Selasa, 30 September 2025

Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI

Pakar Hukum Nilai Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Tepat dan Sah Secara Konstitusi

Prabowo beri abolisi ke Tom Lembong & amnesti ke Hasto. Pengamat sebut langkah sah konstitusional, bukan intervensi hukum.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Glery Lazuardi
Istimewa
Praktisi Hukum Prof Henry Indraguna 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi dan amnesti kepada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto.

Pemberian abolisi dan amnesti tersebut, merupakan hak konstitusional presiden.

Pakar Hukum Unissula Prof Henry menjelaskan abolisi adalah menganggap terpidana tidak bersalah, tidak layak diadili, apalagi dihukum.

Amnesti adalah mengampuni kesalahan terpidana dianggap bersalah, namun kesalahannya diampuni. 

Konstitusi (UUD 45) memberi presiden hak konstitusional untuk menerbitkan abolisi, amnesti dan grasi bagi terpidana-terpidana tertentu. 

Namun yang paling sering adalah grasi: pengurangan hukuman, terpidana dianggap bersalah dan sudah dijatuhi hukuman, namun hukuman dikurangi. 

"Abolisi merupakan kewenangan Presiden berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, dengan pertimbangan DPR, untuk menghentikan proses hukum pidana terhadap seseorang," ujar Prof Henry dalam keterangan tertulis, Jumat (1/8/2025).

Menurut Penasihat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar ini jika seseorang tokoh politik diberikan abolisi, artinya proses penyidikan atau penuntutan akan dihentikan. 

Berlaku preventif, bukan pengampunan terhadap kesalahan. 

Seharusnya didasarkan pada kepentingan umum, bukan alasan pribadi atau politis.

Sedangkan, amnesti menurut Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, diberikan Presiden dengan persetujuan DPR, biasanya untuk kejahatan politik atau tindak pidana yang mengandung dimensi konflik negara/politik.

"Jika seseorang tokoh politik mendapat amnesti, artinya pidana yang sedang atau telah dijalani diampuni dan dihapuskan. Berlaku retrospektif, setelah proses hukum berjalan. Bukan sekadar pembebasan, tapi pembersihan catatan hukum," ucap Waketum BAPERA Prof Henry Indraguna.

Jika kasus menyangkut dugaan korupsi atau tindak pidana berat, maka pemberian abolisi berisiko mencederai prinsip equality before the law dan membuka ruang spekulasi politik.

Dan jika seseorang tokoh politik terlibat dalam suatu perkara seperti obstruction of justice atau dugaan pidana umum lain, maka pemberian amnesti bertentangan dengan prinsip non-intervensi kekuasaan eksekutif dalam independensi yudisial.

Dalam konteks demokrasi dan supremasi hukum, keadilan substantif jauh lebih penting daripada sekadar keadilan prosedural atau simbolik. 

Presiden harus sangat berhati-hati untuk menggunakan hak prerogatif ini sebagai alat politik balas budi atau “bargaining politik elite”. 

Selain itu, Presiden harus memastikan setiap keputusan prerogatifnya didasarkan pada konstitusi, kepentingan nasional, dan keadilan hukum.

Terlepas dari apa pun Prof Henry mendukung kebijakan yang di ambil oleh Presiden Prabowo yang secara resmi memberikan abolisi untuk mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dan amnesti untuk Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.

Lembaran baru sejarah hukum dengan memberi amnesti dan abolisi telah disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad seusai menggelar rapat pemberian persetujuan abolisi dan grasi sebagaimana yang diajukan presiden.

Keputusan DPR menyetujui pemberian amnesti 1.116 orang yang telah terpidana, termasuk Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto sebagaimana tertuang dalam Surat Presiden Nomor 42 Pres 072725 tanggal 30 Juli 2025. 

Abolisi dan amnesti adalah dua bentuk hak prerogatif Presiden berkaitan dengan penghapusan akibat hukum pidana.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan