Sabtu, 4 Oktober 2025

Amnesty Internasional Menilai Pidato Presiden Prabowo di PBB Tak Selaras dengan Kebijakan Indonesia

Pidato Presiden Prabowo yang menawarkan 20.000 pasukan Indonesia untuk misi kedamaian tak sejalan dengan kebijakan dalam negeri.

Tribunnews.com/Alfarizy
PIDATO PRABOWO - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyoroti pidato Presiden Indonesia, Prabowo Subianto di Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, AS. Menurutnya pidato Presiden Prabowo yang menawarkan 20.000 pasukan Indonesia untuk misi kedamaian tak sejalan dengan kebijakan dalam negeri. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyoroti pidato Presiden Indonesia, Prabowo Subianto di Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, AS.

Menurutnya pidato Presiden Prabowo yang menawarkan 20.000 pasukan Indonesia untuk misi kedamaian tak sejalan dengan kebijakan dalam negeri.

Baca juga: Menlu RI Dorong Misi PBB untuk Stabilitas dan Rekonstruksi Gaza

"Pidato presiden di PBB menyebut kesetaraan, keadilan, perdamaian, dan menawarkan 20.000 pasukan Indonesia untuk misi penjaga perdamaian. Retorika yang terdengar mulia itu berbanding terbalik dengan kebijakan luar dan dalam negeri dalam isu yang diangkat," kata Usman Hamid, Kamis (25/9/2025).

Menurutnya presiden tidak lantang menyebut yang terjadi di Palestina sebagai genosida. 

PBB maupun lembaga HAM internasional seperti Amnesty International telah mengkonfirmasi terjadi genosida di Palestina yang dilakukan Israel.

 

 

"Penggunaan kata 'Catastrophe' oleh presiden untuk menjelaskan situasi Gaza berpotensi mengaburkan tanggung jawab Israel atas genosida. Penting bagi komunitas internasional, termasuk Indonesia, untuk mengakhiri genosida dan mengadili yang bertanggung jawab," imbuhnya.

Usman mengatakan Indonesia semestinya mendesak Israel membongkar permukiman ilegal dan berhenti berdagang atau berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang berkontribusi terhadap genosida, apartheid, atau pendudukan ilegal Israel.

Baca juga: Pidato Prabowo di PBB Dinilai Bisa Dongkrak Ekonomi dan Tarik Investor

Hal itu kata dia, sejalan dengan Advisory Opinion ICJ Juli 2024, Indonesia harus menyerukan mengakhiri pendudukan militer Israel didasarkan pada fakta bahwa pendudukan tersebut merupakan akar penyebab pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan berkepanjangan terhadap warga Palestina di tangan otoritas Israel dan pilar sistem apartheid Israel.

"Di tingkat kebijakan nasional, Indonesia semestinya meneguhkan lagi komitmen untuk meratifikasi Statuta Roma 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional. Ratifikasi ICC masuk dalam empat kali RANHAM sejak 1998, tapi hilang dalam RANHAM kelima di era pemerintahan Jokowi," imbuhnya.

Lebih lanjut, Usman Hamid juga menilai pidato di PBB memang penting. 

Tapi kredibilitas Indonesia di mata dunia tidak ditentukan oleh pidato yang menggebu dan kata-kata indah, tapi tindakan nyata. 

"Apa yang dikatakan semestinya sesuai dengan apa yang dilakukan. Selain krisis Palestina, Indonesia perlu membuat terobosan dalam mengakhiri pelanggaran HAM yang berat terhadap Rohingya. Indonesia juga perlu memperbaiki kondisi HAM dalam negeri," jelasnya.

Jangan sampai, ibarat gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang samudera tampak jelas. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved