Selasa, 30 September 2025

DPR Minta PPATK Tak Sewenang-wenang Blokir Rekening Tak Aktif, Desak Penjelasan Resmi

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic meminta PPATK tidak menggunakan kewenangan pemblokiran rekening secara sewenang-wenang

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
Istimewa/Tribun Solo
PPATK BLOKIR REKENING - Wakil Ketua Komisi XI DPR Fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit menyoroti kebijakan PPATK yang melakukan pemblokiran terhadap rekening perbankan yang tak aktif. Ia meminta PPATK tak sewenang-wenang. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic, meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tidak menggunakan kewenangan pemblokiran rekening secara sewenang-wenang terhadap rekening tidak aktif. 

Pimpinan Komisi yang memiliki lingkup tugas di bidang Keuangan, Perencanaan Pembangunan Nasional, Moneter dan Sektor Jasa Keuangan tersebut mendesak adanya penjelasan resmi terkait kebijakan itu agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.

“OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan PPATK harus segera ketemu untuk membahas dan mendudukkan masalah blokir rekening bank yang tidak aktif,” kata Dolfie kepada wartawan, Kamis (31/7/2025).

Menurutnya, OJK sebagai lembaga yang diamanatkan Undang-Undang untuk menjaga stabilitas industri perbankan dan perlindungan nasabah, harus memastikan kebijakan yang diambil tidak menciptakan ketidakpastian.

“OJK dalam tugas mengatur dan mengawasi harus memastikan bahwa dana nasabah aman dan tidak ada praktik tindak pidana pencucian uang di dalam perbankan,” ujar politikus PDIP ini.

Baca juga: Rekening Dormant Dibekukan PPATK: Warga Bingung, Negara Bilang Aman

Anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah IV, yang meliputi Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar, dan Kabupaten Wonogiri ini menekankan, apabila memang ada indikasi pencucian uang, sudah ada mekanisme yang mengatur kewenangan PPATK

Namun, menurutnya, tindakan pemblokiran rekening harus tetap mengacu pada syarat dan kriteria yang jelas serta disertai indikasi tindak pidana asal.

“Jangan sampai kewenangan PPATK untuk memblokir rekening digunakan tanpa kejelasan syarat dan kriteria yang jelas, apalagi tidak disertai dengan indikasi tindak pidana asal dari pencucian uang,” katanya.

Baca juga: Kontroversi Blokir Rekening, PPATK: Jika Terima Notifikasi Segera Hubungi Bank untuk Verifikasi

Dolfie menilai, kebijakan pemblokiran rekening tidak aktif yang belum disosialisasikan dengan baik telah menimbulkan kebingungan di masyarakat.

“Kebijakan PPATK terkait memblokir rekening tidak aktif yang kurang disosialisasikan syarat dan kriteria rekening yang akan diblokir, telah menimbulkan keresahan dan kebingungan,” ucapnya.

Ia menegaskan pentingnya koordinasi antarlembaga agar industri perbankan tetap berada dalam situasi yang kondusif.

“Oleh karena itu, OJK dan PPATK harus segera menjelaskan hal tersebut agar bank dan nasabah tetap dalam situasi yang kondusif,” ujarnya.

PPATK Keliru Baca Kenyataan Sosial

Terpisah, anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan menilai kebijakan PPATK lebih mengedepankan pemantauan ketimbang pemahaman terhadap realitas sosial masyarakat.

"Ini menunjukkan satu hal, PPATK masih berpikir dari kaca mata pemantauan, bukan dari pemahaman. Seolah-olah rakyat kecil tak boleh pasif, harus kelihatan sibuk, harus aktif transaksi," kata Hinca dalam kepada wartawan.

Legislator dari Fraksi Partai Demokrat itu mempertanyakan siapa sosok di balik penyusunan kebijakan tersebut. 

Dia menduga pembuat kebijakan belum memahami kondisi masyarakat di luar ibu kota, khususnya di daerah-daerah pelosok.

"Di kampung ku masih banyak omak-omak (ibu-ibu) yang rekeningnya bukan dijadikan alat transaksi harian tapi tempat menyimpan harapan. Tidak ada QRIS, tak ada mobile banking, kadang bahkan tak ada ATM. Ini bukan revolusi keuangan digital, ini kekeliruan membaca kenyataan sosial," ucapnya.

Hinca menyatakan bahwa negara tidak boleh menjadikan rekening pasif sebagai alasan untuk mengintervensi harta masyarakat, terutama yang tidak bersalah. 

Ia menilai kebijakan itu justru menyasar masyarakat umum ketimbang pelaku kejahatan seperti sindikat judi online.

"Kalau mau memberantas judi online, ya kejar sindikatnya, jangan intimidasi masyarakat umum. Jangan balas dendam ke rakyat karena tak mampu menembus yang besar," ujarnya.

Hinca menyampaikan kekhawatirannya terhadap kemungkinan turunnya kepercayaan publik terhadap sistem finansial nasional jika kebijakan itu diterapkan. 

Hinca mengingatkan bahwa masyarakat bisa saja enggan lagi menyimpan uang di bank.

"Lalu di mana mereka harus menaruh harapan? Di bawah bantal? Jangan sampai niat baik memberantas kejahatan berubah jadi kegaduhan nasional," katanya.

Sebagai tindak lanjut, Hinca memastikan Komisi III DPR RI akan memanggil pihak PPATK guna meminta penjelasan utuh mengenai kebijakan tersebut.

"Sebab negara, dalam bentuk apa pun, tak boleh gegabah menaruh curiga ke rakyatnya sendiri, apalagi yang hanya sedang diam, bukan menghilang," katanya.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan PPATK tidak melakukan penyitaan, perampasan, dan peminjaman terhadap rekening bank nasabah yang dibekukan.

Dia menegaskan rekening nasabah aman 100 persen dan bisa dipergunakan kembali.

"Tidak ada penyitaan, perampasan atau peminjaman. Dana dan rekening nasabah aman 100 persen dan bisa dipergunakan kembali. Buktinya kan sudah lebih dari 28 juta (rekening) yang kami hentikan sudah dibuka kembali. Aman malah tidak ada risiko disalahgunakan. Justru sedang diamankan," kata Ivan saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (31/7/2025).

Dia mengatakan pembukaan kembali transaksi terhadap lebih dari 28 juta rekening dormant tersebut telah dilakukan sejak awal kebijakan tersebut berjalan beberapa bulan lalu.

"Lho ya memang sejak awal proses ini jalan beberapa bulan lalu, kami sudah membuka kembali 28 juta lebih rekening yang kami hentikan transaksinya sementara," kata Ivan.

"Puluhan juta rekening tidak aktif, kami hentikan sementara transaksinya lalu kami cek kelengkapan dokumennya serta keberadaan nasabahnya, dan setelah diingatkan kepemilikan rekeningnya, segera kami cabut henti-nya. Ramainya baru sekarang," ungkap dia.

Ivan menjelaskan langkah tersebut adalah bagian dari program pencegahan yang harus dilakukan.

Justru, menurut Ivan, dengan apa yang dilakukan PPATK tersebut rekening-rekening tabungan nasabah menjadi semakin aman dan terpantau oleh nasabahnya masing-masing.

"Yang pusing sekarang para pelaku pidana, mau nyari rekening tidur buat disalahgunakan menjadi susah," ungkapnya.

"Beberapa (ribuan nasabah) marah ke PPATK karena merasa dibekukan sebagai akibat tidak aktif, setelah kami cek ternyata alasan pembekuan bukan karena dormant tapi karena murni rekening penampungan hasil pidana (mayoritas judi online)," lanjut Ivan.

Dia juga mengatakan pihaknya juga telah melaporkan hal tersebut ke aparat penegak hukum.

Ivan juga menunjukkan sebuah grafik yang menunjukkan turunnya trend deposit perjudian online (judol) pada Semester I tahun 2025.

Pada grafik tersebut, terlihat tren mengalami kenaikan sekaligus penurunan yang tajam di bulan April 2025.

"Ketika dormant kita bekukan, deposit judol langsung nyungsep sampai minus 70 persen lebih. Dari Rp 5 triliun lebih menjadi hanya Rp 1 triliunan lebih," kata Ivan.

"Trend jumlah transaksi deposit judol juga terjun bebas setelah kita bekukan dormant. Ini kan semua hasil positif. Sesuai Asta Cita dan Indonesia Emas beneran," ungkapnya.

Dia mengimbau agar masyarakat sebagai nasabah menjaga kepemilikan rekeningnya.

Ivan juga mengimbau agar jangan sampai rekening masyarakat disalahgunakan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Dia pun menunjukkan potongan klip pemberitaan di televisi yang menyoroti sejumlah kasus pidana terkait pembobolan rekening nasabah.

Menurutnya, saat ini tindak pidana semacam itulah yang juga tengah dicegah oleh PPATK.

"Ya jaga saja sebagai nasabah atas kepemilikan rekeningnya. Memang ini perintah Undang-Undang agar nasabah melakukan pengkinian datanya, sehingga tidak rawan disalahgunakan,"kata Ivan.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved