Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI
Anggota DPR Sebut Abolisi-Amnesti untuk Tom Lembong dan Hasto Wujud Kenegarawanan Presiden
Anggota DPR menilai keputusan pemberian abolisi dan amnesti untuk Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto mencerminkan sikap kenegarawanan presiden.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XIII DPR RI, Yanuar Arif Wibowo, mendukung keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan abolisi dan amnesti kepada Thomas Lembong dan Hasto Kristiyanto, bersamaan dengan 1.116 kasus lainnya, menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Yanuar menilai, keputusan tersebut mencerminkan sikap kenegarawanan kepala negara dalam menempatkan hukum sebagai bagian dari rekonsiliasi nasional yang produktif.
Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara: Amnesti Hasto Tak Spesial Seperti Abolisi Tom Lembong
"Keputusan Presiden memberikan abolisi dan amnesti ini adalah wujud nyata kenegarawanan," kata Yanuar kepada wartawan, Jumat (1/8/2025).
Dia menuturkan, langkah Prabowo juga sangat konsitusional. Sebab, tanpa mengintervensi proses hukum.
"Beliau melihat kasus ini secara jernih, tanpa intervensi terhadap proses yudisial yang berjalan. Baru setelah seluruh proses hukum selesai, Presiden menggunakan kewenangannya secara konstitusional," ujar Yanuar.
Yanuar juga menyampaikan apresiasi kepada Menteri Hukum yang telah mengusulkan pemberian abolisi dan amnesti tersebut, serta kepada DPR RI yang merespons cepat dan menyetujui usulan itu dengan pertimbangan kebangsaan.
Dia menilai, kolaborasi antarlembaga dalam keputusan ini menunjukkan adanya kesamaan pandangan terhadap arah kebijakan negara yang dijalankan Presiden Prabowo.
"Keputusan ini adalah contoh bagaimana negara hadir dengan penuh kebijaksanaan, memprioritaskan persatuan dan keadilan, dengan semangat rekonsiliasi yang kuat, menjaga demokrasi tetap produktif, sambil tetap menghormati supremasi hukum," ucap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Baca juga: Abolisi dan Amnesti untuk Tom Lembong dan Hasto Beri Harapan Penegakan Hukum
Yanuar berharap, keputusan tersebut dapat membawa kebaikan dan menjadi momentum positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebelumnya, DPR RI resmi menyetujui dua surat Presiden Prabowo Subianto terkait pemberian abolisi dan amnesti dalam rapat konsultasi yang digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan, surat pertama menyangkut permintaan pertimbangan abolisi untuk terpidana kasus korupsi Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
"Hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap surat presiden nomor R43/Pres/072025 tanggal 30 Juli 2025 atas pertimbangan persetujuan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap saudara Tom Lembong,” kata Dasco.
Sementara itu, kata Dasco, DPR juga menyetujui surat presiden kedua berisi permintaan amnesti terhadap 1.116 orang. Termasuk di antaranya, terpidana kasus suap yang juga Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
"Yang Kedua adalah pemberian persetujuan atas, dan pertimbangan atas surat presiden nomor 42/pres/072025 tanggal 30 juli 2025, tentang amnesti terhadap 1116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk sodara Hasto Kristiyanto," jelasnya.
Abolisi adalah hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana, serta menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.
Sedangkan Amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.
Amnesti diberikan melalui undang-undang atau keputusan resmi lainnya.
Diketahui Tom Lembong divonis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016.
Atas perbuatannya tersebut Majelis Hakim memvonis Terdakwa Tom Lembong hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara pada perkara tersebut.
Tak hanya itu Tom Lembong juga dihukum membayar pidana denda Rp 750 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Ia dijerat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini mengatur korupsi dalam bentuk perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi negara
Sedangkan Hasto Kristiyanto dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus suap terhadap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku.
Hakim pun menjatuhkan vonis penjara 3 tahun dan 6 bulan terhadap Hasto.
Selain itu, Hasto juga dihukum untuk membayar pidana denda sebesar Rp 250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Ia dinilai melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.