Bebaskan Malang Dari Macet
Pengusaha Bus Terus Merugi
“Kalau tidak dipangkas (jumlah bus yang operasional), bisa rugi makin besar,” ujar Mustofa, yang juga pemilik PO Menggala kepada Surya yang menemuiny
Para pengendara harus melawan gerah. Sedangkan para sopir harus menahan ngilu otot kaki karena terlalu memainkan pedal gas dan kopling.
Mustofa mengatakan, kemacetan ini juga membuat biaya operasional meningkat. Pasalnya, biaya yang dikeluarkan untuk ongkos membeli solar semakin tinggi. Dia menganggarkan 160 liter solar per hari per bus.
”Tetapi ongkos solar bukan momok utama kami,” ujarnya.
Hal yang paling ditakutkan pengusaha PO adalah beralihnya penumpang setia bus ke moda transportasi lain seperti kereta api.
Selama ini, bus selalu menawarkan jam keberangkatan yang bisa sewaktu-waktu. Bus dianggap murah dan cepat. Namun, anggapan itu lambat laun terkikis.
”Saat ini, apa yang kami tawarkan pada konsumen hampir habis karena kemacetan ini. Kami ditinggal penumpang karena sudah tidak bisa secepat dulu dalam mengantar mereka. Hanya jam keberangkatan sewaktu-waktu, yang membuat penumpang masih setia naik bus,” ungkapnya.
Mustofa mencatat sebelum kemacetan parah, setiap hari ada 600 rate bus yang melayani rute daerah wisata itu. Jumlah yang beroperasi mencapai 150-200 bus. Satu bus rata-rata beroperasi empat sampai enam rate.
Selain Menggala, PO lain melayani jalur ini antara lain Kalisari, Hafana, Dana Dhasih, Laksana Anda, Restu, Medali Mas, Haz, dan Tentrem.
Kini, setelah kemecaten akut terjadi, praktis tinggal sekitar 60 persen bus yang beroperasi. Menggala sendiri memiliki 14 bus. Kini hanya 8 bus yang masih beroperasi. Jumlah bus yang beroperasi bahkan semakin sedikit ketika memasuki akhir pekan.
“Macetnya kan hampir setiap hari. Tapi, para-parahnya ya saat Sabtu dan Minggu. Macetnya luar biasa,” katanya.
Masih kata Mustofa, busnya pernah hanya berangkat dengan tiga penumpang saja. Pilihannya, dia terpaksa harus mengoper penumpang itu ke bus di belakangnya.
Bus baru bersedia mengantar penumpang sampai Malang minimal diisi 15 orang. Bila jumlah penumpang di bawah itu, maka dipastikan modal yang dikeluarkan tidak akan kembali.
Biaya operasional satu bus rata-rata Rp 1,2 juta per hari hanya untuk bahan bakar.
Biaya lain yang harus dikeluarkan meliputi gaji awak bus dan retribusi. Setiap bus, ungkap Mustofa, baru bisa menikmati untung kalau penumpang 80 orang per bus per hari.
“Saya pakai empat rate. Jadi, satu rate minimal 20 orang. Terus terang, kondisi kami semakin merugi setiap hari,” kata Mustofa.
Dampak lain dari berkurangnya pemasukan adalah semakin sulitnya pengusaha meremajakan bus-busnya. Rata-rata, bus harus diremajakan paling cepat lima tahun. Biaya peremajaan ini mencapai Rp 300 juta.