Gempa di Aceh
Pantan Jerik Bagaikan Kampung Mati
Ternyata lintasan ini juga tak mudah dilalui sepeda motor karena terdapat rekahan-rekahan di sepanjang
TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Gempa susulan masih saja mengguncang Aceh Tengah dan Bener Meriah walau dengan guncangan kecil. Terhitung sejak pukul 10.55 WIB, Rabu (3/7/2013), bumi masih berguncang setidaknya lima kali hingga pukul 17.35 WIB.
Usai siang kemarin, Serambi (Tribunnews.com Network) kembali menelusuri sejumlah desa di Kecamatan Kute Panang yang juga termasuk parah kehancurannya akibat gempa Selasa (2/7/2013). Sepeda motor dengan kecepatan relatif tinggi melaju menuju Pantan Jerik. Lintasan dari kota ke sana melalui Desa Redines, putus akibat longsor.
Naluri tetap terpanggil menyaksikan puluhan rumah yang hancur di sana. Jalur alternatif ditempuh melalui kawasan puncak bukit Pantan Terong melintasi Desa Umang, Kecamatan Bebesen. Meski cukup jauh mengitari gunung, tekad tetap bulat. Ternyata lintasan ini juga tak mudah dilalui sepeda motor karena terdapat rekahan-rekahan di sepanjang jalan.
Batu-batu sebesar gajah dewasa berbaris di jalan membuat benak membayangkan betapa angkernya seandainya terjadi lagi gempa saat melintas. Lintasan ini tak dapat dilalui mobil. Terlihat setiap lereng gunung longsor. Bahkan dari kejauhan tampak tanah dan batu masih berlomba turun menuju titik azimut bumi.
Akhirnya sampailah di Desa Pantan Jerik, Kecamatan Kute Panang, Aceh Tengah yang dihuni sekira 71 KK. Kawasan ini bagai kampung mati atau bahkan hampir hilang. Pasalnya di sana hampir semua rumah rusak parah dan tak dapat lagi ditempati. Rumah yang bertahan bisa dihitung dengan jari. Pasalnya lokasi ini berada di lereng gunung. Melihat pemandangan ini, pikiran tak karuan, hanya bisa menelan ludah dan pasrah atas kehendak Nya.
Hanya beberapa warga yang masih bertahan, itu pun tak lagi berani dalam rumah tapi di tenda darurat. Selebihnya mengungsi ke Takengon, ibu kota kabupaten.
"Saat gempa kebanyakan warga duduk di luar karena cuaca panas. Makanya tak banyak korban nyawa. Hanya belasan yang terluka," kata Akmal, salah seorang kepala dusun di desa itu.
Menurut warga, hanya 20 detik saja bumi berguncang, tak sempat menelan ludah, 70-an rumah di sana hancur, termasuk rumah dari kayu. Sebagian ada yang rata dengan tanah, ada pula yang jatuh ke jurang. Inilah gambaran sekilas satu desa. Desa lain seperti Blang Mancung, Ketol, Ratawali, Sabun, Bah, dan Balik juga bernasib serupa.
Kembali dari lokasi, Serambi teringat rekahan badan jalan, longsoran batu, dan tanah yang siap menunggangi. Akhirnya Serambi mencari lintasan lain untuk pulang ke Takengon melalui Kabupaten Bener Meriah, tepatnya Desa Suka Ramai, Kecamatan Wih Pesam menuju jalan Takengon-Bireuen. Mesti harus mengitari gunung hingga 30 kilometer, perasaan lebih tenang karena relatif aman. Namun lintasan ini juga padat. Mobil antre hingga dua kilometer karena alat berat masih bekerja membersihkan lintasan Takengon-Bireuen yang sempat putus.(gunawan)