Wacana Pergantian Wapres
Pertemuan Gibran-Try Sutrisno Dinilai Tak Serta Merta Redam Usulan Pemakzulan Wapres
Adi Prayitno mengomentari kunjungan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ke kediaman Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno di Jakarta.
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengomentari kunjungan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ke kediaman Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno di Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Adi Prayitno sendiri selain sebagai pengamat politik dirinya merupakan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam kunjungan Gibran, putra sulung Joko Widodo (Jokowi) mengenakan kemeja putih lengan panjang menyerahkan undangan upacara peringatan HUT ke-80 RI kepada Try Sutrisno.
Keduanya kemudian berbincang santai mengenai aktivitas masing-masing. Gibran menceritakan sejumlah tugas yang telah dilakukannya sebagai wakil presiden.
Selain itu, ia juga menceritakan kondisi dan kegiatan sang ayah, Jokowi.
Lantas, apakah kehadiran Gibran itu bisa meredam isu pemakzulannya yang dilayangkan oleh Forum Purnawirawan TNI?
Sebagaimana diketahui, Try Sutrisno merupakan salah satu purnawirawan TNI yang ikut mengusulkan agar MPR RI mencopot Gibran dari posisi wakil presiden.
Forum Purnawirawan TNI-Polri yang mengusulkan pencopotan Gibran terdiri dari sejumlah tokoh senior, termasuk 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.
Forum itu mengeluarkan deklarasi berisi delapan poin, antara lain penolakan terhadap kebijakan pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), tenaga kerja asing, dan usulan reshuffle terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat dalam korupsi.
Kemudian, mereka juga mengusulkan pergantian wakil presiden yang disampaikan kepada MPR, berdasarkan dugaan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan Gibran maju pada Pemilu 2024 lalu melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Namun, Adi menyakini bahwa kunjungan ke kediaman Try Sutrisno itu tak akan serta merta menghentikan isu pemakzulan Gibran.
"Forum Purnawirawan itu adalah forum yang menyangkut banyak orang. Artinya apa? Sekalipun Pak Try Sutrisno ada kunjungan semacam ini, tapi belum tentu purnawirawan-purnawirawan yang lain sikap politiknya itu juga akan berhenti terkait dengan isu pemakzulan," ujar Adi Prayitno dalam acara Kompas Petang di Kompas TV, Kamis.
Baca juga: Sosok Letkol Devy Kristiono, Ajudan Wapres Gibran yang Ditegur Try Sutrisno: Ini Bukan Masjid
"Mungkin ke depan ini hanya semacam pintu masuk sebenarnya untuk berkomunikasi dengan Forum Purnawirawan yang beberapa waktu lalu mengusulkan isu pemakzulan," sambung dia.
Oleh karena itu, Adi menyebut bahwa pertemuan Gibran-Try Sutrisno merupakan pintu masuk untuk melakukan komunikasi dengan pihak dari Forum Purnawirawan TNI.
Ia menilai, Gibran perlu melakukan pertemuan-pertemuan lanjutan dengan pihak-pihak yang selama ini lantang mengusulkan pemakzulan.
"Karena di Indonesia itu ada kecenderungan, kalau sudah ada komunikasi, ada silaturahmi, ada anjangsana bertemu satu sama yang lain, isu-isu konfrontatif yang berhadap-hadapan itu bisa hilang dengan sendirinya," ungkapnya.
Sebagai informasi, Parameter Politik Indonesia adalah sebuah organisasi riset dan konsultan politik yang berfokus pada survei opini publik, analisis kebijakan politik, dan pemetaan elektoral di Indonesia.
PPI dikenal karena melakukan survei terkait elektabilitas kandidat dalam pemilihan umum (Pemilu) atau pemilihan kepala daerah (Pilkada), serta memberikan analisis strategis untuk pengambilan keputusan politik.
Mekanisme pemakzulan
Forum Purnawirawan TNI telah mengirim surat ke DPR dan MPR untuk segera memproses tuntutan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka.
Berdasarkan salinan surat yang beredar, surat itu diterbitkan pada 26 Mei 2025 dan ditandatangani oleh empat purnawirawan TNI.
Mereka adalah Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.
Akan tetapi, tak ada nama Try Sutrisno dalam daftar perwakilan purnawirawan TNI yang menandatangani surat tersebut.
Nama mantan wakil presiden itu hanya tercantum dalam lampiran lembar pernyataan sikap purnawirawan prajurit TNI yang sudah dikeluarkan dan dideklarasikan sebelumnya.
Adapun Ketua Fraksi PKB MPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz telah menjelaskan alur mekanisme surat usulan pemakzulan Gibran.
Meski hingga saat ini, jelasnya, DPR belum menerima info terkait surat usulan pemakzulan Gibran.
Hal itu disampaikannya setelah menjadi narasumber dalam diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia dengan tema "Menterjamahkan Makna 4 Pilar Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara" di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/7/2025).
"Saya Ketua Fraksi PKB MPR RI, saya juga belum menerima info itu dari kesetjenan, saya juga memang belum nanya juga," ungkap Neng Eem.
Ia menegaskan, dirinya dirinya langsung mempelajari mekanisme pemakzulan tersebut.
Menurutnya, proses pemakzulan seorang wakil presiden tidak sederhana karena harus melalui tahapan hukum dan politik yang ketat.
"Karena kalau kita lihat ketika ada itu saya langsung mempelajari mekanismenya seperti apa untuk sampai di MPR," ujarnya.
Ia menjelaskan, sebelum perkara tersebut dibawa ke MK, ucapnya, DPR harus terlebih dahulu membahas dan memutuskan apakah pelanggaran yang dituduhkan benar-benar bersifat konstitusional dan signifikan.
"Ternyata mekanismenya juga sebelum ke MK harus juga diakomodir DPR. Di DPR kemudian dibahas apakah ini perlu atau tidak, apakah ini melanggar undang-undang, ada sesuatu krusial yang dilanggar oleh wakil presidennya ada atau tidak," ucapnya.
Apabila DPR menyetujui adanya pelanggaran, maka proses berlanjut ke MK untuk diuji secara konstitusional.
MK berwenang memberikan keputusan final terkait kebenaran tuduhan tersebut.
"Kalau menurut DPR itu ada maka itu bisa disampaikan ke MK, nah di MK dibahas lagi, nanti keputusan MK itu kan dikasih kewenangan inkrah," tuturnya.
Namun, jika MK tidak menemukan pelanggaran konstitusi, maka proses pemakzulan tidak bisa dilanjutkan ke MPR.
Sebaliknya, apabila MK menyatakan adanya pelanggaran, DPR dapat kembali mengusulkan digelarnya Sidang Istimewa MPR.
"Kalau ternyata di MK sudah diputuskan bahwa ini ada pelanggaran konstitusi misalkan seperti itu, terus nanti diambil lagi DPR terus diusulkan untuk sidang istimewa," ucapnya.
Neng Eem menekankan bahwa proses ini tidak bisa dilakukan secara instan dan harus mengikuti prosedur yang ketat.
Oleh sebab itu, ia meminta semua pihak tidak berspekulasi secara berlebihan terhadap isu tersebut.
"Jadi prosesnya panjang, tapi kita ini kalau surat paling hari ini beberapa hanya mungkin mengkaji, melihat, tidak bisa karena kalau MPR ada mekanismenya," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Deni/Chaerul)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.