Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI
DPR Bantah Pemberian Amnesti kepada Hasto Mengandung Unsur Politik: Dari Awal Kasus Hasto Janggal
Hasbiallah menjelaskan, jika memang ada unsur politik di dalamnya, maka pemberiannya akan dilakukan ketika proses hukum Hasto sedang berjalan.
TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKB, Hasbiallah Ilyas, membantah pemberian amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, bermuatan politik.
Hasto yang divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku itu, kini bebas karena mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto.
Amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Amnesti diberikan melalui undang-undang atau keputusan resmi lainnya.
Dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 pada Pasal 4 dijelaskan dengan pemberian amnesti, semua akibat hukum pidana terhadap orang-orang yang diberi amnesti dihapuskan.
Namun, setelah adanya pemberian amnesti ini, banyak yang bertanya-tanya, apakah ada unsur politik juga di dalamnya.
Hasbiallah pun menjelaskan, jika memang ada unsur politik di dalamnya, maka pemberiannya akan dilakukan ketika proses hukum Hasto sedang berjalan.
Namun, pemberian amnesti dari Presiden ini dilakukan ketika Hasto sudah divonis oleh majelis hakim.
Sehingga, menurut Hasbiallah, tidak ada masalah di balik pemberian amnesti untuk Hasto tersebut.
"Yang dilakukan oleh ini adalah hak konstitusi Presiden, koordinasi dengan DPR, minta pertimbangan dari DPR dan saya rasa politik juga tidak, tidak murni politik, kecuali proses hukumnya belum jalan, toh ini sudah berjalan proses hukumnya dan Pak Hasto sudah divonis, tinggal menunggu banding, tidak ada masalah," jelasnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Sabtu (2/8/2025).
Hasbiallah juga menyampaikan, dari awal kasus Hasto ini janggal karena perkara yang menyeret eks kader PDIP Harun Masiku sudah lama, tetapi Hasto baru ditangkap.
"Dari awal (kasus) Pak Hasto itu janggal, sangat janggal. Saya di DPR pada waktu itu saya sering rapat dengan KPK. Saya sering mengatakan, oke pencegahan korupsi kita setuju, sangat setuju."
Baca juga: Pakar Jelaskan Beda Amnesti dan Abolisi yang Diberikan Prabowo untuk Hasto dan Tom Lembong
"Penangkapan ini semua kita sangat setuju. Tapi untuk pencegahannya harus maksimal. Masa Pak Hasto ini sudah sekian lama, sudah sekian tahun baru ditangkap," kata Hasbiallah.
KPK diketahui menetapkan Hasto sebagai tersangka pada 24 Desember 2024 dan diumumkan langsung oleh Ketua KPK, Setyo Budiyanto.
Pada Februari 2025, setelah Hasto diperiksa, KPK kemudian menahannya di Rutan KPK selama 20 hari pertama.
Kasus Harun Masiku merupakan kasus lama yang terjadi sejak 2019, tetapi Setyo berdalih mempunyai bukti baru sehingga bisa menetapkan Hasto sebagai tersangka.
Penetapan tersangka Hasto ini pun dinilai PDIP kental dengan aroma politisasi hukum dan kriminalisasi karena selama perkara bergulir di pengadilan, tidak ada satu pun bukti yang mengaitkan Hasto dengan kasus tersebut.
Apalagi, pemanggilan Hasto oleh KPK dimulai sejak sekjen partai berlambang banteng moncong putih itu kritis terhadap kondisi demokrasi di Indonesia.
Terlebih, penetapan tersangka itu dilakukan setelah PDIP memecat tiga orang kadernya yakni Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution.
Hasbiallah pun mengatakan, pemberian amnesti ini merupakan keputusan Presiden yang sangat bijaksana.
Sehingga, dia menekankan bahwa dia tidak setuju jika hal tersebut dikaitkan dengan motif politik di baliknya.
"Kalau dikatakan motif politik murni saya tidak setuju karena prosesnya sudah berjalan kecuali prosesnya belum berjalan. Menurut saya kebijakan presiden yang sangat bijaksana," tegas Hasbiallah.
Selain divonis 3,5 tahun, Hasto sebelumnya juga dihukum untuk membayar pidana denda sebesar Rp250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Dalam perkara ini, Hasto dinilai melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Jaksa sebelumnya mendakwa Hasto telah memberi suap kepada mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan dan menghalangi KPK menangkap Harun Masiku yang jadi buron sejak 2020.
Hasto pun disebut memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel agar tidak terlacak KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.
Hasto juga dikatakan memerintahkan Harun Masiku stand by di kantor DPP PDIP agar tak terlacak KPK.
Jaksa bahkan mengatakan bahwa Hasto juga memerintahkan anak buahnya untuk menenggelamkan ponselnya menjelang diperiksa KPK.
Perbuatan Hasto itulah yang dinilai Jaksa membuat Harun Masiku belum tertangkap hingga saat ini.
Terkait suap, Jaksa mendakwa Hasto menyuap Wahyu Setiawan Rp600 juta, agar mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.
Hasto disebut memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, kemudian juga Harun Masiku.
Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah, sementara Harun Masiku masih menjadi buron.
Pertimbangan Pemberian Amnesti
Selain Hasto yang mendapatkan amnesti, terpidana kasus korupsi impor gula, eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong juga mendapatkan abolisi dari Presiden.
Abolisi merupakan hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana, serta menghentikan proses hukum yang sedang berjalan/baru akan berlangsung.
Dengan pemberian abolisi oleh Presiden ini, maka penuntutan terhadap seseorang atau sekelompok orang dihentikan dan ditiadakan.
Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menyampaikan bahwa pertimbangan diberikannya abolisi dan amnesti itu adalah demi kepentingan bangsa dan negara, khususnya menjaga kondusivitas nasional menjelang perayaan HUT ke-80 RI.
“Pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI. Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa."
"Dan sekaligus mempertimbangkan untuk membangun bangsa ini secara bersama-sama dengan seluruh elemen kekuatan politik yang ada di Indonesia,” katanya, usai rapat konsultasi bersama DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (31/7/2025).
Supratman menegaskan bahwa keputusan ini merupakan bagian dari langkah besar pemerintah dalam membangun persatuan nasional.
Abolisi terhadap Tom Lembong diberikan bersamaan dengan amnesti kepada 1.116 orang lainnya yang telah diverifikasi oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Surat pengajuan abolisi dan amnesti itu disampaikan langsung oleh Menteri Hukum kepada Presiden.
“Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum. Jadi surat permohonan dari hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi saya yang tanda tangan,” katanya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Igman)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.