KRI Tawau Sumbangkan Mie Instan dan Susu
Para pejabat Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau Jumat (8/3/2013) mengunjungi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang direlokasi dari Ladang Felda

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Niko Ruru
TRIBUNNEWS.COM NUNUKAN,- Para pejabat Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau Jumat (8/3/2013) mengunjungi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang direlokasi dari Ladang Felda Sahabat 17 ke penampungan di Kampung Embara Budi, Lahad Datu, Sabah, Malaysia.
Dalam kunjungan terhadap 193 warga negara Indonesia, yang 43 diantaranya TKI, KRI Tawau memberikan bantuan mie instan dan susu. Para TKI ini harus direlokasi karena konflik bersenjata antara aparat keamanan Malaysia dengan Tentara Kesultanan Sulu di Kampung Tanduo, berbatasan dengan Ladang Felda Sahabat 17.
Bantuan 20 dus mie instan dan 5 dus susu itu diserahkan secara simbolis
Pelaksana Fungsi dan Penerangan Budaya KRI Tawau Widoratno Rahendra Jaya kepada Amir Lukman, salah seorang TKI. Penyerahan itu juga disaksikan Komisaris Polisi Fibri Karpiananto, LO Polri KRI Tawau serta sejumlah staf KRI.
"Tunjukkan kalian bisa mengatasi dan bersama majikan menghadapi cobaan ini. Kalian tulang punggung majikan. Sejak 14 Februari sawit tidak boleh ditombak, tetapi kalian tetap digaji," ujar Rahendra, saat menemui para TKI di lokasi penampungan Kampung Embara Budi, Lahad Datu.
Ia juga mengajak para TKI berdoa agar persoalan yang terjadi dilingkungan kerja mereka bisa secepatnya teratasi.
Agus, salah seorang TKI asal Makassar mengaku, selama di penampungan mereka seringkali mendengar suara bom. Namun dengan tinggal di Embara Budi, mereka merasa lebih aman.
"Bedanya tinggal dikongsi (mees) dan di sini (penampungan), di sini air tidak angkat. Kalau makan juga enak, tetapi tetap masak di sini. Ini belum ada kesulitan. Kami di sini aman-aman saja," ujarnya.
Nursiah, warga asal Kabupaten Bulukumba mengaku sudah 20 tahun lebih bekerja di Felda Sahabat 12. Sudah berapa hari ini mereka tidak beraktivitas. Namun ia tak ikut direlokasi.
"Di sini perang tetapi kami tetap bisa makan. Kesehatan dijamin. Sama sekali aman," ujar wanita yang dari hasilnya bekerja di perkebunan sawit sudah bisa membangun rumah di kampungnya.
Nursiah mengaku kerap mendengar suara bom. Setiap mendengar suara bom dan raungan jet di udara, jelas saja ia merasa ketakutan. Bahkan ia pernah menangis karena ketakutan.
"Selama ini sudah ada empat kali dengar bunyi bom," ujarnya.
Meskipun dalam situasi konflik, ibu enam anak ini tetap memilih tinggal di messnya.
"Lebih enak di kongsi. Kita ada kamar tidur sendiri, bisa masak sendiri. Kalau di sini mau mandi harus antre," katanya ditemui saat mengunjungi sanak saudara di Embara Budi.
Ufir, TKI asal Kupang mengaku, keluarga di tanah air sudah mengetahui kondisi konflik tempatnya bekerja.
"Mereka minta supaya kami di sini banyak berdoa supaya kesulitan berlalu. Untuk sekarang keselamatan terkawal," ujarnya.