scan kepala. Ternyata ada kelainan, anak ini menderita infeksi otak," tambah dia saat jumpa pers di RSUP Sardjito. 

Pihaknya kemudian melakukan penanganan infeksi otak itu. Selama enam hari ternyata pasien anak tidak kunjung memperlihatkan perbaikan kondisi.

Hingga akhirnya pada 6 Januari 2017 anak malang itu dinyatakan meninggal dunia.  "Saat anak ini meninggal kami belum tahu jika suspect antraks," ungkap Nurna. 

Hasil laboratorium darah dan cairan otak saat itu, pasien anak menunjukkan terkena bakteri yang ketika itu belum diketahui jenisnya karena perlu pemeriksaan lebih lanjut.

Hasil laboratorium mengenai jenis bakteri itu baru keluar 16 Januari 2017, yang menyatakan si anak terkena bacillus anthracis atau antraks. Kepastian lebih lanjut perlu diadakan uji sampel lainnya.

Rukmono Siswihanto, Direktur Medis dan Keperawatan RSUP Sardjito menambahkan, sampel itu kini telah dikirim ke Kementerian Kesehatan.

Pengujian sampel akan dilakukan guna menegaskan penyebab kematian si anak. "Masih suspect sampai nanti ada konfirmasi dari Kementerian Kesehatan muncul," tegas Rukmono.

Selain kasus di Godean, Sleman, seorang warga Pedukuhan Ngaglik, Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo, DIY, terindikasi terjangkit antraks telah meninggal dunia awal Januari 2017.

Gejala penyakit antraks sudah dialami sedikitnya 16 warga sejak sebelum kejadian sapi ternak yang mati mendadak.

Pedukuhan Ngaglik Sleman merupakan wilayah asal di mana ditemukan sapi mati mendadak karena terjangkit antraks. Sebanyak 10 dari 16 warga Purwosari terindikasi penyakit tersebut berasal dari pedukuhan ini.

RSUP dr Sardjito aman

Dugaan penyakit antraks yang menyebabkan anak berinisial H (8) terungkap pascatersebar surat pemberitahuan berlogo RSUP Sardjito kepada Kepala Dinas Kesehatan Sleman menjadi viral.

Pihak RSUP Sardjito menegaskan masih melakukan menelusuri asal usul surat tersebut. Karena bentuk surat yang beredar viral berbeda dengan surat resmi yang dikeluarkan instansinya.

"Kalau surat resmi itu (logo pada kop surat kanan dan kiri) full colour," ungkap Tresno Heru Nugroho, Humas RSUP Sardjito.

Serta tandatangan di surat resmi RSUP Sardjito menggunakan tinta berwarna biru. Sedangkan yang beredar viral logo pada kop surat dan tandatangan berwarna hitam. Kemudian stempel itu terlihat stampel basah.

Jika memang surat tersebut hasil fotokopi maka bagian stempel seharusnya juga berwarna hitam. Oleh karena itu pihaknya kini masih menelusuri surat yang beredar viral tersebut.

Manajemen menegaskan, RSUP dr Sardjito aman dikunjungi dan membantah bila ada 15 pasien suspect antraks dirawat di rumah sakit milik pemerintah tersebut.

Direktur Medis dan Keperawatan RSUP dr Sardjito dr Rukmono Siswihanto menegaskan, RS aman untuk dilakukan pelayanan kesehatan dan jenguk pasien rawat inap.

"Walaupun ada pasien suspect antraks, bukan berarti akan terjadi penularan dan penyebaran virus atau bakteri antraks," ujar Rukmono. (TRIBUN JATENG CETAK/TRIBUN JOGJA)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved