Kisah Para Pemandu Pesawat, Kursi Pijat Otomatis Usir Ketegangan
SEPIAWAI apapun, pilot tetap membutuhkan bantuan orang-orang ini. Tanpa mereka lalu lintas penerbangan bisa kacau,
TRIBUNNEWS.COM -- SEPIAWAI apapun, pilot tetap membutuhkan bantuan orang-orang ini. Tanpa mereka lalu lintas penerbangan bisa kacau, bahkan lebih buruk, pesawat bisa bertabrakan. Partner pilot tersebut adalah air traffic controller (ATC) atau pemandu lalu lintas udara.
Di setiap bandara, orang-orang ini berkantor di tempat paling tinggi, yang disebut aerodome control (ADC) Tower. Di Bandara Internasional Juanda, misalnya, kantor mereka terletak di ujung barat terminal, berada di ketinggian 60 meter, sehingga, seperti di mercusuar. Mereka bisa memandang semua pesawat penumpang yang lalu lalang hingga radius 9 kilometer.
Dari tempat itulah, para ATC ini bisa mengamati pergerakan pesawat, mulai dari ketika burung besi itu menghidupkan mesin, menuju taxy way, hingga lepas landas dan hilang dari pandangan.
Aerodome Control Tower ini steril. Dua orang petugas AVSEC (Aviation Security) di depan pintu masuk biasanya bakal menanyai kepentingan tamu yang jarang terlihat di gedung ini.
Sebuah lift yang berada persis di tengah-tengah gedung, menjadi akses menuju tower (atau yang biasa disingkat dengan kode TWR). Tidak diperlukan kartu atau kunci khusus untuk mengakses lift ini.
Lift ini tidak langsung mengantar seseorang menuju ruang kontrol ATC di menara pandang. Seseorang masih harus dua kali lagi naik tangga kecil yang lebarnya tak sampai dari semeter saja.
Satu lantai di bawah ruang kerja ATC, terdapat ruang istirahat. Sebuah kamar mandi, ruang salat, plus sebuah kursi pijat otomatis yang harganya mencapai jutaan rupiah, ada di sini. Kursi pijat ini menjadi wahana untuk mengusir ketegangan.
Ruang beristirahat memang sangat vital buat para petugas ATC, mengingat mereka dituntut bekerja dalam kondisi fisik dan mental yang sempurna. "Seorang ATC memang dituntut tak boleh melakukan kesalahan sekecil apapun," kata Ruby Nugraha, supervisor ATC Juanda menggambarkan beban berat pekerjaannya.
Ruang kerja ATC sendiri sangat steril dari khalayak yang tidak berkepentingan. Sebuah stiker bertuliskan ‘Restricted Area : Authorized Personnel Only’ (Daerah Terbatas : Tanpa Izin Dilarang Masuk) dipasang di pintu ruangan yang selalu tertutup tersebut.
Ruang kerja ini terasa sangat nyaman. Air conditioner membuat udara cukup dingin. Beberapa unit komputer dan layar monitor yang memantau pergerakan pesawat, menjadi pemandangan umum. Sesekali, terdengar suara pilot sebuah pesawat berkomunikasi dengan petugas melalui radio.
Selain di ADC tower pemanduan pesawat ini juga dilakukan di ruang approach control unit (APP) dan diteruskan ke area control centre (ACC) yang ada di Makassar dan Jakarta. Di bandara Juanda, APP berada di Lantai 3 Gedung Angkasa Pura I.
Beda dengan di ADC yang mengandalkan pandangan mata, di APP, petugas memandu hanya menghadapi monitor radar.
Petugas ATC di APP hanya diizinkan memandu pesawat yang telah lepas dari pengawasan ATC di atas menara (ADC), atau setelah pesawat terbang setinggi 2.500 kaki atau 5 km.
Sedangkan di APP, petugas hanya diizinkan memandu secara vertikal di ketinggian 24.500 kaki. Sedangkan untuk horizontal dibatasi ke barat Jogjakarta dan Semarang, utara hingga Laut Jawa berbatasan dengan Banjarmasin, ke timur hingga Banyuwangi, dan selatan sampai Malang. Di atas 24.500 kaki, pemanduan diserahkan pada area control center (ACC) yang berlokasi di Ujungpandang. (Surya/ab/ono)
baca juga: