Perempuan Kepala Keluarga Masih Alami Diskriminasi, PEKKA Dorong Pengakuan dan Pemberdayaan
Langkah utama dilakukan PEKKA adalah melakukan pendampingan dan penguatan diri kepada perempuan kepala keluarga agar mereka mendapatkan percaya diri.
Kisah-kisah ini kemudian digunakan sebagai alat advokasi kepada pemerintah di tingkat desa, kabupaten, hingga nasional.
Baca juga: Komnas Perempuan: Jakarta Jadi Kota dengan Laporan Kekerasan Berbasis Gender Tertinggi di Indonesia
"Selama ini kami mungkin tidak dianggap, tapi nyatanya kami ada, dan jumlahnya cukup banyak di Indonesia," tegas Romlawati.
Dengan semakin kuatnya komunitas PEKKA, mereka difasilitasi untuk membentuk Serikat Perempuan Kepala Keluarga di tingkat kabupaten/kota.
Melalui program INKLUSI, pengalaman perempuan kepala keluarga yang telah berhasil mengorganisir diri digunakan untuk menjangkau kelompok masyarakat marjinal lainnya, termasuk penyandang disabilitas.
Selain menghadapi diskriminasi sosial, perempuan kepala keluarga juga mengalami hambatan ekonomi. Untuk itu, PEKKA mengembangkan sistem koperasi simpan pinjam, yang tidak hanya diperuntukkan bagi perempuan kepala keluarga tetapi juga diperluas ke kelompok disabilitas dan komunitas rentan lainnya.
"Karena pertumbuhan ekonomi mereka tidak terjangkau, kami mulai mengembangkan koperasi dan sistem simpan pinjam. Hal ini juga kami sebarluaskan kepada kelompok disabilitas lainnya," kata Romlawati.
Baca juga: Wamendagri: Partisipasi Perempuan di Pilkada Serentak 2024 Meningkat
Harapannya, dengan berbagai upaya yang telah dilakukan PEKKA, perempuan kepala keluarga kini memiliki ruang untuk berkembang, berdaya, dan bersuara.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.