Senin, 29 September 2025

Pengamat: Alokasi Anggaran Pendidikan 2026 Bikin Generasi Emas, Bisa Jadi Generasi Cemas

Cita-cita pendidikan bermutu untuk semua yang diusung oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kementerian PDM) tampaknya sulit terwujud

Penulis: Lita Febriani
Editor: Sanusi
Tribunnews/Jeprima
Sejumlah siswa mengikuti pelajaran di Sekolah Dasar Pasirranji 04, Desa Cireundeu, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (29/11/2024). Presiden Prabowo Subianto mengklaim anggaran pendidikan tahun 2025 yang masuk dalam alokasi prioritas APBN 2025 mencapai Rp 724,3 triliun yang merupakan tertinggi dalam sepanjang sejarah Indonesia. Dirinya juga menyebutkan sector pendidikan menjadi fokus utama dengan mengalokasikan Rp 81,6 triliun untuk meningkatkan kesejahteraan guru berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) dan non-ASN. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto akan mengalokasikan anggaran untuk Makan Bergizi Gratis atau MBG tahun 2026 sebesar Rp 335 triliun, diungkapkan dalam agenda RUU APBN 2026 dan Nota Keuangan dihadapan DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025).

MBG adalah inisiatif yang bertujuan untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi kepada kelompok yang membutuhkan, dengan fokus pada anak-anak atau kelompok rentan lainnya.

Secara total, anggaran pendidikan termasuk MBG memakan porsi 20 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2026, tepatnya sekitar Rp 757,8 triliun, terbesar sepanjang sejarah Indonesia. 

Baca juga: RAPBN 2026 Dinilai Cerminkan Arah Kebijakan Pemerintah Terkait Kualitas Pendidikan

Pengamat Pendidikan Darmaningtyas mengatakan, dari total Rp 757,8 triliun, sebesar 44,2 persen atau Rp 335 triliun dialokasikan untuk MBG, dimana kebijakan tersebut dikhawatirkan justru menghambat peningkatan kualitas pendidikan nasional.

"Cita-cita pendidikan bermutu untuk semua yang diusung oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kementerian PDM) tampaknya sulit terwujud kalau kita melihat postur anggaran pendidikan tahun 2026. Program MBG masih problematik terutama terkait dengan implementasinya yang belum menyeluruh dan kualitas menimbulkan kasus-kasus keracunan makanan," ungkap Darmaningtyas, Senin (18/8/2025).

Padahal, lanjut Darmaningtyas, anggaran operasional sekolah justru minim. Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) hanya Rp 64,3 triliun, BOP (Bantuan Operasional Pendidikan) PAUD Rp 5,1 triliun dan BOPTN (Bantuan Operasional Pendidikan Tinggi Negeri) Rp 9,4 triliun.

Ia menilai hal ini berpotensi menghambat pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi 2025 tentang pendidikan dasar tanpa pungutan biaya.

"Dengan alokasi anggaran seperti itu, rasanya amanat Putusan Mahkamah Konstitusi 2025 tentang Pendidikan Dasar tanpa dipungut biaya, baik sekolah negeri maupun swasta sepertinya sulit diimplementasikan. Bahkan untuk sekolah-sekolah negeri pun sulit terwujud mengingat anggarannya amat terbatas," ucapnya.

Selain minimnya dukungan operasional, ketersediaan guru juga menjadi masalah. Saat ini jumlah guru PNS hanya memenuhi 50 persen kebutuhan nasional, sementara sisanya ditutupi dengan pengangkatan guru P3K.

Kekurangan guru PNS ini ditutup dengan pengangkatan Guru P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), yang dinilai sebagai solusi darurat saja, bukan permanen.

Darma menambahkan, guru P3K hanya mampu mencukupi kebutuhan guru secara kuantitas, bukan secara kualitas, karena para sarjana yang pintar-pintar tidak akan tertarik menjadi guru P3K saat status dan masa depannya tidak jelas, kesejahteraannya juga tidak jelas.

Baca juga: Membaca Arah Penegakan Hukum dalam Pidato Presiden Prabowo di Sidang Tahunan MPR

"Kedua persyaratan tersebut tidak tercermin pada alokasi anggaran pendidikan tahun 2026 yang akan datang. Jangankan untuk merekrut guru PNS baru, alokasi untuk tunjangan profesi guru saja dinikmati oleh 754,747 guru, padahal di Indonesia ada lebih dari 1,5 juta guru non PNS," ucapnya.

Darmaningtyas juga menyorot alokasi beasiswa yang dianggap timpang. Pemerintah menyiapkan Rp 17,2 triliun untuk Bidikmisi/KIP Kuliah bagi 1,2 juta mahasiswa, sementara LPDP mendapat Rp 25 triliun hanya untuk 4.000 mahasiswa.

"Bila pemerintah akan meningkatkan angka partisipasi pendidikan warga ke pendidikan tinggi, seharusnya alokasi beasiswa Bidikmisi/KIP Kuliah lebih besar dibandingkan dengan Beasiswa LPDP yang lebih banyak untuk jalur S2 dan S3," imbuhnya.

Darmaningtyas menegaskan, jika porsi anggaran MBG dipertahankan, sulit membayangkan terwujudnya "Generasi Emas 2045".

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan