Generasi Z Diingatkan Jangan Sekadar FOMO Takut Tertinggal Tren, Perkuat Literasi untuk Demokrasi
Rahmat Saleh menyebut pemilih muda dalam hal ini generasi Y dan Z rentan diarahkan oleh popularitas atau mengalami fear of missing out (FOMO).
Penulis:
Fahdi Fahlevi
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Media punya peran penting dalam membentuk orientasi politik generasi muda melalui agenda-setting, framing, bandwagon effect, dan efek viral.
Tanpa adanya literasi kritis, pemilih muda dalam hal ini generasi Y dan Z rentan diarahkan oleh popularitas atau mengalami fear of missing out (FOMO), alih-alih menilai substansi kebijakan.
Hal ini membuat keterlibatan generasi muda dalam pesta demokrasi kerap diarahkan oleh popularitas dan tren, alih-alih menilai substansi kebijakan.
Pernyataan tersebut disampaikan Rahmat Saleh selaku calon Doktor Ilmu Komunikasi (DIK) Angkatan 33 Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta saat seminar sekaligus launching buku bertajuk "Prosumenesia: Transformasi Media Digital dalam Politik dan Demokrasi" di Ruang GBHN, DPR, Kamis (11/9/2025).
Kata “Prosumenesia” yang pertama kali diperkenalkan ke publik melalui peluncuran buku ini diyakini mahasiswa Program Doktoral Ilmu Komunikasi (DIK) angkatan 33 Sekolah Pascasarja USahid Jakarta juga menjadi momen penting yang menandai lahirnya istilah baru dalam peta komunikasi digital Indonesia.
Rahmat Saleh yang kini dipercaya sebagai Wakil Sekjen PKS ini menyebut salah satu temuan penting dalam buku ini adalah peran strategis generasi lilenial dan Gen Z yang mencakup sekitar 60 persen dari total pemilih pada Pilpres 2024.
Tim penulis kata Rahmat Saleh menganalisis bagaimana generasi digital natives ini memanfaatkan media sosial sebagai ruang utama untuk memperoleh informasi, berdiskusi, membangun opini, dan mengekspresikan identitas politik.
Melalui buku ini tim penulis mengungkap bagaimana partisipasi politik digital Gen Z bersifat cepat, instan, dan masif, seringkali terwujud dalam kampanye tagar, petisi online, hingga viral campaign.
Dalam paparanya saat seminar, Rahmat Saleh memandang bahasa media yang provokatif dan simbolik membuat isu politik cepat menjadi tren.
Namun, dominasi kepemilikan media oleh elite politik dan ekonomi menghadirkan risiko.
Saat konstelasi pesta demokrasi, media ucap Rahmat Saleh lebih sering berfungsi sebagai mesin propaganda daripada sarana edukasi publik.
"Tanpa literasi kritis, pemilih muda rentan diarahkan oleh popularitas dan tren, alih-alih menilai substansi kebijakan.Implikasi dari kondisi ini jelas. Generasi Y dan Z merupakan segmen kunci sekaligus arena perebutan narasi utama dalam pemilu," kata Rahmat Saleh.
Politisi PKS yang juga tercatat sebagai anggota Komisi IV DPR Ini memberi beberapa rekomendasi saat pesta demokrasi mendatang berlangsung.
Rekomendasi pertama menyangkut kebijakan, dimana perlunya transparansi kepemilikan media, diversifikasi media, dan pelibatan generasi muda dalam forum legislasi oleh DPR dan pemerintah.
KPU serta Bawaslu juga diingatkannya perlu memastikan kampanye digital menyertakan substansi program, menyediakan kanal fact-checking, dan mengadakan debat publik digital yang ramah Gen Z.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Bersuara Lewat Warna: Cara Anak Muda Tetap ‘Berisik’ Soal Isu Sosial-Politik |
![]() |
---|
Tokoh Muda Betawi Ajak Pemuda Tak Mudah Terprovokasi di Tengah Aksi Demonstrasi |
![]() |
---|
Menaker Yassierli Ajak Generasi Muda Asah Skill Hadapi Tantangan Dunia Kerja Masa Depan |
![]() |
---|
Generasi Muda di Halmahera Timur Malut Diberikan Peningkatan Literasi Bahasa Inggris |
![]() |
---|
Bamsoet Tegaskan Kepemimpinan Generasi Muda Tentukan Daya Tahan Indonesia di Era Disrupsi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.