Jumat, 3 Oktober 2025

Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI

Apa Beda Amnesti dan Abolisi? Ini Penjelasan Yusril Pakai Kasus Hasto dan Tom Lembong

Yusril Ihza Mahendra menjelaskan perbedaan antara amnesti dan abolisi dengan merujuk pada kasus Hasto dan Tom Lembong

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Dodi Esvandi
istimewa
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menegaskan abolisi dan amnesti kepada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto sudah sesuai UU yang berlaku. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menjelaskan perbedaan antara amnesti dan abolisi dengan merujuk pada kasus Hasto Kristiyanto dan Thomas Trikasih Lembong.

Yusril mengatakan, dasar hukum pemberian amnesti dan abolisi telah diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954.

“Kalau kita membaca ketentuan di dalam Pasal 2 dan Pasal 4 dari Undang-Undang No. 11 tahun 1954 tentang amnesti dan abolisi itu, jika seseorang atau sekelompok orang diberikan amnesti, maka segala akibat hukum dari tindak pidana yang dilakukan dihapuskan. Kemudian dengan abolisi, maka segala penuntutan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dihapuskan,” kata Yusril dalam keterangan pers, Jumat (1/8/2025).

Menurut Yusril, amnesti dan abolisi meskipun memiliki implikasi berbeda secara teknis, namun pada prinsipnya keduanya sama-sama menghapus proses hukum yang sedang berjalan.

“Bagi Pak Hasto adalah dijatuhi pidana pada tingkat pertama, juga pada Pak Thomas Lembong. Nah dengan segala proses hukum yang dilakukan terhadap Pak Hasto itu otomatis dihapuskan. Jadi beliau tidak perlu mengajukan banding atas putusan yang telah diberikan oleh pengadilan tingkat pertama,” jelasnya.

“Bagi Pak Thomas Lembong, ya sudah diputus, mungkin dalam proses untuk mengajukan banding sekarang ini. Maka dengan pemberian abolisi, segala proses penuntutan terhadap beliau itu dihapuskan. Jadi dianggap tidak ada penuntutan terhadap beliau,” tambahnya.

Baca juga: Yusril Sebut Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong Sesuai UUD 1945 dan UU Darurat 1954

Yusril menegaskan bahwa pemberian amnesti dan abolisi kepada keduanya dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto setelah mendapatkan pertimbangan resmi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Dan pertimbangan itu sudah dimintakan oleh Presiden melalui surat kepada DPR dan Pak Presiden juga telah mengutus dua menteri, yaitu Menteri Hukum dan Mensesneg dalam rangka berkonsultasi dan meminta pendapat,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Yusril juga menyebut bahwa lebih dari 1.000 narapidana turut diajukan untuk mendapatkan amnesti oleh Presiden, termasuk Hasto Kristiyanto.

“Lebih daripada seribu narapidana yang juga dimohonkan amnestinya kepada Presiden dan Presiden menyatakan pendapat kepada Dewan Perwakilan Rakyat,” pungkasnya.

Sesuai UUD 1945 dan UU Darurat 1954

Yusril juga menegaskan bahwa pemberian amnesti terhadap Hasto dan abolisi untuk Tom Lembong telah dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Yusril menyebut langkah Presiden Prabowo Subianto tersebut mengacu pada Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945 serta Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.

“Saya ingin menegaskan bahwa pemberian amnesti dan abolisi terhadap Hasto Kristiyanto dan kepada Thomas Lembong telah dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 45 dan Undang-Undang Darurat No. 11 tahun 1954 tentang amnesti dan abolisi,” kata Yusril.

Menurut Yusril, Pasal 14 UUD 1945 dengan jelas menyebut bahwa presiden dapat memberikan amnesti dan abolisi dengan mempertimbangkan pendapat DPR. 

Proses ini telah dijalankan melalui pengiriman surat resmi dan konsultasi langsung antara presiden dengan lembaga legislatif.

Baca juga: BREAKING NEWS: Keluar Rutan Cipinang, Tom Lembong Tunjukkan Tangan Tak Lagi Terborgol

“Pak Presiden juga telah mengutus dua menteri, yaitu Menteri Hukum dan Mensesneg dalam rangka berkonsultasi dan meminta pendapat Dewan Perwakilan Rakyat atas rencana beliau untuk memberikan amnesti dan abolisi kepada Pak Hasto dan kepada Pak Thomas Lembong,” ujarnya.

Selain dua tokoh tersebut, Yusril juga menyebut pemberian amnesti turut mencakup lebih dari seribu narapidana lainnya.

“Lebih daripada seribu narapidana juga dimohonkan amnestinya kepada Presiden, dan Presiden memintakan pendapat kepada Dewan Perwakilan Rakyat,” ujarnya.

Yusril lalu menjelaskan konsekuensi hukum dari dua tindakan tersebut. Ia mengutip Pasal 2 dan Pasal 4 dalam UU No. 11/1954 yang menyatakan bahwa amnesti menghapus akibat hukum dari tindak pidana, sedangkan abolisi menghapus penuntutan terhadap tindak pidana.

“Dengan demikian sudah tepat pemberian amnesti dan abolisi terhadap Pak Hasto dan terhadap Pak Thomas Lembong ini,” katanya.

Ia menambahkan bahwa baik Hasto maupun Tom Lembong sama-sama telah dijatuhi vonis pidana tingkat pertama. 

Namun dengan adanya amnesti dan abolisi, seluruh proses hukum selanjutnya otomatis dihapuskan.

“Dengan segala proses hukum yang dilakukan terhadap Pak Hasto itu otomatis dihapuskan. Jadi beliau tidak perlu mengajukan banding atas putusan yang telah diberikan oleh pengadilan tingkat pertama,” ungkapnya.

“Bagi Pak Thomas Lembong, ya sudah diputus, mungkin dalam proses untuk mengajukan banding sekarang ini. Maka dengan pemberian abolisi, segala proses penuntutan terhadap beliau itu dihapuskan. Jadi dianggap tidak ada penuntutan terhadap beliau," sambungnya.

Yusril kembali menegaskan bahwa semua langkah Presiden telah sesuai dengan konstitusi dan undang-undang yang berlaku.

“Apa yang dilakukan oleh Bapak Presiden telah sesuai dengan ketentuan di dalam UUD 1945 maupun ketentuan di dalam Undang-Undang Darurat No. 11 Tahun 1954 tentang amnesti dan abolisi,” tutupnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved