Ada Cerita Semangkok Mie di Balik Tewasnya Polisi Aceh yang Ditembak Bandar Narkoba
KEMATIAN Sayed Muhammad Reza (21), polisi dari Polres Pidie, meninggalkan duka mendalam bagi keluarganya.
TRIBUNNEWS.COM - KEMATIAN Sayed Muhammad Reza (21), polisi dari Polres Pidie, meninggalkan duka mendalam bagi keluarganya.
Terlebih bagi ibunya, Cut Aja Nurjani (48) yang masih shock atas peristiwa yang menimpa putra tunggalnya itu.
Betapa tidak, anggota Sat Sabhara Polres Pidie (sebelumnya tertulis Sat Narkoba) yang berpangkat Bripda itu tewas ditembak pelaku yang belum diketahui identitasnya.
Itu terjadi Rabu (25/3) sekitar pukul 13.45 WIB, saat Sayed Reza melakukan undercover buy (pembelian secara menyamar) ganja di depan SMP Beungga, Gampong Beungga, Kecamatan Tangse.
Ternyata, penyamaran Sayed Reza bersama temannya yang juga polisi tercium oleh pelaku, lalu ia melakukan perlawanan saat hendak disergap.
Perkelahian satu lawan dua pun berlangsung. Tapi si pengedar ganja itu bergerak lebih cepat. Sampai-sampai ia berhasil merampas pistol dari pinggang Sayed Reza. Lalu, dengan pistol itu pula sang pemilik senjata ditembak.
Hanya dengan sebutir peluru, tapi akibatnya fatal. Timah panas itu mengenai dada samping kiri korban hingga tembus ke dada kanannya.
Korban roboh bersimbah darah, sedangkan pelaku lari dengan membawa pistol korban. Barang bukti ganja malah ia tinggalkan.
Meski sempat dilarikan ke Puskesmas Tangse dan dirujuk ke RSU Tgk Chiek Di Tiro Sigli, tapi nyawa Sayed Reza tak tertolong.
Sayed Reza merupakan warga Gampong Tungou, Kecamatan Simpang Tiga, Pidie, anak dari pasangan Sayed Mukhtar dan Cut Aja Nurjani. Ke rumah duka itulah Serambi berkunjung sekira pukul 10.00, Kamis (26/3) kemarin.
Kuburan Sayed Reza cuma berjarak 50 meter dari rumah orang tuanya. Di sisi kuburan terlihat seorang pria membaca Alquran. Sedangkan di halaman rumah terlihat dua orang polisi berjaga-jaga.
Dengan difasilitasi Mukim Tungue, Said Abdul Gani, Serambi akhirnya dipersilakan masuk dan bertemu dengan Sayed Mukhtar (53), ayahanda korban.
Sedangkan Cut Aja Nurjani, ibunda korban, masih terbaring lemah di kamar.
Suasana rumah semipermanen yang dipadu dengan motif rumah Aceh di bagian depannya itu masih sepi.
Pelayat hanya beberapa orang. Semua duduk terdiam. Beberapa di antaranya berbincang dengan suara setengah berbisik.
Wajah Sayed Mukhtar masih terlihat sembab. Pria berpeci haji ini tak kuasa menyembunyikan kesedihannya. Air matanya berlinang ketika bersalaman dengan Serambi dan tiga wartawan lainnya.
“Maafkan jika ada kesalahan anak saya. Mohon didoakan agar dia tenang diterima di sisi Allah. Kami yang ditinggalkan tetap sabar,” ucap ayah dari tiga anak ini.
Sayed Muhammad Reza (21) yang akrab dipanggil Ayed adalah anak tertua dari tiga bersaudara pasangan Sayed Mukhtar dan Cut Aja Nurjani.
Ayahnya petani, ibunya guru di SMP Negeri Ujung Rimba, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie.
Dua adik Ayed adalah Syarifah Salfa Wirza kelas II di SMA Lab School Banda Aceh. Sedangkan adik bungsunya, Syarifah Liza Putri, duduk di kelas I MAN Sigli.
Selama ini Ayed tinggal di rumah orang tuanya. Ia baru delapan bulan bertugas di Polres Pidie. Sebelumnya, tugas di Mapolda Aceh.
Menurut Sayed Mukhtar, ayah korban, pada pagi itu sekira pukul 07.00 WIB Ayed yang masih lajang berangkat naik sepeda motor menuju Polres Pidie untuk apel. Dia sempat pamit pada Waled (panggilan untuk ayah), juga pada uminya.
Ayed juga menyapa neneknya yang dipanggil Nyanyak di rumah itu. “Ayed sempat bergurau dengan neneknya dengan sapaan manja,” kisah ayahnya.
Lalu, empat jam kemudian, sekira pukul 11.00 WIB hari itu Ayed pulang ke rumah membawa dua bungkus mi goreng untuk di rumah. Beberapa bungkus mi goreng lainnya, ia makan bersama teman-temannya di warung depan rumah.
Beberapa menit kemudian, Ayed mendapat telepon dari temannya. Lalu, ia berganti pakaian dinas polisi dengan baju biasa. Tak lama kemudian ia bergegas berangkat menuju Polres Pidie.
Sampainya akhirnya, pukul 14.45 WIB Rabu (25/3) ayahnya menerima telepon dari teman anaknya itu mengabarkan bahwa Ayed sudah dibawa ke Rumah Sakit Sigli.
“Kami tidak menduga dia sudah meninggal, kami kira dia kecelakaan,” tutur Sayed Mukhtar.
Setelah tiba di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSU Tgk Chik Di Tiro Sigli barulah Sayed Mukhtar dan istrinya tahu jika anak lelaki satu-satunya itu sudah meninggal akibat ditembak.
Ibu korban tak kuasa menahan sedih sampai pingsan berkali-kali. Kemudian, seusai shalat Magrib jasad Ayed dimakamkan di kuburan dekat rumahnya.
Prosesi pemakaman baru selesai pukul 21.00 WIB, Rabu (25/3), dipimpin Kapolres Pidie, AKBP Muhajir MH dengan upacara ala polisi.
Kepergian Ayed begitu cepat, bagaikan mimpi buruk yang sulit dipercaya. “Kami tidak menyangka, bagaikan mimpi karena dia baru saja menyapa saya,” ucap Sayed Mukhtar.
Ia mengenang bahwa Ayed begitu dekat dengan keluarga. Ayed sosok yang hangat dan tak segan-segan menyampiri ayah atau uminya sepulang kerja.
Tak jarang ia bertanya, “Apa Waled sehat? Tangannya juga memijit pundak saya,” kisah Sayed Mukhtar.
Ada satu keinginan Ayed yang tidak kesampaian, yakni ingin sekali melanjutkan kuliah ke Banda Aceh untuk memperoleh gelar sarjana demi peningkatan kariernya.
Pendidikan terakhirnya di Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Saree, Aceh Besar, belum membuatnya puas.
Tapi niatnya untuk kuliah tak sempat terlaksana karena ia mati muda. Ayed gugur saat mempertahankan diri dalam melaksanakan tugas, meringkus pengedar narkoba. Selamat jalan, Ayed. (nurnihayati)