Selasa, 7 Oktober 2025

Sindir Puan dan Dasco, Syamsul Ngotot Gugat Tunjangan Pensiunan DPR ke MK

Syamsul Hajidin tetap teguh pada pendiriannya bersama dr. Lita Gading menggugat aturan tunjangan pensiun seumur hidup DPR ke MK.

Tribunnews.com/Chaerul Umam
SINDIR PIMPINAN DPR - Ketua DPR RI Puan Maharani, menyatakan pihaknya siap memberikan penjelasan terkait pengesahan revisi UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI menjadi Undang-Undang. Syamsul Hajidin tetap teguh pada pendiriannya bersama dr. Lita Gading menggugat aturan tunjangan pensiun seumur hidup DPR ke MK. 

TRIBUNNEWS.COM - Seorang pengacara konstitusional, Syamsul Hajidin tetap teguh pada pendiriannya bersama psikolog, Lita Linggayani Gading atau dr. Lita Gading, menggugat  aturan tunjangan pensiun seumur hidup mantan anggota DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal ini buntut Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyebut gugatan tidak bisa dilakukan sepihak.

Kemudian, pernyataan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, yang mengatakan taat dan patuh pada aturan yang berlaku.

Dalam aturannya, tunjangan pensiun DPR telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980, tentang Hak Pensiun Bekas Kepala Lembaga Negara terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Syamsul dan juga dr. Lita mengajukan uji materiil aturan tersebut ke MK dalam perkara nomor 176/PUU-XXIII/2025.

Menurut Syamsul, jawaban dari para pimpinan DPR RI tersebut adalah jawaban normatif.

Pimpinan DPR, kata Syamsul, juga harus melihat prinsip keadilan sosial sebagai landasannya.

Apalagi aturan tersebut, belum pernah dikoreksi selama puluhan tahun alias sejak 1980 disahkan.

"Saya sudah lihat berita, sudah dengar, jawaban DPR normatif saja. Mereka bilang sudah diatur undang-undang. Justru undang-undang itulah yang sedang saya uji sekarang. Kalau mau adil harus dinyatakan bertentangan dengan konstitusi. Hanya itu caranya," jelas Syamsul diwawancarai Tribunnews pada Senin (6/10/2025).

Adapun satu dari poin gugatan Syamsul dan dr. Lita adalah perihal tunjangan pensiunan seumur hidup mantan anggota DPR yang menurutnya merugikan negara serta menunjukkan ketimpangan nyata bagi rakyat Indonesia.

Ia pun dengan tegas menyebut, hal itu sebagai pelanggaran terhadap prinsip keadilan konstitusional.

Baca juga: Alasan Syamsul Gugat Aturan Pensiunan Seumur Hidup Anggota DPR ke MK: Rakyat Indonesia Harus Tahu

Lantas, aturan tersebut sudah ada sejak 1980 yang artinya sudah berlangsung selama sekitar 45 tahun.

Namun, kata Syamsul, belum pernah adanya koreksi terhadap aturan tersebut membuatnya merasa terpanggil untuk menggugat.

Menurut perhitungan kasarnya, seluruh mantan anggota DPR bakal mendapatkan Rp226 miliar uang pensiun per tahun dengan rata-rata Rp3,6 juta per orang. 

Lalu, ketua komisi bisa menerima pensiunan Rp16 jutaan per bulan, ketua DPRD sekitar Rp30-Rp40 juta.

"Keresahan saya dan dr. Lita Gading jelas adanya pensiunan (seumur hidup) anggota DPR ini membawa ketimpangan yang nyata. Seorang anggota DPR bekerja 1-6 bulan saja sudah dapat pensiun meskipun hanya 20 persen. Sementara rakyat biasa, ASN, TNI dan Polri harus kerja puluhan tahun dulu," katanya.

"Ini angka besar untuk masa kerja yang sangat singkat. Rakyat Indonesia harus tahu, tidak ada yang memperhatikan hal ini selama puluhan tahun lamanya, Buat saya  bukan sekadar ingin, tapi harus menggugat," ucapnya menambahkan.

Tunjangan pensiunan tersebut, membuat Syamsul merasa tak rela sebagai pembayar pajak yang tidak mendapatkan apapun.

Sementara anggota DPR yang seharusnya bekerja untuk rakyat justru mendapat uang pensiun walau hanya beberapa bulan menjabat.

Latar belakangnya melakukan gugatan juga atas dasar manifestasi beberapa persoalan yang meresahkan masyarakat sejak lama.

Mulai dari keterlibatan artis menjadi anggota DPR dan duduk pada komisi yang bukan di bidangnya alias tak berkompeten.

Kemudian, keresahan lain misalnya gaji honorer yang hanya menerima Rp400 ribuan di daerah pelosok juga menjadi keamarahan tersendiri bagi Syamsul membandingkan dengan pensiunan anggota DPR.

"Sebetulnya latar belakang masalahnya kompleks, namun jika dicontohkan itu tadi salah satunya. Anggota DPR yang harusnya wakil rakyat untuk rakyat ini mana perannya?" sindir pengacara bidang hukum tata negara ini.

Jadwal sidang perdana alias sidang pendahuluan di MK untuk perkara gugatan pensiunan DPR bakal dilangsungkan pada 10 Oktober 2025.

Syamsul mengaku, siap dan telah mengumpulkan segala kebutuhan untuk mendukung sidang tersebut.

Baca juga: Tunjangan Pensiun DPR Digugat ke MK, Wakil Ketua DPR: Kita Hormati, Tak Ada Keberatan

Di sisi lain, kesiapannya bersama dr. Lita Gading itu sebagai bentuk kolaborasi mereka menargetkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang asas-asas pemerintahan yang baik, menyoroti ketidakadilan sistem yang memberikan hak istimewa kepada elite politik sambil merugikan rakyat biasa.

Dirinya juga menegaskan, aksinya bersama dr. Lita Gading tak ditunggangi oleh siapapun dan pihak manapun.

"Ini murni dari keresahan kami dan hukum harus ditegakkan seadil-adilnya, dari pada memberi pensiunan DPR lebih baik untuk menggaji guru honorer, kasihan mereka di pelosok sana. Negara harus adil," paparnya.

Sosok Lita Gading dan Syamsul Jahidin

Lita Linggayani Gading, yang akrab disapa dr. Lita Gading, lahir di Jakarta pada 10 September 1975.

Sebagai psikolog berpengalaman lebih dari dua dekade, ia dikenal sebagai praktisi klinis yang vokal dalam isu kesehatan jiwa dan sosial.

Pendidikannya yang solid di bidang psikologi menjadikannya narasumber andalan di media massa, termasuk komentarnya pada Mei 2024 tentang kasus kesurupan saksi pembunuhan Vina Cirebon yang menyoroti aspek kejiwaan.

Lita juga sempat menjadi sorotan pada Juli 2025 ketika dilaporkan ke polisi oleh musisi Ahmad Dhani atas tuduhan perundungan anak—kasus yang masih bergulir.

Di luar klinik, ia menjajal dunia hiburan sebagai artis televisi, membahas topik trauma dan gangguan mental yang sering terabaikan.

"Keadilan sosial dimulai dari pemahaman hak dan kewajiban yang adil," ujarnya dalam sebuah wawancara.

Sosok Syamsul Jahidin

Baca juga: Sebut Tunjangan Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Tak Masuk Akal, Ernest Prakasa: Lawan!

Bersama Lita, Syamsul Jahidin membawa kekuatan hukum ke gugatan ini. 

Pria asal Lombok ini adalah pengacara konstitusional dan managing partner di ANF Law Firm (terdaftar AHU-0000456-AH.01.22 Tahun 2022).

Saat ini, Syamsul sedang menempuh doktor (Dr. cand.) di Universitas 17 Agustus 1945 (UTA'45), setelah gelar S.I.Kom, S.H, magister hukum militer, dan komunikasi di STHM.

Sertifikasinya mencakup M.M, CIRP, CCSMS, CCA, dan C.Med, menjadikannya ahli di litigasi, kepailitan, mediasi, serta advokasi konstitusional.

Sebagai dosen hukum dan anggota Dewan Pengacara Nasional (DPN), ia aktif berbagi ilmu melalui Instagram @syamsul_jahidin, di mana ia membahas kasus-kasus kompleks dan ekspansi firma hukumnya.

"Hukum adalah alat untuk keadilan sosial," tulisnya dalam salah satu postingan, yang kini menjadi mantra bagi ribuan pengikutnya.

Gugatan ini lahir dari frustrasi bersama atas tunjangan pensiun DPR yang dianggap tak proporsional.

Yang Digugat

Berdasarkan Surat Menteri Keuangan No. S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR No. KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, mantan anggota DPR yang menjabat hanya satu periode (lima tahun) berhak atas 60 persen gaji pokok seumur hidup, plus tunjangan hari tua Rp15 juta sekali bayar.

Sejak 1980, sekitar 5.175 penerima telah membebani APBN hingga Rp226 miliar.

"Rakyat bekerja 10-35 tahun untuk pensiun, sementara dewan hanya lima tahun sudah seumur hidup. Ini tidak adil," tegas Lita, yang merasa dirugikan sebagai wajib pajak.

Syamsul menambahkan bahwa status DPR sebagai Lembaga Tinggi Negara tak boleh jadi alasan hak istimewa, bertentangan dengan asas keadilan sosial UUD 1945.

Respons Puan

Baca juga: Saat Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Digugat ke MK

Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi gugatan warga tentang tunjangan pensiun anggota DPR yang diajukan ke MK.

Menurut Puan, aspirasi publik adalah hal yang sah dan perlu dihargai, namun pelaksanaannya tetap harus mengacu pada aturan hukum yang berlaku.

“Kita hargai aspirasi, tapi semuanya itu ada aturannya. Kita lihat dulu aturannya,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (2/10/2025).

Puan menekankan bahwa regulasi soal pensiun tidak bisa dipandang dari sudut satu lembaga saja.

Ia menyebut, aturan tersebut bersifat menyeluruh dan berlaku lintas institusi.

“Tidak bisa kita hanya berbicara kepada satu lembaga atau lembaga, tapi aturannya ini kan menyeluruh. Jadi kita lihat aturan yang ada,” lanjut Ketua DPP PDIP itu.

SIDANG UMUM PBB — Ketua DPR RI Puan Maharani memberikan pernyataan pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/9/2025). Ia menilai pidato Presiden Prabowo di PBB sebagai momen strategis untuk mengembalikan posisi Indonesia di forum global setelah hampir satu dekade vakum.
SIDANG UMUM PBB — Ketua DPR RI Puan Maharani memberikan pernyataan pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/9/2025). Ia menilai pidato Presiden Prabowo di PBB sebagai momen strategis untuk mengembalikan posisi Indonesia di forum global setelah hampir satu dekade vakum. (Tribunnews.com/Chaerul Umam)

Gugatan tersebut diajukan oleh dua warga, Lita Gading dan Syamsul Jahidin, yang resmi mendaftarkan permohonan uji materiil ke MK. Perkara tersebut teregister dengan nomor 176/PUU-XXIII/2025, sebagaimana tercantum di laman resmi MK pada Rabu (1/10/2025).

Dalam permohonannya, mereka meminta MK menguji Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi Negara, serta Bekas Pimpinan dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara. Fokus uji materi berada pada Pasal 1 huruf A dan F, serta Pasal 12.

Pemohon menilai, Pasal 1 huruf A membuka celah bagi anggota DPR yang hanya menjabat selama lima tahun untuk tetap memperoleh pensiun seumur hidup, bahkan dapat diwariskan. Mereka juga menyoroti besarnya beban APBN untuk membiayai pensiun DPR, yang disebut mencapai Rp226.015.434.000.

Skema pensiun DPR diatur dalam Pasal 13 UU 12/1980, yang menetapkan bahwa besaran pensiun pokok sebulan adalah 1 persen dari dasar pensiun untuk tiap satu bulan masa jabatan, dengan ketentuan minimal 6?n maksimal 75?ri dasar pensiun. Berdasarkan Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR RI Nomor KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, pensiun DPR diperkirakan mencapai sekitar 60?ri gaji pokok.

Pemberian pensiun ini berlaku seumur hidup dan dapat diteruskan kepada pasangan yang masih hidup dengan jumlah lebih kecil apabila anggota DPR meninggal dunia. Selain itu, anggota DPR juga menerima Tunjangan Hari Tua (THT) sebesar Rp15 juta yang dibayarkan satu kali setelah masa jabatan berakhir.

Isu tunjangan DPR mencuat tak lama setelah demonstrasi besar-besaran yang berlangsung pada 25–31 Agustus 2025 di sejumlah kota, termasuk Jakarta, Bandung, dan Makassar. Aksi yang semula digerakkan oleh mahasiswa dan kelompok sipil untuk menolak revisi UU Minerba dan RUU Keamanan Digital, berubah menjadi rusuh setelah muncul kabar kenaikan tunjangan rumah DPR dari Rp3,75 juta menjadi Rp50 juta per bulan. Kenaikan itu disebut sebagai kompensasi atas penghapusan rumah dinas anggota DPR.

Dalam pernyataan sebelumnya, Puan Maharani menyebut bahwa tunjangan tersebut bukan kenaikan gaji, melainkan penyesuaian fasilitas. Namun, publik menilai nominalnya tidak proporsional di tengah tekanan ekonomi dan pemangkasan anggaran kementerian.

Respons Dasco

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, merespons soal adanya gugatan yang dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan anggota DPR RI mendapatkan uang pensiun seumur hidup.

Aturan yang digugat adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi Negara.

Gugatan permohonan uji materi itu masuk ke MK dengan nomor perkara 176/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh psikiater Lita Linggayani dan mahasiswa Syamsul Jahidin pada 30 September 2025.

Dasco mengatakan, selama ini DPR hanya mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Undang-undang.

Baca juga: Sosok Lita Gading dan Syamsul Jahidin, Penggugat Tunjangan Pensiun Seumur Hidup DPR ke MK

Aturan soal anggota DPR bisa menerima uang pensiun seumur hidup ini juga dinilai Dasco sudah ada sejak lama.

"Ya sebenarnya kalau anggota DPR itu kan hanya mengikuti karena itu produk undang-undang yang sudah ada, sejak beberapa waktu yang lalu," kata Dasco dilansir Kompas TV, Jumat (3/10/2025).

Namun, terkait gugatan atas aturan penerimaan uang pensiun untuk Anggota DPR ini, Dasco menyebut DPR akan tunduk.

Sehingga apapun putusan MK atas gugatan aturan uang pensiun Anggota DPR, Dasco mengaku pihaknya akan patuh dan mengikutinya.

"Nah apapun itu kami akan tunduk dan patuh pada hukum apa namanya putusan Mahkamah Konstitusi."

"Apapun yang diputuskan kita akan ikut. Demikian," imbuh Dasco.

(Tribunnews.com/ Chrysnha, Chaerul Umam, Faryyanida Putwiliani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved