Rabu, 1 Oktober 2025

DPR Siapkan Kajian Tindak Lanjuti Putusan MK yang Batalkan UU Tapera

Dasco Ahmad menegaskan, pihaknya sedang menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan UU Tapera.

Penulis: Chaerul Umam
Tribunnews/Rizki Sandi Saputra
UU TAPERA - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Ia mengatakan, pihaknya sedang menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, pihaknya sedang menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). 

Menurutnya, DPR akan menyiapkan langkah strategis agar keputusan tersebut bisa ditangani sesuai dengan aturan konstitusi.

“Kami ada juga memonitor beberapa putusan MK yang juga baru selesai diputuskan termasuk Tapera,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

Ia menjelaskan, DPR telah meminta Badan Keahlian DPR untuk menyusun kajian komprehensif terkait implikasi putusan MK tersebut. 

Kajian itu nantinya akan menjadi dasar bagi DPR bersama komisi teknis terkait dalam menentukan langkah lebih lanjut.

“Kami sudah minta kepada Badan Keahlian DPR untuk membuat kajiannya yang nanti akan dikoordinasi dengan baik DPR RI dan komisi teknis terkait untuk menyikapi apa yang kemudian harus diperbuat terhadap putusan MK tersebut,” tandasnya.

Dalam sidang pembacaan putusan perkara Nomor 96/PUU-XXII/2024, Senin (29/9/2025), MK menyatakan sejumlah pasal dalam UU Tapera bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat apabila belum dilakukan penataan ulang sebagaimana diamanatkan Pasal 124 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

“Menyatakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5863 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

“Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang sebagaimana amanat Pasal 124 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188,” sambungnya.

Untuk diketahui, skema Tapera awalnya hanya untuk pegawai negeri yang dikelola pemerintah melalui Badan Pertimbangan Tabungan PNS atau Bapertarum PNS.

Tetapi dengan lahirnya UU 4/2016 dan Peraturan Pemerintah 25/2020 juncto PP 21/2024, seluruh pekerja dan masyarakat mandiri diikutsertakan dalam penyediaan rumah tersebut.

Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan penerapan Tapera secara seragam tidak adil bagi semua pekerja.

“Bahwa di sisi lain, sifat 'wajib' dalam Pasal 7 ayat (1) UU 4/2016 diberlakukan tanpa membedakan pekerja yang telah memiliki rumah atau belum. Kewajiban seragam bagi seluruh pekerja, termasuk mereka yang sebenarnya sudah memiliki rumah atau masih mencicil rumah, menimbulkan perlakuan yang tidak proporsional,” ujar Enny.

Meski demikian, Mahkamah menolak untuk sekadar mengubah kata "wajib" menjadi "dapat".

Alasannya, perubahan itu justru akan merusak keseluruhan logika hukum UU Tapera.

“Apabila sifat 'wajib' tersebut berubah menjadi 'dapat', maka keseluruhan mekanisme Tapera kehilangan logika normatifnya. Sanksi menjadi tidak berdasar, kewajiban penyetoran menjadi tidak bermakna, dan operasional kelembagaan Tapera menjadi tidak mungkin dijalankan sebagaimana tujuan pembentukan UU 4/2016,” kata Enny.

Oleh karena itu, MK menilai diperlukan penataan ulang menyeluruh terhadap desain Tapera, bukan sekadar revisi redaksional. Penataan ini harus mengacu pada Pasal 124 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Sebagai informasi, MK menggabung pemeriksaan tiga permohonan perkara pengujian materi UU Tapera. Tiga perkara dimaksud, yakni Perkara Nomor 86/PUU-XXII/2024, Perkara Nomor 96/PUU-XXII/2024, dan Perkara Nomor 134/PUU-XXII/2024.

Perkara Nomor 96/PUU-XXII/2024, yang putusannya dikabulkan MK, diajukan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).

Mereka mengujikan Pasal 7 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 16, Pasal 17 ayat (1), Pasal 54 ayat (1), dan 72 ayat (1) UU Tapera. Pasal 9 ayat (1) UU Tapera berbunyi, “Pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) wajib didaftarkan oleh Pemberi Kerja.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved