Senin, 6 Oktober 2025

Kurikulum Merdeka

Kunci Jawaban Pendidikan Pancasila Kelas 6 SD Kurikulum Merdeka Hal 69: Kewajiban untuk Berani Jujur

Simak berikut ini merupakan kunci jawaban buku Pendidikan Pancasila Kelas 6 SD Kurikulum Merdeka Hal 69: Kewajiban untuk Berani Jujur

Canva/Tribunnews
GRAFIS KUNCI JAWABAN - Template kunci jawaban untuk soal Kurikulum Merdeka yang dibuat di Canva Premium pada Selasa (15/4/2025). Simak berikut ini merupakan kunci jawaban buku Pendidikan Pancasila Kelas 6 SD Kurikulum Merdeka Hal 69: Kewajiban untuk Berani Jujur 

“Kalian ternyata sulit diingatkan, ya?” ujar Pipin, satu-satunya perempuan di kelompok itu. Ia tampak jengkel karena pendapatnya tidak dihiraukan.

“Ya, namanya juga anak SD, Pin, ha ha ha,” Sedi tertawa diikuti teman temannya. Ketika Sedi, Bonar, Hendra, dan Pigey baru menjangkau sepeda mereka, Pipin sudah mendahului melaju ke arah sekolah.

Matahari siang itu terasa sangat terik. Sesampai di sekolah, Pipin buru buru turun dari sepeda. Ia berharap masih bertemu Indi dan Memey. Namun, ia tidak mendapati siapa pun di sana. Bekas potongan plastik kecil-kecil tampak tercecer di sekitar tempat sampah. Bonar dan tiga temannya yang lain pun sudah sampai. Suasana sekolah tampak lengang. Anak-anak itu saling pandang. Mereka pun terduduk di lantai selasar sekolah. Udara yang sangat panas membuat mulut terasa kering. Perasaan bingung dan kecewa pada diri sendiri terlihat jelas di wajah mereka.

“Bagaimana sekarang? Kita mau membuat prakarya apa, nih?” tanya Pipin membuat keempat temannya terhenyak.

“Kita buat saja dari apa kita punya barang. Botol air mineral yang besar kita lubangi bagian atas dan bawahnya. Kita cat itu botol. Jadilah wadah tas plastik bekas biar tidak tercecer di dapur. Bermanfaat, ‘kan? Gampang, ‘kan?” Pigey memberi usulan.

Anak-anak tertawa. Bonar terpingkal-pingkal sambil merebahkan tubuh di lantai. Hanya Hendra yang setuju dengan ide Pigey, “Iya, betul, lo. Itu bermanfaat dan gampang, nanti bisa dilukisi juga, ‘kan?”

Pipin menanggapi, “Yah, itu mah anak kelas satu juga bisa.”

“Mau bagaimana lagi? Boleh jugalah usul Sedi daripada kita tidak membuat apa pun. Ayo, kita mulai. Siapa yang punya cat dan kuas?” kata Bonar. Teman Temannya terdiam.

“Ayo, kita mulai melubangi botol tadi. Adakah yang membaca cutter?” tanya Bonar lagi. Ternyata tidak ada yang membawa cutter. Sedi mencoba melubangi botol air mineral besar itu menggunakan gunting. Bonar, Hendra, dan Pipin mengikuti apa yang dilakukan Sedi. Pigey mengamati kegiatan teman temannya.

Satu jam sudah mereka berupaya melubangi botol. Lubang-lubang yang mereka buat tampak tidak rapi, ukurannya pun berbeda-beda. Ternyata pekerjaan itu tidak semudah yang mereka bayangkan.

“Teman-teman, saya mau salat dulu dan perut terasa lapar, nih. Bagaimana kalau kita lanjutkan nanti sore? Kalau kalian mau, kita lanjutkan di rumah saya, yuk!“

Pipin menghela napas dengan wajah cemberut. Ia mulai mengemasi botol-botol dan barang-barang yang ia bawa. Bergegas ia mencari sandalnya, lalu menuju tempat parkir, sambil berujar, “Sedi, saya tidak janji nanti bisa ke rumahmu atau tidak.”

“Oke. Yuk, pulang! Saya juga sudah lapar,” sahut Bonar. Kelima anak itu segera mengambil sepeda dan pulang ke rumah masing-masing.

Sore harinya, Bonar datang ke rumah Sedi. Di tangannya ada barang yang ia bungkus dengan tas plastik putih. “Sedi, bagaimana kalau ini saja yang dikumpulkan? Saya pikir-pikir benar juga kata Pipin. Prakarya anak kelas VI kok hanya melubangi botol dan mengecatnya. Ha ha ha,” ujar Bonar sambil tertawa. Ia menunjukkan tempat tisu dari sedotan bekas yang dianyam dan dirangkai. Tempat tisu tersebut dibuat oleh bibinya.

Sedi pun senyum-senyum sambil menggaruk-garuk kepala mengingat botol-botol yang belum dicat. Ia pun setuju untuk membawa kerajinan berupa tempat tisu dari sedotan bekas yang dianyam dan dirangkai oleh bibinya Bonar.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved