Tips Kesehatan
6 Kesalahan MPASI yang Sering Dilakukan Orang Tua Baru dan Cara Menghindarinya
Memasuki usia 6 bulan, bayi sudah bisa mulai mendapatkan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI).
Penulis:
Widya Lisfianti
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Memasuki usia 6 bulan, bayi sudah bisa mulai mendapatkan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI).
MPASI adalah makanan yang diberikan selain ASI, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang semakin meningkat seiring pertumbuhan.
Agar kebutuhan zat gizinya terpenuhi, MPASI sebaiknya beragam dan mengandung minimal lima dari delapan kelompok makanan, yakni: ASI, makanan pokok, kacang-kacangan, produk susu, daging-dagingan, telur, sayur-buah kaya vitamin A, serta sayur-buah lainnya.
Saat ini, terdapat banyak pendekatan dalam memperkenalkan makanan padat, mulai dari metode baby-led weaning, pemberian makanan lumat, atau kombinasi keduanya.
Namun, apa pun pendekatannya, banyak orang tua ternyata sering melakukan kesalahan serupa yang membuat proses makan menjadi lebih sulit dari seharusnya.
Berikut enam kesalahan MPASI yang perlu dihindari, sebagaimana dijelaskan oleh Emma Hubbard, Pediatric Occupational Therapist dengan pengalaman klinis lebih dari 12 tahun, yang telah melakukan medical review pada artikel ini di Brightest Beginning.
1. Terlalu Cepat Menyerah Memberikan Makanan Padat
Bayi sering membuat ekspresi aneh, mendorong makanan keluar dengan lidah, atau bahkan tersedak saat pertama kali mencoba makanan padat.
Ini bukan tanda penolakan, melainkan respons alami. Bayi memiliki refleks lidah (tongue thrust) dan refleks muntah (gag reflex) yang kuat di usia awal.
Karena itu, orang tua sebaiknya tetap konsisten memperkenalkan makanan baru secara bertahap.
Baca juga: Makanan Pertama Bayi Tak Harus Hambar, Gula dan Garam Boleh untuk MPASI, Asal Sesuai Batas Aman
2. Membatasi Bayi dari Kekacauan
Proses makan bayi memang berantakan, tetapi interaksi dengan makanan seperti melihat, menyentuh, mencium, hingga merasakan sangat penting untuk pembelajaran sensorik.
Membatasi kekacauan justru membuat bayi lebih sulit menerima makanan baru.
Sebagai solusi, orang tua bisa menggunakan celemek khusus agar lebih mudah membersihkan setelah makan.
3. Memulai MPASI Terlalu Dini
WHO merekomendasikan pemberian MPASI dimulai saat bayi berusia 6 bulan. Namun, banyak orang tua terburu-buru memberi makanan padat pada usia 4–5 bulan karena mengira bayi lapar saat sering terbangun di malam hari. Padahal, kondisi itu biasanya terkait dengan regresi tidur, bukan rasa lapar.
4. Memberi Makan Terpisah dari Keluarga
Bayi belajar dengan meniru. Melibatkan bayi saat makan bersama keluarga akan membantu mereka mengenal makanan sebagai sesuatu yang aman sekaligus menyenangkan.
Melihat orang tua dan anggota keluarga lain makan dapat memotivasi bayi untuk mencoba.
5. Memaksa Bayi Makan Saat Sudah Kenyang
Jika bayi menunjukkan tanda kenyang seperti menolak sendok, menoleh, atau menutup mulut, sebaiknya orang tua berhenti memberi makan.
Memaksa bayi justru bisa menimbulkan kecemasan terhadap makanan dan mengganggu kemampuan mereka mengenali rasa lapar dan kenyang.
6. Menggunakan Kursi Makan yang Tidak Sesuai
Banyak kursi makan bayi terlalu besar atau tidak menopang tubuh dengan baik.
Kondisi ini membuat bayi cepat lelah, sulit menelan, dan kehilangan minat makan.
Idealnya, kursi makan harus membuat bayi duduk tegak dengan kaki bertumpu pada sandaran, serta tray tidak terlalu tinggi agar tangan bebas bergerak.
Tips Praktis MPASI untuk Orang Tua Baru
- Mulai dengan tekstur lembut seperti bubur atau puree, lalu naikkan konsistensinya secara bertahap.
- Perkenalkan satu jenis makanan baru setiap 2–3 hari untuk memantau kemungkinan alergi.
- Hindari garam dan gula tambahan karena ginjal bayi belum siap mengolahnya.
- Fokus pada kualitas, bukan kuantitas. Bayi butuh waktu untuk belajar makan, jadi porsinya bisa kecil di awal.
- Jaga suasana makan tetap positif. Ajak bayi berinteraksi dengan makanan tanpa tekanan agar tumbuh minat makan yang sehat.
(Tribunnews.com/Widya)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.