Pasar Otomotif 2025 Diprediksi Masih Lesu, Merek-merek Mapan Hadapi Pesaing Baru dari China
Penjualan otomotif di 2024 cenderung turun kendati target penjualan anggota Gabungan Industri Otomotif Nasional di tahun tersebut terlampaui.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penjualan otomotif di 2024 sebenarnya cenderung turun kendati target penjualan anggota Gabungan Industri Otomotif Nasional (Gaikindo) di tahun tersebut terlampaui.
Seperti diketahui bersama, Gaikindo memasang target penjualan kendaraan anggotanya secara nasional sebesar 850.000 unit yang merupakan hasil koreksi dari target yang dibuat sebelumnya sebesar 1,1 juta unit.
Andrea Suhendra, pengamat otomotif sekaligus analis bisnis dari Degree Synergy International dalam kegiatan webinar Indonesia Automotive Outlook pada 18 Januari 2024 melalui zoom online mengatakan, penjualan anggota Gaikindo di 2024 meraih angka penjualan 865.723 unit (whole sales) dan 889.680 unit (retail sales).
Dibanding penjualan yang diraih pada tahun 2023, angka-angka tersebut terjadi penurunan.
Di tahun 2023, penjualan whole sales Gaikindo tercatat sebanyak 1.005.802 unit, sementara retail salesnya sebesar 998.059 unit. yang diikuti sekitar 400 peserta itu.
Segmen SUV Tumbuh Signifikan
Dari hasil ulasannya, penjualan kendaraan anggota Gaikindo di segmen kendaraan penumpang, banyak ditopang kendaraan jenis MPV, SUV, LCGC, hatchback dan sedan.
Namun penjualan segmen kendaraan tersebut dari tahun ke tahun mengalami penurunan.
Misalnya MPV yang pada tahun 2020 meraup penjualan sebesar 37,6 persen, tahun 2024 hanya mencatat market share 35,9 persen.
Segmen kendaraan SUV yang pada tahun 2023 berhasil meraih market share tertinggi sebesar 33,8 persen, tahun 2024 hanya meraih 31,5 persen.
“Penjualan kendaraan di segmen SUV tumbuh paling signifikan dan konsisten," ujarnya.
"Pemilik merek dan dealer harus fokus pada perluasan penawaran SUV mereka dan peningkatan lini produk untuk menangkap preferensi konsumen ini terutama untuk SUV 7 penumpang sebagai preferensi terbanyak di Indonesia,” kata Suhendra.
Dalam analisanya, Suhendra juga melihat segmen LCGC yang tumbuh 26,9 persen di 2020 dan terus menurun hingga tahun 2022.
Tetapi segmen telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, mencapai 26,3 persen pada tahun 2024 ini butuh perhatian di kalangan APM dan tenaga penjual di dealer-dealer.
Menurutnya, profil pelanggan Indonesia adalah konsumen yang sadar anggaran atau di pasar dengan insentif untuk kendaraan berbiaya rendah.
Baca juga: Suzuki Akan Kenalkan Compact SUV Terbaru di Semester I 2025
“Upaya pemulihan yang berkelanjutan, mungkin melalui promosi atau kemitraan pemerintah, dapat memanfaatkan tren ini,” katanya.
Menurut dia, penurunan pasar otomotif nasional tidak melulu karena tekanan ekonomi yang terjadi saat ini.

Dalam pengamatannya, hadirnya pemain otomotif baru yang mendatangkan mobil EV (Listrik) membuat merek-merek mapan di Indonesia yang secara tradisional mendominasi pasar menghadapi persaingan yang lebih ketat.
Faktor-faktor seperti loyalitas merek, persepsi pelanggan, dan strategi penetapan harga tetap penting bagi merek-merek teratas ini untuk mempertahankan pangsa pasar mereka.
Baca juga: Setahun di Indonesia, BYD Kuasai 36 Persen Pasar Mobil Listrik
Apalagi, merek-merek seperti MG, Wuling, Chery, Aion, Jetour, dan BYD sangat agresif. Mereka memasuki pasar Indonesia dengan menawarkan harga yang kompetitif dan fitur-fitur inovatif, khususnya di segmen kendaraan listrik dan hibrida.

“Saya mengamati, pendatang baru menarik bagi demografi yang lebih muda dan lebih paham teknologi."
"Mereka sering menawarkan alternatif yang lebih terjangkau untuk segmen premium, menarik pelanggan yang memprioritaskan fitur daripada warisan merek."
"Strategi ini memberi tekanan pada merek-merek tradisional untuk berinovasi dan merevisi struktur harga mereka,” kata Suhendra lagi.
Baca juga: Dukung Zero Emission, MMKSI Serah Terima 11 Kendaraan Listrik Mitsubishi L100 ke Rentokil
Bagaimana dengan tantangan pasar otomotif pada 2025? Menurut Andrea Suhendra sebagai nahkoda Degree Synergy International, pasar otomotif Indonesia pada tahun 2025 menghadapi jalan yang penuh tantangan, karena adanya penyusutan daya beli kelas menengah, melambatnya pertumbuhan manufaktur, dan beban suku bunga yang tinggi.
Menurutnya, penurunan PMI (Purchasing Manager Index) yang berkelanjutan di bawah 50 sejak pertengahan 2024 kemungkinan menandakan berkurangnya permintaan konsumen dan bisnis, yang dapat berdampak negatif pada sektor otomotif.

Kemudian kelas menengah yang menyusut (-9,5 persen & -4,5 juta) secara langsung berdampak pada daya beli di sektor otomotif, terutama untuk kendaraan roda empat.
Angka pengangguran yang terus meningkat, dengan jumlah pengangguran mencapai lebih dari 50 juta orang, dan diperkirakan masih dalam tren peningkatan, jelas berdampak pada daya beli masyarakat.
Inflasi pangan terus meningkat lebih cepat daripada inflasi keseluruhan, sehingga secara tajam mengurangi daya beli konsumen.
Masalah lain adalah pembiayaan kendaraan roda empat (4W) menghadapi prospek yang terbatas karena suku bunga Bank Indonesia yang stabil di angka 6 persen dan berdampak pada meningkatnya NPL (non performing loan) pinjaman di perbankan.
Juga kenaikan PPN sebesar 1 persen diperkirakan akan menaikkan inflasi, memperketat daya beli konsumen, dan meningkatkan biaya barang dan jasa.
Gaikindo: Penjualan Mobil Listrik Tekan Produksi Lokal |
![]() |
---|
Gaikindo Ungkap Total SPK Exhibitor GIIAS 2025 Tembus 38.000 Unit |
![]() |
---|
GIIAS 2025 di BSD Banten Berakhir, 485.569 Orang Telah Berkunjung ke Ajang Pemeran Otomotif |
![]() |
---|
Selain Luncurkan STARGAZER Cartenz, Booth Hyundai di GIIAS 2025 Hadirkan Berbagai Aktivitas Seru |
![]() |
---|
BAIC Luncurkan BJ30 Hybrid di Indonesia, Bamsoet Dorong Produsen Asing Tingkatkan TKDN |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.