Kasus Impor Gula
Dijerat Kasus Impor Gula, Tom Lembong Akui Pernah Kepikiran Kabur Aja Dulu: Saya Ga Mau Jadi Buronan
Eks Menteri Perdagangan RI Tom Lembong mengaku pernah terbersit pikiran untuk kabur ke luar negeri saat dijerat kasus dugaan korupsi impor gula.
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Perdagangan RI Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mengaku pernah terbersit pikiran untuk kabur ke luar negeri saat dijerat kasus dugaan korupsi importasi gula di lingkup Kementerian Perdagangan RI 2015-2016.
Hal ini dia sampaikan saat menjadi tamu di tayangan Skakmat Tom Lembong yang diunggah di kanal YouTube milik stand-up comedian Pandji Pragiwaksono, Selasa (20/8/2025).
Namun, Tom Lembong mengurungkan niat untuk kabur ke luar negeri, dan memilih untuk menghadapi langsung kasus dugaan korupsi terkait kebijakan impor gula kristal mentah (raw sugar) saat ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan RI itu.
Awalnya, pria yang kini berusia 54 tahun tersebut mengungkap dirinya baru memutuskan untuk menyewa pengacara saat dirinya ditangkap oleh Kejaksaan Agung RI.
Menurut Tom Lembong, saat proses pemeriksaan masih bergulir, sebenarnya dirinya dan pihak keluarga sudah mempertimbangkan berbagai opsi, termasuk kabur ke luar negeri,
Opsi kabur muncul ketika situasi politik makin memanas.
Kala itu, tepatnya Agustus - September 2024, muncul gerakan Peringatan Darurat dengan simbol Burung Garuda warna biru yang merupakan ajakan kepada masyarakat untuk mengawal Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan jalannya Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024.
"Kalau enggak salah ingat, darurat konstitusi itu juga bulan-bulan kemerdekaan, Agustus, September gitu. Dan ini kayak eskalasi situasi politik, suhu politik dan semakin serius perbincangan saya dengan keluarga, dengan kerabat termasuk apakah saya kabur aja dulu," kata Tom Lembong.
Tom Lembong mengakui, memang ada pilihan agar dirinya kabur ke luar negeri, meski sebenarnya enggan.
Hingga akhirnya, ia memilih untuk menghadapi langsung kasus yang menjeratnya.
"Ada ada opsi itu sebenarnya, dalam posisi saya, posisi kami, semua opsi harus dipertimbangkan ya kan. Meskipun kita mungkin tidak mau, ya, tapi wajib sekurang-kurangnya dipertimbangkan, kan," jelasnya.
Baca juga: Titik Mula Keretakan Hubungan Tom Lembong dan Jokowi Terungkap, Lockdown Covid-19 dan Kampanye
"Tapi saya sangat cepat menyimpulkan, saya justru mau menghadapinya langsung. Saya enggak mau jadi buronan di luar negeri. Kalau pun mau dikasuskan, ayo. Bahkan, saya mau dibui, ayo. Mendingan saya dibui daripada pelarian, lari kabur ke luar negeri," paparnya.
Tom Lembong juga menerangkan, dirinya cukup percaya diri tidak akan ditahan, saat masih dalam proses pemeriksaan.
Ia hanya berharap, ketika dipanggil oleh Kejaksaan Agung RI beberapa kali untuk diperiksa, itu hanya gertak sambal, sehingga ia tidak membawa pengacara.
Namun, ternyata dirinya ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka pada 29 Oktober 2024 atau pada pemeriksaan yang keempat kalinya.
"Saya waktu itu masih berharap bahwa waktu saya mulai dipanggil-panggil untuk diperiksa oleh Kejaksaan Agung, itu cuma nakut-nakutin doang. Ya.. enggak akan sampai dijeblosin ke penjara. [Tapi] saya kan ditahan setelah pemeriksaan keempat," ujar Tom.
"Jadi setelah pemeriksaan pertama, kedua, ketiga saya sebenarnya makin yakin, makin pede bahwa tidak ada pelanggaran prosedur, tidak melanggar hukum ya. Jadi, justru saya makin pede atau makin enteng, sampai tiba-tiba di hari itu, pemeriksaan keempat, dikasih tahu pimpinan memutuskan untuk menyatakan bahwa [saya] tersangka dan akan segera ditahan, langsung ditahan hari itu juga," katanya.
"Jadi selama empat kali pemeriksaan, saya enggak bawa pengacara ya kan, dan juga tidak berkonsultasi dengan pengacara, karena saya masih berharap, ini enggak akan sampai seekstrem itu, dan ya syukur our team knows what to do ya, tim kita tahu, 'wah, ini sangat politis,'" tutur Tom.
"Sehingga, penasihat hukum yang tepat itu ya yang juga harus sangat mengerti perpolitikan, yaitu ketua tim hukum tim kampanye kita, Pak Ari Yusuf Amir dan timnya. Jadi, setelah saya sudah ditahan, baru saya tanda tangan surat kuasa untuk pengacara saya," ucapnya.

Dibidik Sejak Pertengahan 2023
Tom Lembong juga mengungkap, dirinya menyadari akan dijerat dengan kasus hukum sejak pertengahan 2023, ketika wacana Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan maju Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024.
Semenjak itu, banyak yang mengingatkan Tom Lembong mengenai risiko diperkarakan, apalagi dirinya juga menjadi bagian dari pendukung Anies Baswedan.
Namun, suami Franciska Wihardjaini masih merasa yakin tidak bisa dikasuskan, karena dirinya tidak memiliki mens rea (niat jahat) dan actus reus (perbuatan nyata yang melanggar hukum), dua unsur yang harus dipenuhi dalam suatu tindak pidana.
"Saya pertama kali dengar mengenai risiko saya dikasuskan itu di pertengahan 2023, begitu wacana Pak Anies nyapres memanas dan bahkan sudah ada percakapan antara partai politik dan tentunya saya salah satu kerabat terdekatnya Pak Anies ya," papar Tom.
"Sudah ada yang wanti-wanti bahwa, ini kalau Tom lanjut bisa kena kasus, ya kan? Saya tahu bahwa saya sangat teliti, sangat rapi dan dari dulu tahu banget bahwa saya enggak punya ruang sama sekali untuk main-main. Pasti enggak akan ada apa-apa, dari segi mens rea, dari segi actus reus," jelasnya.
"Tapi saya tahu bahwa aparat bisa dipersenjata ya dan ancaman itu serius," katanya.
"Pertengahan 2023, tim kampanye Anies-Muhaimin resmi diluncurkan pertengahan atau akhir Oktober ya 2023. Sprindik, surat perintah penyidikan dari Kejaksaan Agung terbit 3 Oktober 2023, dan sepanjang kampanye setiap 2 bulan ya, kan setiap 6 minggu, setiap 8 minggu, ada aja yang ngingatin saya bahwa Kejaksanaan Agung lagi membidik kasus terhadap saya terkait importasi gula," jelasnya.
Wanti-wanti terhadap Tom Lembong semakin kuat meski Pilpres 2024 berakhir, terutama setelah dirinya berorasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta pada 22 Agustus 2024.
"Nah, kemudian ada peristiwa-peristiwa sepanjang 2024, bahkan setelah Pilpres dan sengketa MK sudah selesai, kan sempat ada 'darurat konstitusi', di mana saya juga di luar ekspektasi diminta naik atas mobil komando di depan gerbang DPR memberikan orasi kepada ribuan demonstran," papar Tom.
"Jadi semakin kencang tuh, orang mewanti-wanti bahwa wah ini ini bisa-bisa bakal dijeblosin ke penjara," tandasnya.
Menyampaikan orasi di atas mobil komando di depan Gedung DPR/MPR RI pada 22 Agustus 2024, Tom Lembong hadir dalam demo menolak pengesahan RUU Pilkada yang mengangkangi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Saat itu, ia mengaku tidak mewakili pihak mana pun.
"Saya di sini saat ini berdiri sendiri mewakili diri saya sendiri. Saya tidak berdiri di sini mewakili 01, saya tidak mewakili 02, saya tidak mewakili 03. Tapi berada di depan demi istri dan anak saya, keluarga saya," kata Tom.
Adapun aksi demo yang menjadi bagian gerakan Peringatan Darurat Indonesia ini merupakan respons masyarakat terhadap keputusan Badan Legislasi (Baleg) DPR yang dianggap mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang syarat pencalonan kepala daerah.
"Jadi, ibu bapak, ini momen historis, kritis, kita di sebuah persimpangan, negara kita di persimpangan, kita menentukan masa depan bukan hanya untuk kita, tapi anak cucu dan generasi berikutnya," seru Tom.
Ia menyoroti riwayat sejarah yang menunjukkan jika demokrasi runtuh di mana kebebasan berekspresi dan berkarya hilang, maka itu akan membawa derita bagi rakyat.
"Sejarah menunjukkan, begitu demokrasi diruntuhkan, begitu lembaga-lembaga negara wibawanya dihilangkan, itu adalah langkah-langkah menuju kemiskinan. Itu lama-lama menuju kesengsaraan, pelan-pelan kebebasan akan hilang," tegasnya.
Dapat Abolisi, Tom Lembong Bebas
Tom Lembong resmi mendapat abolisi (penghapusan proses hukum yang berjalan) setelah divonis 4,5 tahun penjara dan dengan Rp750 juta subsidair 6 bulan kurungan dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di PN Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025) lalu terkait kasus dugaan importasi gula di lingkup Kementerian Perdagangan RI 2015-2016.
Dengan abolisi, maka tuntutan pidana atau proses hukum yang sedang berjalan terhadap Tom Lembong ditiadakan atau dihentikan.
Abolisi Tom Lembong terhitung cepat dari vonisnya, hanya berkisar dua pekan.
Adapun Presiden RI Prabowo Subianto mengajukan permohonan abolisi untuk Tom Lembong melalui Surat Presiden (Surpres) Nomor R43/Pres/072025 tertanggal 30 Juli 2025.
Surpres tersebut disetujui DPR RI dalam rapat konsultasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/7/2025).
Setelah mendapat persetujuan DPR RI, abolisi Tom Lembong resmi tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 18 Tahun 2025 yang ditandatangani Presiden RI Prabowo Subianto dan berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Tom Lembong resmi bebas dan keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta Timur pada Jumat (1/8/2025) malam, sekitar pukul 22.05 WIB.
Sekilas tentang Abolisi
Abolisi merupakan hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana, serta menghentikan proses hukum yang sedang berjalan/baru akan berlangsung.
Dengan pemberian abolisi oleh presiden, maka penuntutan terhadap seseorang atau sekelompok orang dihentikan dan ditiadakan.
Pemberian abolisi merupakan salah satu hak prerogatif Presiden RI di ranah yudikatif sebagai akibat penerapan sistem pembagian kekuasaan.
Hak Presiden untuk memberikan amnesti dan abolisi diatur dalam Pasal 14 Ayat 2 UUD 1945, yang berbunyi:
"Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat."
Isi pasal ini merupakan Perubahan I 19 Oktober 1999, yang sebelumnya berbunyi:
"Pasal 14: Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi."
Hal ini sebagaimana dikutip dari naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (yang dipadukan dengan Perubahan I, II, III & IV), yang diunduh dari laman bphn.go.id.
Sekilas tentang Sosok Tom Lembong
Thomas Trikasih Lembong, dikenal sebagai Tom Lembong, lahir di Jakarta, 4 Maret 1971.
Ia adalah politikus, bankir, dan ekonom Indonesia, lulusan Harvard University (1994) di bidang arsitektur dan perancangan kota.
Tom memulai karier di Morgan Stanley Singapura (1995) dan menjadi bankir investasi di Deutsche Securities Indonesia (1999-2000).
Ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan RI periode 2015-2016 dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 2016-2019, di era Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Sebelumnya, ia menjadi penasihat ekonomi Jokowi saat menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Tom juga mendirikan Quvat Management (2006) dan Consilience Policy Institute di Singapura.
Pada 2024, ia menjadi Co-Captain Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) untuk Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024.
Tom beragama Katolik, menikah dengan Maria Franciska Wihardja (2002), dan memiliki dua anak.
Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula di lingkup Kementerian Perdagangan RI 2015-2016, divonis 4,5 tahun penjara pada Juli 2025, tetapi mendapat abolisi dari Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto.
(Tribunnews.com/Rizki A.)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.