KAI Commuter Perkuat Komitmen dalam Penanganan Kekerasan Seksual di Transportasi Umum
KAI Commuter Indonesia dinilai sebagai penyedia transportasi dengan penanganan kasus kekerasan seksual terbaik.
TRIBUNNEWS.COM - Transportasi umum merupakan bagian penting dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Karenanya, menciptakan transportasi umum sebagai ruang publik yang aman bagi semua, termasuk juga yang bebas dari kekerasan seksual, menjadi sebuah urgensi.
Hal inilah yang mendorong PT KAI Commuter Indonesia (PT KCI) untuk menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang mengusung topik “Transportasi Publik Tanpa Kekerasan Seksual: Commuter Line Ciptakan Ruang Tanpa Rasa Takut”.
FGD ini digelar atas kerja sama dengan Kompasiana, bertempat di Studio Orange Kompas TV, pada Kamis (31/07/2025) dan mengundang para stakeholders serta perwakilan dari berbagai komunitas.
Kolaborasi untuk Ciptakan Transportasi Publik yang Aman dan Inklusif
Melalui survei daring yang dilakukan PT KCI dan Kompasiana melalui Kompas.com dengan 500 responden, 88 persen responden mengaku tidak pernah mengalami kekerasan seksual di transportasi umum, sementara 7 persen mengaku pernah mengalaminya, dan sisanya sebanyak 5 persen tidak ingin menjawab.
Kabag Hukum Humas dan Umum DJKA Zen Hadianto mengatakan bahwa meski secara statistik tercatat rendah, kenyataannya masih banyak mereka yang merasa tidak aman sebagai penumpang kendaraan umum dan terdapat juga korban-korban yang tidak terdokumentasi secara resmi.
“Regulasi saja tidak cukup, namun dibutuhkan juga budaya sadar dan peduli, keberanian untuk bertindak, serta sistem transportasi publik yang aman, responsif, dan berpihak pada penyintas karena keselamatan di transportasi publik adalah hak semua masyarakat tanpa kecuali,” ujar Zen.
“Untuk mencegah tindakan kekerasan seksual di transportasi publik, perlu dilakukan upaya kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah hingga masyarakat, agar tercipta transportasi yang inklusif dan memberikan rasa aman bagi penggunanya,” lanjutnya.
COO Kompasiana, Heru Margianto mendukung upaya PT KCI tersebut. “Persoalan kekerasan seksual bukan soal angka, tapi soal martabat manusia. Kita mendukung PT KCI untuk membangun ruang yang aman dan bermartabat di transportasi umum,” ujar Heru.
Sedangkan Wali Kota Jakarta Pusat Arifin menyebut bahwa transportasi publik DKI Jakarta dari hari ke hari makin baik. Maka itu, penting untuk meyakinkan masyarakat untuk menggunakan transportasi publik dengan menciptakan ruang yang aman.
Ia berharap FGD ini akan menciptakan pokok-pokok pikiran baru dan membuka kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana umum, khususnya transportasi publik.
“Kami ingin orang-orang ingin kembali mencintai dan menikmati transportasi publik dengan aman,” ungkap Arifin.
Baca juga: KAI Commuter Kembali Datangkan Kereta Baru dari China
Upaya dan Inovasi untuk Melindungi
Dari hasil survei daring yang dilakukan lewat Kompas.com, KCI dinilai sebagai penyedia transportasi dengan penanganan kasus kekerasan seksual terbaik, selisih tipis dengan LRT dan Transjakarta. Sementara itu Angkot dinilai sebagai transportasi umum yang paling rawan.
Dirut KCI, Asdo Artrivianto menyebut bahwa beberapa poin yang ditekankan oleh PT KCI dalam penanganan adalah pelaporan serta retensi, termasuk pendampingan dan proses pelaporan di kepolisian.
PT KCI juga menghadirkan inovasi berupa CCTV Analytic serta menugaskan PAM Tertutup dalam menangkap pelaku kekerasan seksual. Selain itu, terdapat pula Control Room, Command Center, dan Kereta Khusus Wanita (KKW) di KRL.
Tak hanya PT KCI, PT Kereta Api Indonesia (KAI) juga berkomitmen penuh dalam mencegah kekerasan seksual di kereta antar kota.
VP Customer Care PT KAI Dian Anggraheni Puspitasari memaparkan upaya-upaya yang telah dilakukan PT KAI dalam melindungi penumpang pada setiap perjalanan jarak jauh menggunakan kereta.
“Kami memiliki platform untuk edukasi, KAI121. Pelaksanaan sosialisasi juga terus kita lakukan untuk mencegah ataupun memitigasi. CCTV juga menjadi alat bantu untuk keamanan. Kami juga memiliki petugas Polsuska (Polisi Khusus Kereta Api),” ujar Dian.
Blacklist pun dilakukan secara tegas dengan pelarangan naik kereta selama 365 hari atau 1 tahun terhadap pelaku kekerasan seksual di kereta api jarak jauh.
Menariknya, pada bulan Maret lalu PT KAI merilis fitur baru bernama ‘Female Seat Map’ di aplikasi penjualan tiket KAI. Dengan fitur ini, pelanggan perempuan bisa melihat jenis kelamin dari penumpang di sampingnya dan memilih tempat duduk yang sama-sama ditempati oleh perempuan.
Baca juga: Rp80 Naik MRT, KRL, LRT, dan TransJakarta di Hari Kemerdekaan 17 Agustus
Persepsi yang Salah dan Perlindungan Terhadap Penyintas
Permasalahan lain yang disoroti dalam FGD ini adalah soal persepsi terhadap korban serta penyintas kasus kekerasan seksual.
Melalui riset Kompasiana, 29 persen responden masih memiliki persepsi bahwa kasus kekerasan seksual terjadi karena pakaian atau perilaku korban dan korban perlu bertanggung jawab sendiri atas kejadian yang dialaminya.
Asnifriyanti Damanik selaku Ketua Pembina LBH Apik Jakarta menyebut bahwa KCI telah menunjukkan berbagai upaya yang baik dalam menangani kasus kekerasan seksual di transportasi umum. Akan tetapi, budaya yang berlaku di masyarakat masih mempersulit penyintas untuk melakukan pelaporan.
“Kasus Kekerasan Seksual bagaikan fenomena gunung es. Hal itu tidak terlepas dari budaya patriarki yang menempatkan perempuan sebagai objek,” ujar Asni.
“Pandangan bahwa kasus kekerasan seksual terjadi karena cara berpakaian dan perilaku korban harus sama-sama kita ubah, karena bagi korban, kekerasan seksual adalah trauma seumur hidup,” tegasnya. Ia pun menekankan pentingnya pemahaman tentang kondisi korban.
Psikolog Nirmala Ika Kusumaningrum mengatakan hal senada. Ia menyebut bahwa penanganan memerlukan bantuan dari semua pihak. Terlebih, memang masih banyak yang bingung tentang bagaimana prosedur yang tepat jika mengalami atau menyaksikan kasus kekerasan seksual di transportasi publik.
“Efek dari pelecehan seksual sangatlah personal, tergantung bagaimana penghayatannya. Inilah mengapa banyak yang memilih tidak melapor,” jelas Nirmala.
“Transportasi publik adalah sarana yang kita gunakan sehari-hari untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain, karenanya kita perlu berada di suatu ruang yang membuat kita merasa aman dan melindungi private space kita,” sebutnya.
Salah seorang perwakilan komunitas, Muni Lestari mengaku sudah menjadi penumpang KRL sejak tahun 1994. Selama itu, ia telah menyaksikan bagaimana Transportasi Umum telah berkembang menjadi lebih baik.
Menurut Muni, dengan petugas yang terbatas dan penumpang yang sangat banyak, kejahatan sekecil apapun perlu dicegah bersama. Ia juga berterima kasih atas pengadaan KKW oleh KCI.
“Saat tidak bisa naik KKW, jangan merasa tidak peduli, terutama di kondisi yang padat. Ketika sudah terjadi, jangan segan melapor. Mari kita manfaatkan juga upaya dari KCI. kita juga harus membentengi diri sendiri dan peduli sekitar,” pungkas Muni. (*)
Baca juga: Aplikasi Access by KAI Luncurkan Fitur Baru, Female Seat Map untuk Kenyamanan Penumpang Wanita
Update Jadwal KRL Commuter Line Jogja-Solo Hari Ini, Selasa 9 September 2025 |
![]() |
---|
Jadwal KRL Jogja-Solo 6 dan 7 September 2025: Keberangkatan dari Stasiun Palur dan Yogyakarta |
![]() |
---|
Jadwal KRL Commuter Line Jogja-Solo Hari Ini, 5 September 2025: Terdapat 31 Perjalanan |
![]() |
---|
Situasi Jakarta Hari Ini Kondusif, Pekerja Mulai Masuk Kantor, KRL Padat dan Jalanan Ramai Lancar |
![]() |
---|
KAI: KRL Beroperasi Normal Hari Ini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.