Selasa, 7 Oktober 2025

Dugaan Korupsi Kuota Haji

KPK Telah Periksa Hilman Latief 10 Jam Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji

KPK sudah periksa Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Dirjen PHU Kemenag), Hilman Latief

MCH 2025
DIPERIKSA KPK - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan intensif selama 10 jam terhadap Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Dirjen PHU Kemenag), Hilman Latief, pada Senin, 8 September 2025.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan intensif selama 10 jam terhadap Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Dirjen PHU Kemenag), Hilman Latief, pada Senin, 8 September 2025. 

Pemeriksaan ini merupakan bagian dari penyidikan mendalam kasus dugaan korupsi terkait penyimpangan pembagian kuota haji tambahan.

Hilman Latief adalah akademisi dan birokrat yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama RI mulai 1 Oktober 2021 hingga restrukturisasi pada 8 September 2025.

Sebelum diangkat menjadi Dirjen PHU, Hilman Latief aktif sebagai Kepala Lembaga Penelitian, Publikasi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UMY sejak 2013.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pemeriksaan yang panjang terhadap Hilman Latief diperlukan karena proses krusial penyelenggaraan ibadah haji berada di bawah wewenang Direktorat Jenderal yang dipimpinnya.

"Kenapa sampai kita memanggil [Hilman Latief] berulang-ulang, kemudian juga memanggil begitu lama, memeriksa begitu lama ya, di beberapa bagian di Dirjen HL ini, karena memang di situ lah proses dari haji ini juga berlangsung," ujar Asep Guntur kepada wartawan pada Rabu (10/9/2025).

Pusat dari penyidikan ini adalah dugaan penyimpangan dalam alokasi kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah pada periode 2023–2024. 

Menurut KPK, pembagian kuota tersebut menyalahi ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. 

Undang-undang tersebut menetapkan alokasi 92 persen untuk jemaah haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

Namun, ketentuan tersebut diubah melalui surat keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, menjadi pembagian 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.

KPK menduga perubahan kebijakan ini tidak hanya merupakan penyimpangan administratif, melainkan didasari oleh niat jahat. 

"Setelah kami susuri, ada niat jahatnya. Jadi, tidak hanya pembagian ini dilakukan begitu saja, tetapi pembagian menjadi 50 persen-50 persen, atau 10 ribu, 10 ribu, itu karena memang ada sejak awal ada komunikasi antara para pihak, yaitu pihak asosiasi dengan oknum di Kementerian Agama," jelas Asep.

Lebih lanjut, KPK mencium adanya aliran dana dari pihak travel haji kepada oknum di Kementerian Agama sebagai pelicin dalam pembagian kuota ini. 

"Lebih jauh lagi kemudian ada uang yang mengalir dari pihak travel ini ke pihak oknum-oknum yang tadi di Kementerjan Agama," tambahnya.

Saat ini, KPK tengah mendalami apakah inisiatif perubahan SK tersebut datang dari asosiasi travel dengan imbalan tertentu (bottom-up) atau merupakan arahan dari pejabat di lingkungan Kementerian Agama (top-down).

Kasus dugaan korupsi pada masa jabatan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ini, menurut perhitungan awal KPK, telah merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp1 triliun. 

KPK juga telah melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit dan menghitung angka pasti kerugian negara, serta menyebut lebih dari 100 biro perjalanan haji diduga terlibat dalam skandal ini.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved