Kamis, 2 Oktober 2025

Dana BLSM Dipotong Rp 20 Ribu untuk Beli Lampu Balai Desa

Ratusan warga Desa Panglegur, Pamekasan, penerima BLSM mengeluhkan adanya pungutan sebesar Rp. 20.000 per orang.

Editor: Gusti Sawabi
Warta Kota/Henry Lopulalan
Warga berunjuk rasa menuntut pengawasan penyaluran bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2013). Pengunjuk rasa menilai BLSM yang disalurkan selama empat bulan tersebut rawan diselewengkan dan dikorupsi dan jadi konsumsi politik. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

Tribunnews.com, Pamekasan — Ratusan warga Desa Panglegur, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan, Jawa Timur, penerima Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) mengeluhkan adanya pungutan sebesar Rp. 20.000 per orang.

Potongan itu dilakukan kepala desa setempat yang beralasan pemotongan itu untuk dana pembangunan balai desa serta penerangan lampu balai desa dan sekitarnya.

Bambang (35), warga Desa Panglegur, mengatakan, sehari sebelum pencairan BLSM warga penerima diundang ke kepala desa. Setiap warga disuruh membawa uang Rp 20.000 agar BLSM bisa dicairkan.

Perintah kepala desa itu membuat heran warga karena di desa-desa yang lain tidak ada persyaratan uang. Warga hanya disuruh membawa kartu tanda penduduk dan kartu keluarga.

"Karena warga khawatir tidak kebagian, dengan terpaksa mereka membawa uang yang diminta kepala desa," kata Nanang, warga lainnya.

Nanang berpendapat, permintaan uang itu sama saja dengan pemotongan BLSM karena pada dasarnya warga hanya menerima Rp 280.000. "Hanya caranya saja yang berbeda untuk melakukan pemotongan," tegasnya.

Yang membuat warga heran, kata Nanang, adalah pembangun balai desa dan penerangan desa diambilkan dari potongan BLSM. Menurut dia, pembangunan itu sudah dianggarkan pemerintah. 

"Kalau pembangunan desa dibiayai dari potongan bantuan orang miskin, ini sudah keterlaluan," tandas Nanang.

Sunaryati, warga lainnya, mengaku harus berutang ke tetangganya agar bisa memenuhi persyaratan yang disebutkan kepala desa. Dia khawatir BLSM yang menjadi haknya tidak bisa dicairkan atau bahkan dialihkan ke warga lainnya.

"Daripada tidak kebagian saya harus cari pinjaman untuk disetor ke kepala desa," tutur Sunaryati.

Sementara itu, Mistai, Kades Panglegur, masih belum bisa dimintai konfirmasi soal pemotongan BLSM tersebut. Mistai tidak berada di rumahnya saat pencairan BLSM. Dia juga tidak bisa dihubungi melalui telepon.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved