Senin, 29 September 2025

Kelas Menengah Disebut Jadi Penentu Arah Demokrasi di Indonesia

Kepala LAB 45 Jaleswari Pramodhawardani menegaskan bahwa demokrasi Indonesia tengah mengalami kemunduran serius. 

Penulis: willy Widianto
Editor: Wahyu Aji
HandOut/IST
Seminar Nasional Refleksi Delapan Dekade dan Proyeksi Indonesia 2045 di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Laboratorium Indonesia 2045 atau LAB45 menggelar Seminar Nasional bertema Refleksi Delapan Dekade dan Proyeksi Indonesia 2045 di Perpustakaan Nasional, Gambir, Jakarta Pusat.

Untuk diketahui, LAB 45 adalah lembaga kajian yang ingin menyelaraskan antara ilmu pengetahuan dan praktik empiris di berbagai bidang strategis.

LAB 45 berkonsentrasi pada perkembangan global yang berdampak strategis dan bersifat disruptif terhadap kemajuan dan stabilitas Indonesia.

Demokrasi Indonesia pun disorot dalam acara ini.

Kepala LAB 45 Jaleswari Pramodhawardani menegaskan bahwa demokrasi Indonesia tengah mengalami kemunduran serius. 

Jaleswari Pramodhawardani adalah seorang akademisi, aktivis, dan birokrat senior Indonesia yang dikenal luas atas kiprahnya dalam bidang politik, hukum, keamanan, pertahanan, dan hak asasi manusia (HAM).

Ia menyebut kondisi tersebut sebagai bentuk ‘regresi demokrasi’ yang sudah berlangsung lebih dari satu dekade terakhir.

“Demokrasi kita sudah mulai ada regresi. Demokrasi kita menurun, kita dikatakan sebagai demokrasi yang cacat. Itu bukan sekadar ungkapan spontan, tapi berdasarkan indeks-indeks global. Bahkan BPS sendiri juga menyoroti hal ini sebagai lonceng peringatan bahwa kita sudah masuk dalam krisis demokrasi,” ujar Jaleswari, Kamis (21/8/2025).

Menurutnya, krisis ini terlihat jelas dalam kajian panjang yang dilakukan LAB 45, baik itu di sektor pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi.

Jaleswari menyebut, demokrasi Indonesia sempat mencapai puncaknya saat masa transisi dari Orde Baru ke Reformasi.

“Tapi data-data sekarang menunjukkan tren yang justru menurun,” jelasnya.

Ia menambahkan, penurunan kualitas demokrasi tidak hanya terlihat dari sektor domestik, tetapi juga dipengaruhi dinamika global. 

“Gerakan perempuan sejak 1947 misalnya, itu bukan hanya lokus nasional, tapi juga bagian dari pengaruh internasional. Kita saling mempengaruhi. Termasuk sekarang, ketika banyak pemimpin dunia di negara besar justru cenderung otokratik, personalistik, dan anti-demokrasi,” tegasnya.

Sejalan dengan itu, analis ekonomi politik Baginda Muda Bangsa menekankan bahwa keberlangsungan demokrasi sangat bergantung pada peran kelas menengah.

“Kelas menengah yang kritis, yang mau bersuara ketika ada situasi tidak ideal, itu sangat penting untuk membangun demokrasi. Tapi syaratnya, pemerintah harus menjamin pekerjaan yang layak dan pendidikan yang mendorong berpikir kritis,” kata Baginda.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan