Kamis, 2 Oktober 2025

Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI

4 Politikus yang Dapat Amnesti dari Presiden, Ada Hasto dan Pecatan PDIP

Berikut 4 politikus yang dapat amnesti, terbaru ada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di era Presiden Prabowo Subianto, Kamis (31/7/2025).

Penulis: Nina Yuniar
Editor: Febri Prasetyo
Tribunnews.com.com/Abdi Ryanda Shakti
AMNESTI HASTO KRISTIYANTO - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terlihat keluar dari Rumah Tahanan KPK, Jakarta dengan masih mengenakan rompi oranye dan tangan diborgol pada Jumat (1/8/2025) pagi, setelah Presiden Prabowo Subianto memnerikan amnesti. Belum diketahui pasti tempat tujuan Hasto akan dibawa, namun mobil tahanan terlihat keluar dari rutan KPK. Selain Hasto, berikut 3 politikus lainnya yang pernah mendapat amnesti dari Presiden, ada di era Gus Dur dan BJ Habibie. 

TRIBUNNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) RI menyetujui surat Presiden Prabowo Subianto yang berisi pemberian amnesti terhadap 1.116 terpidana pada Kamis (31/7/2025).

Salah satu terpidana yang diberi amnesti oleh Prabowo tersebut adalah Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (Sekjen PDIP) Hasto Kristiyanto.

Dalam konteks hukum pidana, amnesti adalah penghapusan hukuman yang diberikan oleh Presiden kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.

Amnesti diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi "Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat".

Berdasarkan Undang-Undang Darurat (UU Drt) RI Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi, dengan pemberian amnesti semua akibat hukum pidana terhadap orang yang dimaksud di atas dihapuskan.

Kabar diberikannya amnesti dari Prabowo terhadap ribuan terpidana termasuk Hasto ini sontak menyita perhatian publik.

Terlebih, vonis penjara terhadap politikus dari PDIP itu sendiri belum lama dijatuhkan.

Lantas, siapa saja politikus yang pernah dapat amnesti?

4 Politikus yang Diberi Amnesti

1.  Sri Bintang Pamungkas

Sri Bintang Pamungkas adalah pria kelahiran Tulungagung, Jawa Timur, pada 25 Juni 1945.

Baca juga: Anies Jemput Tom Lembong, Datang ke Rutan Cipinang Lebih Awal

Ia dikenal sebagai tokoh pergerakan, reformis, politikus, aktivis, dan orator hebat di masa penggulingan Presiden RI ke-2 Soeharto.

Pada rezim Soeharto, Sri Bintang Pamungkas pernah ditahan dengan tuduhan makar atau perbuatan permufakatan jahat untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

Saat masih menjadi anggota DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 1993, Sri Bintang Pamungkas memang sudah bersikap kritis kepada Soeharto.

Sri Bintang Pamungkas lantas dipecat dari anggota DPR RI yang selanjutnya PPP juga memecatnya pada 27 Februari 1995.

Kemudian, Sri Bintang Pamungkas dianggap subversif (memprovokasi) dan melanggar Undang-undang Anti Subversif dengan membentuk Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) pada Mei 1996.

Partai tersebut didirikan oleh Sri Bintang Pamungkas sebagai bentuk perlawanan kepada pemerintah.

Soeharto yang kala itu menjabat sebagai presiden pun tidak terima.

Akibatnya, Sri Bintang Pamungkas dijebloskan ke penjara selama 1 tahun 20 hari terhitung sejak Mei 1997 yang mana saat itu, usianya 51 tahun.

Adapun amnesti terhadap Sri Bintang Pamungkas diberikan oleh Presiden ke-3 RI B.J. Habibie melalui Keppres Nomor 123/1998.

2. Muchtar Pakpahan

Dalam Keppres Nomor 123/1998, B.J. Habibie juga memberikan amnesti terhadap Muchtar Pakpahan.

Muchtar Pakpahan adalah aktivis buruh sekaligus tokoh pendiri serikat buruh independen pertama di Indonesia yakni Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) pada 25 April 1992.

Ia juga menjadi mantan Ketua Umum DPP SBSI periode 1992-2003.

Lahir di Simalungun, Sumatra Utara, pada 21 Desember 1953, pria yang akrab disapa sebagai Bang Muchtar itu juga dikenal sebagai politikus, pengacara, dan akademikus.

Pada tahun 2003, Muchtar meninggalkan Serikat Buruh dan mendirikan Partai Buruh Sosial Demokrat.

Pada 2010, Muchtar juga meninggalkan partai dan memilih untuk fokus di kantor pengacaranya Muchtar Pakpahan Associates serta mengajar di Fakultas Hukum (FH) Universitas Kristen Indonesia (UKI).

Muchtar memperoleh gelar sarjana hukumnya di Universitas Sumatra Utara (USU).

Sementara itu, untuk Program Pascasarjana Muchtar mengambil S2 politik di Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1989.

Pada 1993, Muchtar meraih gelar doktor hukum di UI dengan disertasinya yang diterbitkan menjadi buku berjudul DPR Semasa Orde Baru.

Namun, Muchtar pernah diminta Badan Intelegensi untuk mengubah isi disertasi karena dianggap membahayakan keselamatan negara.

Muchtar dianggap vokal menyuarakan perlawanan terhadap pemerintahan Orde Baru.

Ia pun diketahui pernah ditahan beberapa kali di penjara.

Dia ditahan di Semarang, Jawa Tengah, pada Januari 1994.

Lalu, dia ditahan di Medan, Sumatra Utara, pada Agustus 1994-Mei 1995 karena kasus demonstrasi buruh pertama di Indonesia.

Dia juga ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang, Jakarta, pada Juli 1996–1997 karena isi disertasinya yaitu menulis buku Potret Negara Indonesia yang berisi tentang perlunya reformasi sebagai alternatif revolusi. Muchtar diancam pidana mati karena dianggap melakukan tindakan subversif.

Muchtar dikabarkan meninggal dunia di Rumah Sakit (RS) Siloam Semanggi Jakarta akibat kanker pada pada 21 Maret 2021, di usia 67 tahun.

3. Budiman Sudjatmiko

Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sudjatmiko juga pernah mendapat amnesti.

Amnesti terhadap Budiman Sudjatmiko diberikan oleh Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melalui Keppres Nomor 159/1999 pada 10 Desember 1999 bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia Internasional (HAM) Internasional.

Pemberian amnesti ini merupakan bagian dari pengampunan terhadap tahanan politik pro-demokrasi.

Sebelumnya, Budiman Sudjatmiko dikenal sebagai aktivis reformasi atas keterlibatannya mendirikan dan memimpin Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan membacakan manifesto PRD di ruang sidang.

Bukunya, Anak-Anak Revolusi, menjadi salah satu sumber informasi mengenai dunia aktivisme pada masa Orde Baru.

Pria kelahiran Cilacap pada 10 Maret 1970 itu sempat dikambinghitamkan dalam Peristiwa 27 Juli 1996 dalam penyerbuan kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Peristiwa yang kemudian dikenal dengan istilah "Kudatuli" ini merupakan serangan pasukan pemerintah Indonesia kepada kantor pusat PDI, yang diduduki oleh para pendukung pemimpin partai yang baru saja digulingkan, Megawati Soekarnoputri.

Peristiwa Kudatuli itu kemudian diikuti kerusuhan selama 2 hari di Jakarta. 

Budiman Sudjatmiko pun dijatuhi vonis 13 tahun penjara, tetapi ia hanya menjalani hukuman selama 3,5 tahun setelah diberi amnesti oleh Gus Dur.

Kemudian pada akhir 2004, Budiman Sudjatmiko bergabung ke PDIP, dan membentuk Relawan Perjuangan Demokrasi (REPDEM), organisasi sayap partai.

Pada periode 2009–2019, Budiman Sudjatmiko menjabat sebagai anggota DPR RI dari PDIP (dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah VIII: Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap, Jateng) dan duduk di Komisi II yang membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan agraria; dan menjadi Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa.

Namun, Budiman Sudjatmiko dipecat sebagai kader PDIP buntut dukungannya ke Prabowo Subianto dari Partai Gerindra dalam Pilpres 2024.

Surat pemecatan Budiman Sudjatmiko ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, dan Sekjennya, Hasto Kristiyanto pada 24 Agustus 2023.

4. Hasto Kristiyanto

Terbaru, politikus yang mendapat amnesti dari presiden adalah Hasto.

Hasto dinyatakan bersalah dalam kasus suap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, dalam pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

Hasto dianggap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pada tahun 2019, Hasto diduga mengupayakan agar Harun Masiku, yang gagal lolos ke DPR, bisa masuk melalui mekanisme PAW menggantikan Riezky Aprilia dari Dapil Sumatera Selatan I.

Ia juga disebut mengarahkan Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk melobi Komisioner KPU Wahyu Setiawan, dengan pemberian uang suap.

Hasto pun ditahan sejak 19 Februari 2025.

Dalam persidangan, Hasto terbukti memberikan dana Rp400 juta untuk operasional suap kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan, dedangkan untuk tuduhan perintangan penyidikan, Hasto tidak terbukti melakukannya.

Pada sidang Jumat (25/7/2025) lalu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis penjara selama 3 tahun 6 bulan (3,5 tahun) terhadap Hasto.

Selain itu, pria kelahiran Yogyakarta, 7 Juli 1966 itu juga diwajibkan membayar denda Rp250 juta, subsider 3 bulan kurungan.

Tetapi menyusul diberikannya amnesti dari Prabowo, Hasto terlihat keluar dari rumah tahanan (rutan) KPK pada Jumat (1/8/2025) pagi sekitar pukul 09.30 WIB.

Amnesti terhadap Hasto disetujui DPR RI dalam rapat konsultasi yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (31/7/2025).

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa selain amnesti, pihaknya juga menyetujui surat lainnya dari Prabowo terkait pemberian abolisi.

Ada 2 surat dari Prabowo, salah satunya mengenai permintaan pertimbangan abolisi untuk terpidana kasus korupsi Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.

"Hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap surat presiden Nomor R43/Pres/072025 tanggal 30 Juli 2025 atas pertimbangan persetujuan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap saudara Tom Lembong,” ujar Dasco, dikutip Tribunnews.com.

Selanjutnya, DPR menyetujui surat kedua Prabowo yang berisi permintaan amnesti terhadap 1.116 orang termasuk Hasto.

“Yang Kedua adalah pemberian persetujuan atas, dan pertimbangan atas surat presiden nomor 42/pres/072025 tanggal 30 juli 2025, tentang amnesti terhadap 1116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk saudara Hasto Kristiyanto," paparnya.

Abolisi adalah hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana, serta menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.

Tom Lembong dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tipikor impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016.

Ia dijerat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Pasal tersebut mengatur korupsi dalam bentuk perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi negara

Tom Lembong pun dijatuhi hukuman 4 tahun dan 6 bulan (4,5 tahun) penjara dan membayar pidana denda Rp 750 juta, subsider 6 bulan kurungan.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Hasto Kristiyanto Keluar dari Rutan KPK: Tenteng Tas, Pakai Rompi Tahanan dan Tangan Diborgol

(Tribunnews.com/Nina Yuniar/Igman Ibrahim/Abdi Ryanda Shakti)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved