Pengamat: Masyarakat Gerah Kebisingan di Jalan hingga Muncul Gerakan Tolak ‘Tut Tut Wok Wok’
Suara sirene yang nyaring, terutama di lingkungan padat penduduk atau tengah malam, dapat mengganggu kenyamanan warga, menimbulkan stres.
Penulis:
Dennis Destryawan
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai penolakan masyarakat terhadap penggunaan sirene dan rotator, yang dikenal sebagai strobo, bukan tanpa alasan.
Menurutnya, alat yang seharusnya menjadi tanda peringatan darurat itu justru sering disalahgunakan, hingga memicu keresahan di jalan raya.
Djoko Setijowarno merupakan sarjana Teknik Sipil – Universitas Diponegoro (Undip) dan Magister Teknik Rekayasa Transportasi – Institut Teknologi Bandung (ITB).
Diketahui beberapa pekan terakhir, muncul gerakan menolak penggunaan sirine dan strobo di jalan raya. Penolakan itu dituangkan dalam stiker 'tolak tut tut wok wok’.
Baca juga: Dasar Hukum Penggunaan Sirine dan Strobo Tot Tot Wuk Wuk, Isyarat Warna Lampu hingga Jerat Pidana
“Masyarakat sudah cukup gerah dengan kebisingan di jalanan,” kata Djoko dikutip, Minggu (21/9/2025).
Djoko menjelaskan, setidaknya ada empat faktor penyebab penolakan masyarakat.
Pertama, penyalahgunaan hak istimewa. Kendaraan pribadi atau pejabat kerap menggunakan strobo hanya untuk menerobos kemacetan, meski tidak dalam keadaan darurat.
“Hal ini menimbulkan persepsi bahwa strobo adalah simbol hak istimewa dan bukan alat untuk keselamatan publik,” ujarnya.
Kedua, gangguan dan kebisingan. Suara sirene yang nyaring, terutama di lingkungan padat penduduk atau tengah malam, dapat mengganggu kenyamanan warga, menimbulkan stres, hingga kecemasan.
Ketiga, lemahnya regulasi dan penegakan hukum. Padahal, aturan sudah jelas mengatur siapa yang berhak menggunakan sirene dan rotator, seperti ambulans, pemadam kebakaran, dan polisi. Keempat, berkurangnya kepercayaan publik.
“Ketika sirene dan strobo digunakan sembarangan, masyarakat tidak lagi yakin apakah itu benar-benar situasi darurat atau hanya kendaraan yang ingin mencari jalan pintas,” kata Djoko.
Djoko menekankan bahwa penggunaan jalan merupakan hak asasi setiap orang.
“Tidak ada seorang pun mempunyai hak untuk diutamakan, kecuali didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.
Ia juga menilai langkah Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho yang menertibkan penggunaan sirene dan rotator layak diapresiasi. Namun, kebijakan itu tidak boleh hanya bersifat sementara.
“Penggunaan sirene dan rotator di luar peruntukannya sudah menjadi masalah kronis yang memicu ketidakadilan dan kekacauan di jalan,” kata Djoko.
Ramai Gerakan Stop Strobo dan Sirene di Medsos, Ini Tanggapan Polisi |
![]() |
---|
Muncul Gerakan Stop Sirene dan Strobo, Istana Minta Pejabat Tidak Semena-mena |
![]() |
---|
Polda Sumut Dikabarkan Tangkap 2 Anggota Polantas |
![]() |
---|
70 Tahun Polisi Lalu Lintas: Dari Verkeerspolitie Hingga ke Garda Keselamatan Menuju Indonesia Emas |
![]() |
---|
Polisi Dianiaya Pemuda Saat Bertugas Atur Lalu Lintas di Sawah Besar Jakarta, Berikut Kronologinya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.