Senin, 29 September 2025

Calon Hakim Agung

Calon Hakim Agung Suradi Sebut Pidana Mati Masih Diperlukan, Ini Alasannya

Suradi menilai pidana mati sebagai pidana khusus tetap diperlukan, terutama untuk memberi efek jera pada kejahatan luar biasa.

Penulis: Chaerul Umam
Tangkap layar YouTube TVR Parlemen
CALON HAKIM AGUNG - Calon Hakim Agung Kamar Pidana, Suradi menegaskan bahwa pidana mati tetap relevan dalam sistem hukum Indonesia meski tidak lagi dikategorikan sebagai pidana pokok. Hal itu disampaikannya saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon Hakim Agung, di Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (15/9/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Hakim Agung Kamar Pidana, Suradi menegaskan bahwa pidana mati tetap relevan dalam sistem hukum Indonesia meski tidak lagi dikategorikan sebagai pidana pokok.

Hal itu disampaikannya saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon Hakim Agung, di Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (15/9/2025).

Baca juga: Calon Hakim Agung Alimin Ribut Sujono Tekankan Keseimbangan HAM dan Perlindungan Keamanan Publik

"Kalau kita cermati di UU paling baru, Nomor 1 tahun 2023 itu pidana mati masih dicantumkan walaupun tidak masuk sebagai pidana pokok, tetapi itu adalah pidana khusus," kata Suradi.

Hakim Tinggi Badan Pengawasan Mahkamah Agung itu menilai pidana mati sebagai pidana khusus tetap diperlukan, terutama untuk memberi efek jera pada kejahatan luar biasa.

"Jadi selain pidana pokok, ada pidana tambahan, dan satu lagi pidana khusus. Kenapa pidana khusus, seperti apa, nah itu pidana yang diperlukan barangkali untuk membuat shock therapy kadang-kadang, kalau memang tingkat kejahatannya sudah luar biasa," ucapnya.

Pidana mati adalah bentuk hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan kepada seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana berat, dan pelaksanaannya mengakibatkan kematian terpidana. 

Suradi menjelaskan, ketentuan dalam Pasal 100 KUHP mengatur bahwa pidana mati dijatuhkan dengan masa percobaan 10 tahun. 

Dalam masa tersebut, terpidana masih diberi kesempatan pembinaan.

Baca juga: Calon Hakim Agung Diana Malemita Ginting Ungkap Tantangan Penerapan Pajak Karbon

"Jadi itu ada bagian pembinaannya tetap masih berjalan selama 10 tahun itu apakah yang bersangkutan baik apa tidak, kalau memang perbuatannya baik, menyesali perbuatannya, ada kemungkinan untuk digeser dan diubah menjadi pidana seumur hidup," ujarnya.

Ia menambahkan, skema tersebut menjadi bentuk kompromi antara perlindungan masyarakat dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

"Nah itu adalah menurut saya itu pidana khusus ini memang sebagai jalan tengah untuk mengantisipasi dalam hal tertentu memang masih perlu dijatuhkan. Dan saya setuju dengan konsep KUHP yang paling baru ini," pungkasnya.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan