Tersangka Kasus LNG Pertamina, Hari Karyuliarto Minta Ahok dan Nicke Bertanggung Jawab
Mantan Direktur Utama Nicke Widyawati dan mantan Komisaris Utama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diminta ikut bertanggung jawab.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina, Hari Karyuliarto (HK), secara terbuka meminta mantan Direktur Utama Nicke Widyawati dan mantan Komisaris Utama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk turut bertanggung jawab.
Pernyataan ini disampaikannya saat tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, pada Kamis (25/9/2025).
"Untuk kasus LNG, saya minta Pak Ahok dan Bu Nicke bertanggung jawab, salam buat mereka berdua ya," ujar Hari, yang merupakan mantan Direktur Gas Pertamina periode 2012–2014, kepada awak media.
Pernyataan Hari tersebut langsung direspons oleh Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.
Menurut Asep, informasi mengenai tanggung jawab pihak lain seharusnya disampaikan langsung kepada penyidik untuk didalami, bukan di ruang publik.
"Seharusnya hal itu disampaikannya ke penyidik. Tidak disampaikan terbuka," ucap Asep.
Namun, ia meyakini bahwa jika informasi tersebut benar, kemungkinan besar sudah disampaikan oleh Hari dalam proses pemeriksaan sebelumnya.
Baca juga: Sosok Yenni Andayani, Eks Direktur Gas PT Pertamina Jadi Tersangka Korupsi LNG, Punya Harta Rp45 M
Latar Belakang Kasus
Hari Karyuliarto bersama mantan Senior Vice President Gas & Power, Yenni Andayani (YA), telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK sejak 31 Juli 2025.
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang sebelumnya menjerat mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, yang vonisnya diperberat oleh Mahkamah Agung menjadi 13 tahun penjara.
Dugaan korupsi ini berpusat pada kontrak pembelian LNG dari Corpus Christi Liquefaction, LLC, anak usaha perusahaan Amerika Serikat, Cheniere Energy Inc., yang diteken pada periode 2013–2014.
Baca juga: KPK Panggil 2 Eks Petinggi Pertamina Tersangka Baru Kasus Korupsi LNG
Kontrak jangka panjang selama 20 tahun (2019–2039) itu bernilai sekitar 12 miliar dolar AS atau setara Rp198 triliun.
Menurut KPK, pengadaan tersebut diduga kuat menyalahi prosedur, antara lain:
1. Dilakukan tanpa pedoman pengadaan yang jelas.
2. Tidak didasari kajian teknis dan ekonomi yang memadai.
3. Tidak disertai perjanjian penjualan kembali di dalam negeri (back to back contract).
4. Diduga tanpa izin dari Kementerian ESDM dan persetujuan RUPS maupun Dewan Komisaris.
Akibatnya, LNG yang dibeli tidak pernah masuk ke Indonesia dan harganya jauh lebih mahal dibandingkan gas domestik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.