Senin, 6 Oktober 2025

Pasar Otomotif 2025 Diprediksi Masih Lesu, Merek-merek Mapan Hadapi Pesaing Baru dari China

Penjualan otomotif di 2024 cenderung turun kendati target penjualan anggota Gabungan Industri Otomotif Nasional di tahun tersebut terlampaui.

|
Penulis: Choirul Arifin
Tribunnews/Choirul Arifin
Suasana pameran otomotif GIIAS, Senin, 22 Juli 2024. 

“Upaya pemulihan yang berkelanjutan, mungkin melalui promosi atau kemitraan pemerintah, dapat memanfaatkan tren ini,” katanya.

Menurut dia, penurunan pasar otomotif nasional tidak melulu karena tekanan ekonomi yang terjadi saat ini.

Suasana pengunjung GIIAS 2024 di akhir pekan
Suasana pengunjung GIIAS 2024 di akhir pekan (Tribunnews/Choirul Arifin)

Dalam pengamatannya, hadirnya pemain otomotif baru yang mendatangkan mobil EV (Listrik) membuat merek-merek mapan di Indonesia  yang secara tradisional mendominasi pasar menghadapi persaingan yang lebih ketat.

Faktor-faktor seperti loyalitas merek, persepsi pelanggan, dan strategi penetapan harga tetap penting bagi merek-merek teratas ini untuk mempertahankan pangsa pasar mereka.

Baca juga: Setahun di Indonesia, BYD Kuasai 36 Persen Pasar Mobil Listrik

Apalagi, merek-merek seperti MG, Wuling, Chery, Aion, Jetour, dan BYD sangat agresif. Mereka memasuki pasar Indonesia dengan menawarkan harga yang kompetitif dan fitur-fitur inovatif, khususnya di segmen kendaraan listrik dan hibrida.

Peluncuran SUV Chery Tiggo 5X di Jakarta, Kamis malam, 13 Juni 2024.
Peluncuran SUV Chery Tiggo 5X di Jakarta, Kamis malam, 13 Juni 2024. (HO)

“Saya mengamati, pendatang baru menarik bagi demografi yang lebih muda dan lebih paham teknologi."

"Mereka sering menawarkan alternatif yang lebih terjangkau untuk segmen premium, menarik pelanggan yang memprioritaskan fitur daripada warisan merek."

"Strategi ini memberi tekanan pada merek-merek tradisional untuk berinovasi dan merevisi struktur harga mereka,” kata Suhendra lagi.

Baca juga: Dukung Zero Emission, MMKSI Serah Terima 11 Kendaraan Listrik Mitsubishi L100 ke Rentokil

Bagaimana dengan tantangan pasar otomotif pada 2025? Menurut Andrea Suhendra sebagai nahkoda Degree Synergy International, pasar otomotif Indonesia pada tahun 2025 menghadapi jalan yang penuh tantangan, karena adanya  penyusutan daya beli kelas menengah, melambatnya pertumbuhan manufaktur, dan beban suku bunga yang tinggi.

Menurutnya, penurunan PMI (Purchasing Manager Index) yang berkelanjutan di bawah 50 sejak pertengahan 2024 kemungkinan menandakan berkurangnya permintaan konsumen dan bisnis, yang dapat berdampak negatif pada sektor otomotif.

Pengunjung melihat pameran otomitif bertajuk GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) Bandung 2024 di Sudirman Grand Ballroom, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/9/2024). Pameran yang akan berlangsung hingga 29 September 2024 tersebut memamerkan 18 merek kendaraan bermotor roda empat, sejumlah kendaraan roda dua, dan juga beberapa merek industri pendukung. Dipilihnya Bandung sebagai lokasi penyelenggaraan GIIAS didorong oleh daya tarik kota ini dalam pasar otomotif nasional. Berdasarkan data sebaran kendaraan bermotor GAIKINDO, Jawa Barat tercatat sebagai salah satu provinsi dengan kontribusi terbesar, menduduki posisi dua besar dalam pencapaian sebaran otomotif nasional pada periode Januari-April 2024, dengan kontribusi hampir 16 persen dari total capaian di Indonesia. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)
Pengunjung pameran otomitif bertajuk GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) Bandung 2024 di Sudirman Grand Ballroom, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/9/2024). (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Kemudian kelas menengah yang menyusut (-9,5 persen & -4,5 juta) secara langsung berdampak pada daya beli di sektor otomotif, terutama untuk kendaraan roda empat.

Angka pengangguran yang terus meningkat, dengan jumlah pengangguran mencapai lebih dari 50 juta orang, dan diperkirakan masih dalam tren peningkatan, jelas berdampak pada daya beli masyarakat. 

Inflasi pangan terus meningkat lebih cepat daripada inflasi keseluruhan, sehingga secara tajam mengurangi daya beli konsumen.

Masalah lain adalah pembiayaan kendaraan roda empat (4W) menghadapi prospek yang terbatas karena suku bunga Bank Indonesia yang stabil di angka 6 persen dan berdampak pada meningkatnya NPL (non performing loan) pinjaman di perbankan.  

Juga kenaikan PPN sebesar 1 persen diperkirakan akan menaikkan inflasi, memperketat daya beli konsumen, dan meningkatkan biaya barang dan jasa. 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved