Selasa, 30 September 2025

Soal Perdebatan LAM di Sidang MK, Ketua Komite III DPD RI Angkat Bicara

Komite III DPD RI menyoroti berkembangnya argumentasi soal peran Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) dalam sistem pendidikan tinggi Indonesia.

|
Editor: Hasanudin Aco
Istimewa
SOROTI SOAL PENDIDIKAN - Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma menyoroti berkembangnya argumentasi soal peran Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) dalam sistem pendidikan tinggi Indonesia. 

Filep menambahkan, apabila infrastruktur pendidikan di daerah banyak yang belum sesuai standar pendidikan modern, maka pembahasan standar mutu nasional terasa kurang berwibawa.

 Akademisi di STIH Manokwari ini menekankan bahwa standarisasi mutu harus sejalan dengan dukungan pemerintah untuk pembangunan pendidikan di daerah.

“Tentu kita sepakat bahwa mendapatkan pendidikan yang berkualitas adalah hak setiap warga negara. Jadi soal membangun pendidikan harusdari akar untuk berdiri bersama tanpa nuansa persaingan atau bahkan indikasi-indikasi yang disebut pemohon praktik transaksional atau bahkan jual beli akreditasi," ujarnya.

Dia berharap semua pihak  jauh-jauh dari makna Homo Homini Lupus di dalam dunia pendidikan ini.

"Maka di poin ini, yang paling penting bagi saya adalah memastikan akses pendidikan yang merata sebagai wujud keadilan atau ekuitas bagi putra-putri kita di seluruh penjuru daerah,” katanya lagi.

Duduk perkara persoalan

Seperti diketahui, perkara uji materi UU Sistem Pendidikan Nasional dan UU Pendidikan Tinggi tengah berjalan di Mahkamah Konsititusi. 

Perkara ini diajukan Badan Kerja Sama Dekan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Negeri se-Indonesia (BKS Dekan FH-PTN Se-Indonesia) bersama delapan dosen dan tiga mahasiswa.

Mengutip laman MKRI, para Pemohon menyoal ketentuan akreditasi program dan satuan pendidikan oleh dua entitas yakni pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang.

Dengan adanya dua lembaga yang memiliki tugas serupa namun berbeda dalam cakupan objeknya, para Pemohon menilai, terdapat risiko perbedaan standar, metode, dan hasil penilaian yang dapat membingungkan perguruan tinggi dan program studi yang diakreditasi.

Hal ini dipandang dapat melemahkan efektivitas sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi secara keseluruhan.

Penilaian akreditasi yang dilakukan oleh lembaga akreditasi mandiri yang dikelola oleh masyarakat dinilai berpotensi menimbulkan praktik transaksional atau jual beli akreditasi.

Mendiktisaintek, Brian Yuliarto pun membantah pelibatan masyarakat dalam akreditasi program studi sebagai bentuk pelepasan tanggung jawab pemerintah sehingga tidak sejalan dengan prinsip yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945).

Menurutnya LAM bukan sekadar lembaga penjamin mutu, tapi juga kunci untuk mendorong tata kelola pendidikan tinggi yang lebih profesional, transparan, dan bebas dari konflik kepentingan, selaras dengan standar global.

Brian mengatakan konstitusi memberikan ruang kebijakan atau open legal policy bagi pembentuk undang-undang untuk menetapkan satu sistem pendidikan nasional.

 Meskipun sistem pendidikan nasional ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ilmu pengetahuan dan pengembangan keilmuan bukan monopoli negara atau Pemerintah dan dipimpin sendiri oleh Pemerintah.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan