Senin, 6 Oktober 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Hakim Tegur Legal Wilmar Group Beri Kesaksian Berubah-ubah Saat Sidang: Ada yang Saudara Sembunyikan

Hakim anggota Adek Nurhadi menegur saksi Legal Wilmar Group, Monique karena memberi jawaban berubah-ubah saat sidang kasus suap hakim.

Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
SIDANG SUAP HAKIM - Sidang kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) vonis lepas korporasi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/9/2025). Legal Wilmar Group, Monique jadi saksi di persidangan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim anggota Adek Nurhadi menegur saksi Legal Wilmar Group, Monique karena memberi jawaban berubah-ubah dalam sidang perkara suap vonis lepas korporasi, pada pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada Rabu (24/9/2025).

Hakim Adek menilai ada yang disembunyikan Monique dalam memberikan kesaksian.

Monique dihadirkan menjadi saksi untuk terdakwa eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, tiga mantan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin serta panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

"Saudara Monique, ini tergelitik saya terus bertanya pada saudara. Saudara bisa membedakan kenal dengan pernah bertemu nggak? Kenal dengan pernah bertemu bisa bedakan?" tanya Hakim Adek.

"Bisa," jawab saksi Monique.

Baca juga: Wilmar Group Bantah Ada Pelicin Rp 60 Miliar untuk Urus Perkara CPO

Kemudian majelis hakim menegaskan berbeda atau sama.

"Berbeda," jawab Monique.

"Saudara dalam hitungan detik dan menit, atau menit, bisa berubah jawaban saudara? Tadi saya tanya saudara dari berita itu siapa yang disuap hakim? Siapa yang uangnya berasal dari mana? Saudara bilang enggak tahu," kata Hakim Adek.

Monique saat ditanya Ketua Majelis hakim menyebut nama Ari Bakri.

Baca juga: Saksi Bantah Komunikasi Wilmar Singapura Soal Suap Rp60 M, Siap Dikonfrontir di Sidang

Namun, saat hakim bertanya soal Ari Bakri, Monique mengaku tidak kenal. 

"Tadi saya tanya, saudara tahu suami Marcella Santoso namanya Ari Bakri tapi memang nggak pernah ketemu. Itu aja saudara tahu. Saudara itu ada yang saudara sembunyikan," kata Hakim Adek.

Hakim Adek memperingatkan saksi Monique bila dirinya sudah disumpah.

"Tapi itu terserah saudara ya. Saudara sudah bersumpah, berjanji menurut agama saudara bagaimanapun akan disimpan busuk itu akan terbuka juga suatu saat nanti," jelasnya.

Bantah Ada Pelicin Rp 60 Miliar untuk Urus Perkara CPO

Dalam sidang, Monique membantah adanya dana Rp 60 miliar untuk urus perkara ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO).

Mulanya jaksa menanyakan kesaksian Pendiri Ariyanto Arnaldo Law Firm (AALF), Ariyanto Bakri dalam sidang sebelumnya.

Bahwa Ariyanto Bakri pernah diberi nomor Singapura untuk berkomunikasi dengan pihak Wilmar Singapura dari Marcella Santoso.

Kemudian, lanjut jaksa setelah ada komunikasi, disepakati penyerahan uang sebesar Rp 60 miliar di sekitaran lobby hotel Pacific Mall Place. 

"Orang itu menurut keterangan Arianto adalah orang suruhan atau perwakilan dari Wilmar. Sepengetahuan saksi, pernah ada informasi tidak terkait penyerahan uang untuk pengurusan perkara migor ini dari Wilmar Singapura maupun para pejabat Wilmar di Indonesia?" tanya jaksa di persidangan.

Mendengar pertanyaan jaksa, Monique pun membantahnya.

"Tidak pernah," jawabnya.

Jaksa lalu menyinggung keterangan saksi pada persidangan sebelumnya, Head of Social Security Legal Wilmar Group M Syafei yang menjelaskan untuk pengurusan perkara minyak goreng merujuk kepada nama Monique.

Lagi-lagi, Monique membantahnya.

"Tidak, saya hanya mengurus administrasinya saja sih," ucap Monique.

Kemudian jaksa kembali mencecar soal aliran dana Rp 60 miliar tersebut.

"Terus uang Rp60 miliar itu uang siapa saudara tidak tahu?" tanya jaksa.

Monique menegaskan tak tahu uang tersebut.

Lalu jaksa juga mencecar soal pembayaran fee ke AALF menggunakan valas dollar.

Monique pun membantahnya.

"Tidak pernah," ucap Monique.

Kemudian jaksa menanyakan apakah saksi mengetahui dari putusan hakim pada saat itu pada perkara minyak goreng.

"Putusan hakim pada saat itu karena, saya agak lupa ya, karena ada tindakannya namun tindakannya bukan merupakan tindakan pidana. Karena waktu itu kerugian negaranya itu ada pertimbangannya di perdata," jelas Monique.

Akhirnya putusannya onslag, tanya jaksa kembali.

"Iya," jawab Monique.

Konstruksi Kasus Suap Hakim

Kasus suap hakim bermula saat tiga korporasi besar yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun dalam kasus persetujuan ekspor CPO atau bahan baku minyak goreng.

Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar uang pengganti yang berbeda-beda. 

PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau (Rp 11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 atau (Rp 937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp Rp 4.890.938.943.794,1 atau (Rp 4,8 triliun).

Uang pengganti itu harus dibayarkan tiga korporasi lantaran dalam kasus korupsi CPO negara mengalami kerugian sebesar Rp 17,7 triliun.

Bukan divonis bersalah, tiga hakim yakni Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin justru memutus 3 terdakwa korporasi dengan vonis lepas atau onslag pada Maret 2025.

Tak puas dengan putusan tersebut, Kejagung langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Sejalan dengan upaya hukum itu, Kejagung juga melakukan rangkaian penyelidikan setelah adanya vonis lepas yang diputus ketiga hakim tersebut. 

Hasilnya Kejagung menangkap tiga majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut dan menetapkannya sebagai tersangka kasus suap vonis lepas.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved