Kamis, 2 Oktober 2025

Pemalsu Tanah Wakaf Sekian Hari Tidur di Kuburan, Begini Akhirnya

Karim (60) harus berakting sebagai penyadang difabel, tidur di makam berhari-hari. Usahanya sia-sia karena jaksa berhasil menangkapnya.

Editor: Y Gustaman
Surya/Irwan Syairwan
Kepala Kejaksaan Negeri Sidaorjo, Sunarto (tengah) sedang berbincang dengan Abdul Karim (60), pemalsu tanah wakaf. 

Laporan Wartawan Surya, Irwan Syairwan

SURYA.CO.ID, SIDOARJO - Pelarian seorang tersangka kasus rekayasa tanah fasilitas umum dan wakaf ganti rugi lumpur Lapindo berakhir di tangan jaksa.

Tersangka bernama Abdul Karim (60) ini diduga kuat sebagai perencana pemalsuan data tanah. Ia masuk daftar buron Kejaksaan Negeri Sidoarjo sejak sebulan terakhir.

Kepala Saksi Intelijen Kejari Sidoarjo, Andri Tri Wibowo, mengatakan Karim merupakan tersangka terakhir dari tiga lainnya, yaitu Abdul Haris (mantan Kades Gempolsari), Marsali (mantan Takmir Masjid Al Istiqomah), dan Achmad Lukman (mantan Kepala BPD Gempolsari).

Tiga rekan Karim yang lain telah ditahan, bahkan Haris dan Marsali telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Sidoarjo untuk menjalani persidangan.

"Kami tangkap tersangka di rumah kerabatnya di Desa Pamotan, Porong, tanpa perlawanan," kata Andi kepada wartawan, Minggu (14/8/2016).

Jaksa sempat kesulitan menangkap Karim. Menurut pengakuannya, Karim selalu berpindah tempat untuk menghindari kejaran petugas. Ia sempat berpura-pura sebagai penyandang disabilitas agar tak dikenali.

"Tersangka pernah beberapa lama tidur di pemakaman," sambung Andi.

Kasus ini terjadi 2012 saat Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) tengah merampungkan data korban lumpur Lapindo di luar peta area terdampak.

Peran Karim diduga sebagai penggagas pemalsuan data kepemilikan tanah fasilitas umum dan wakaf, berupa sebuah masjid dan taman di Desa Gempolsari, Porong.

Empat pihak akhirnya setuju untuk memalsukan kepemilikan tanah itu. Tanah seluas 3,2 hektare itu akhirnya berhasil diubah kepemilikannya atas nama Marsali.

Keempat komplotan ini akhirnya mendapat uang Rp 3,2 miliar dari pembayaran ganti rugi yang menggunakan dana APBN.

"Tersangka Karim ini sebagai penggagas ide pemalsuan data tersebut. Uangnya mereka bagi-bagi dan kebanyakan digunakan untuk berfoya-foya," ungkap Andi.

Namun, Karim mengaku hanya mendapatkan uang Rp 50 juta. Uang tersebut bahkan dipotong Rp 10 juta yang diberikannya kepada preman setempat.

"Saya difitnah rekan saya sebagai dalang pemalsu data. Peran saya sangat kecil, cuma perantara. Bahkan bagian uangnya pun juga paling sedikit dari pada tiga teman saya yang lain," ucap Karim.

Halaman
12
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved