Polda Siap Proses Bos Investasi
kasus penipuan berkedok investasi tidak hanya terjadi di Kota Pontianak,
TRIBUNNEWS.COM PONTIANAK - Kapolda Kalbar, Brigjen Pol Unggung Cahyono melalui Kabid Humas Polda Kalbar, AKBP Mukson Munandar mengatakan kasus penipuan berkedok investasi tidak hanya terjadi di Kota Pontianak, namun sudah marak terjadi di beberapa wilayah di luar Kalbar.
"Modus kejahatan dengan penipuan investasi ini seang marak terjadi. Kita harapkan masyarakat yang ingin berinvestasi untuk jeli dan jangan hanya memikirkan keuntungan namun tidak mengetahui dampaknya," ungkap Mukson kepada Tribun, Minggu (25/11).
Terkait kasus investasi CV Polisena Promo Sejahtera (PPS) yang telah meresahkan para deposannya, karena pembayaran keuntungan ke deposan macet sejak September 2012, setelah Direkturnya, Zul Fahmi Tanjung menghilang, Mukson berharap pihak yang merasa dirugikan melaporkan kepada pihak kepolisian. Dengan demikian .
"Kalau ada laporan tentu kita siap memproses. Karena itu kita minta yang merasa dirugikan untuk melaporkan sehingga dapat dilakukan penyelidikan untuk mengungkap adanya kejahatan penipuan dengan modus investasi tersebut," katanya.
Ia meminta masyarakat lebih berhati-hati dan apabila ingin berinvetasi dapat memilih yang jelas. "Lebih baik cari yang jelas dan harus mengetahui secara pasti baik itu investasi seperti arisan, bank atau permodalan lainnya sehingga tidak tertipu dengan keuntungan saja. Kalau ingin berinvestasi lebih baik ke bank dan tentunya harus juga memilih yang jelas," kata Mukson.
Imbauan senada juga disampaikan Ketua Komisi A DPRD Kalbar, Retno Pramudya mengharapkan deposan CV Polisena Promo Sejahtera (PPS). "Kalau memang merasa dirugikan dan ingin uangnya kembali, sebaiknya melaporlah ke polisi," ujar Retno kepada Tribun, Minggu (25/11/2012).
Menghilangnya Direktur CV PPS sejak tiga bulan lalu dan tidak dibayarnya keuntungan bulanan kepada deposan, menjadi indikasi tindakan penipuan dan penggelapan. Namun menurut Retno, polisi akan punya alasan bertindak jika ada laporan pihak yang dirugikan.
Jika hal itu memang tindak kejahatan, kata Retno, barangkali uang deposan akan sulit kembali. Tapi setidaknya, adanya laporan kepada penegak hukum menjadi awal proses hukum terhadap pelakunya. "Setidaknya pelaku itu harus dihukum," tandasnya.
Retno pun mendesak kepada Pemprov Kalbar maupun pemerintah kabupaten/kota se-Kalbar, memperketat pengawasan kepada lembaga keuangan di wilayahnya. Ini untuk mengantisipasi terjadinya kerugian di pihak warga akibat mempercayai lembaga yang ilegal.
Masyarakat pun diminta berhati-hati ketika bermaksud menginvestasikan uangnya ke pihak perusahaan. "Pilihlah lembaga yang punya legalitas. Namun perlu diingat juga bahwa investasi itu pasti ada risikonya," pesan Retno.
Anggota DPRD Kalbar, Suprianto juga mengharapkan hal yang sama. Deposan yang merasa dirugikan, sebaiknya melapor ke pihak kepolisian. "Ini masuk delik aduan. Kalau tidak ada laporan, tidak bisa polisi memprosesnya," katanya.
Sementara jika laporan sudah dibuat, kata Suprianto, pihak kepolisian harus segera menindaklanjutinya. "Polisi tidak boleh pandang bulu. Siapapun pelakunya, kalau pun ada bekingnya, dia harus diproses," ujarnya.
Suprianto mengatakan, di Indonesia ini sudah ada aturan perundang-undangan tentang lembaga keuangan. Masyarakat diimbau mengetahui aturan-aturan tersebut, sebelum berhubungan dengan sebuah lembaga keuangan.
Hal pertama yang patut diketahui adalah, ada atau tidaknya legalitas dari lembaga keungan tersebut. "Jangan mau diiming-imingi keuntungan besar. Tapi perhatikan juga apakah itu lembaga resmi atau bukan," kata Suprianto. Sebab jika ternyata lembaga keungan yang dipilih itu ilegal, maka masyarakatlah yang bakal mengalami kerugian.
Seperti berita Tribun kemarin, deposan CV PPS diliputi keresahan karena sejak September, hak keuntungan yang seharusnya mereka dapatkan tidak dibayarkan. Bahkan modal yang mereka setor belum ada kepastian kembali atau tidak, setelah menghilangnya Direktur CV PPS Zul Fahmi Tanjung.