Respons Putusan MK, Pemerintah Bakal Revisi UU Tapera
MK membatalkan kewajiban kepesertaan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan kewajiban kepesertaan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Pemerintah melalui Kementerian Hukum (Kemenkum) menyatakan akan segera menyiapkan revisi terhadap beleid tersebut.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyampaikan meski putusan MK bersifat inkonstitusional bersyarat, pemerintah diberi waktu selama dua tahun untuk memperbaiki aturan tersebut.
"Jadi sampai dengan saat ini sebenarnya putusan MK itu, karena dinyatakan sebagai putusan yang inskonstitusional bersyarat, maka kita masih punya waktu 2 tahun untuk membenahi itu, tapi mudah-mudahan lebih cepat," kata Supratman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Supratman mengungkapkan pemerintah telah mengantisipasi putusan tersebut.
Ia menyebut telah berkoordinasi dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait untuk menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Menurut dia, RUU tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR tahun 2026 dan dapat dibahas bersamaan dengan revisi UU Tapera.
"Bagi kami di Kementerian Hukum kan memang sudah mengantisipasinya bersama dengan Menteri Perumahan dan Permukiman, itu sudah menyiapkan Undang-Undang tentang Perumahan," ucap Supratman.
Bunyi Putusan MK
Dalam sidang pembacaan putusan perkara Nomor 96/PUU-XXII/2024, Senin (29/9/2025), MK menyatakan sejumlah pasal dalam UU Tapera bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat apabila belum dilakukan penataan ulang sebagaimana diamanatkan Pasal 124 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
“Menyatakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5863 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.
“Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang sebagaimana amanat Pasal 124 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188,” sambungnya.
Untuk diketahui, skema Tapera awalnya hanya untuk pegawai negeri yang dikelola pemerintah melalui Badan Pertimbangan Tabungan PNS atau Bapertarum PNS.
Tetapi dengan lahirnya UU 4/2016 dan Peraturan Pemerintah 25/2020 juncto PP 21/2024, seluruh pekerja dan masyarakat mandiri diikutsertakan dalam penyediaan rumah tersebut.
Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan penerapan Tapera secara seragam tidak adil bagi semua pekerja.
“Bahwa di sisi lain, sifat 'wajib' dalam Pasal 7 ayat (1) UU 4/2016 diberlakukan tanpa membedakan pekerja yang telah memiliki rumah atau belum. Kewajiban seragam bagi seluruh pekerja, termasuk mereka yang sebenarnya sudah memiliki rumah atau masih mencicil rumah, menimbulkan perlakuan yang tidak proporsional,” ujar Enny.
Menteri Maruarar Akhirnya Minta Maaf Usai Banjir Kritik Rumah Subsidi Mini |
![]() |
---|
BP Tapera Buka Lowongan Kerja Terbaru 2025, Simak Formasi, Syarat dan Ketentuan Pendaftarannya |
![]() |
---|
KPK Sita Dokumen dan Barang Bukti Elektronik dari Dinas Perkim Lampung Tengah |
![]() |
---|
Pemda dan Developer Diminta Berkoordinasi demi Percepat Pengembangan Perumahan Rakyat |
![]() |
---|
Bertemu Menko AHY, Bamsoet Dorong Pemenuhan Perumahan Rakyat yang Terintegrasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.