Suku Anak Dalam Jadi Korban Teror dan Ancaman Pembantaian
Pejuang Suku Jambi, Tigor GH Sinaga mendesak pihak-pihak terkait untuk secepatnya mengambil langkah penyelesaian
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pejuang Suku Jambi, Tigor GH Sinaga mendesak pihak-pihak terkait untuk secepatnya mengambil langkah penyelesaian dalam kasus PT Asiatic Persada yang bersama aparat keamanan dan sejumlah preman telah menebar teror dan melakukan penjarahan disertai ancaman pembunuhan ke pemukiman Suku Anak Dalam di tiga desa di Provinsi Jambi.
"Perampasan, ancaman pembunuhan, dan aksi teror itu merampas hak kemerdekaan warga negara dan Hak Asasi Manusia (HAM), jika aksi tersebut masih berlangsung, sementara aparat dan pemerintah tidak segera melakukan langkah penyelesaian, kita akan angkat kasus ini ke Mahkamah Internasional. Kejadian ini sarat indikasi pelanggaran HAM dan ironisnya terjadi pada bulan peringatan HAM," tegas Tigor di Jambi, Senin (16/12/2013).
Menurut Tigor, adalah kewajiban pemerintah dan aparat keamanan untuk melindungi kepentingan dan hak masyarakat. Di kasus PT Asiatic Persada ini, aparat justru seolah melindungi pihak perusahaan yang melakukan penindasan dan melanggar hak warga negara.
"Utamanya hak dasar manusia untuk hidup dan menikmati kemerdekaan. Saudara-saudara kita Orang Rimba dan Suku Anak Dalam adalah juga warga negara NKRI yang memiliki hak sama untuk mendapatkan perlindungan negara," ungkap Tigor.
Damayanti, seorang warga Suku Anak Dalam di Pinang Tinggi, Desa Bungku, Kabupaten Batanghari, Jambi yang menjadi korban penggusuran dan teror yang dilakukan oleh PT Asiatic Persada bersama aparat keamanan mengatakan mereka diancam mau dibunuh kalau tidak tinggalkan kampung.
"Mereka mencincang-cincang ternak kami, lantas mereka bilang, kalau berani melawan akan dibegitukan," ujarnya.
Damayanti mengatakan, aksi teror tersebut juga disertai penghancuran pemukiman warga, perampasan harta benda, dan ancaman pembunuhan. Pengusiran paksa oleh PT Asiatic Persada sudah berlangsung sejak tanggal 7 Desember lalu di tiga kampung yakni Padang Salak, Pinang Tinggi, dan Tanah Menang.
"Kami kelaparan karena harta benda kami habis. Tidak ada lagi uang untuk membeli kebutuhan hidup. Ternak-ternak kami dirampas atau dibantai," lanjut Damayanti.
Welbi, juga warga Suku Anak Dalam Pinang Tinggi, menyebutkan bahwa security PT Asiatic Persada melakukan penjarahan. Warga diusir tanpa diberi kesempatan membawa harta benda mereka.
"Uang saya di dalam rumah tersimpan di dalam tas sebanyak Rp 2,5 juta juga diambil. Ketika saya minta uang saya, mereka (security PT Asiatic) meletakkan samurai di batang leher saya," ungkap Welbi.