UU TNI
Guru Besar UI Satya Arinanto Beri Penjelasan dalam Sidang UU TNI di Mahkamah Konstitusi Pakai AI
Satya Arinanto pernah menjadi Staf Khusus Wakil Presiden RI (Boediono, Jusuf Kalla, Ma’ruf Amin) maupun Wakil Ketua Komisi Kejaksaan RI.
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Satya Arinanto menyampaikan jawaban dalam sidang pengujian formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) dengan menggunakan bantuan artificial intelligence (AI).
Satya Arinanto pernah menjadi Staf Khusus Wakil Presiden RI (Boediono, Jusuf Kalla, Ma’ruf Amin) maupun Wakil Ketua Komisi Kejaksaan RI.
Jawaban menggunakan AI itu ia sampaikan saat menjawab pertanyaan dari DPR selaku pihak yang menghadirkannya sebagai ahli dalam sidang yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (21/7/2025).
"Mohon izin, ini saya baca langsung dari AI karena saya juga tidak mempersiapkan (jawaban) terhadap bapak penerima kuasa substitusi. Jadi saya memanfaatkan kemajuan teknologi," ujar Satya di hadapan majelis hakim.
Adapun pertanyaan yang dilontarkan DPR berkaitan dengan konsep meaningful public participation di negara lain.
“Persoalan meaningful public participation, saya mohon pandangan ahli terkait apa yang terjadi di Amerika Serikat dan Korea Selatan," kata Perancang Peraturan UU Ahli Utama Badan Keahlian DPR RI, Inosentius Samsul.
Meaningful Public Participation atau partisipasi publik adalah konsep yang menekankan bahwa keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan—khususnya dalam penyusunan peraturan perundang-undangan—harus dilakukan secara substansial, transparan, dan berdampak nyata.
Definisi Menurut Mahkamah Konstitusi RI:
Dalam Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020, partisipasi publik yang bermakna mencakup dua hak utama masyarakat:
- Hak untuk didengarkan pendapatnya
- Hak untuk dipertimbangkan pendapatnya
Apa yang jadi poin pertanyaan pihak DPR?
DPR menyinggung praktik lobi politik yang dilembagakan secara resmi di Kongres Amerika Serikat melalui kehadiran para lobbyist.
Kelompok ini terdiri dari orang-orang yang secara legal terdaftar dan bekerja secara profesional untuk menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pembuat kebijakan.
Dalam konteks itu, DPR bertanya apakah Indonesia sebaiknya juga mengadopsi model serupa untuk memastikan partisipasi publik yang lebih terstruktur dan bermakna dalam proses legislasi.
DPR menyebut bahwa saat ini masih banyak kelompok masyarakat yang tidak memahami proses pembentukan undang-undang sehingga partisipasinya dinilai tidak efektif.
"Bagaimana untuk di Indonesia ke depan apakah kita perlu model-model seperti itu," kata Inosentius
Menanggapi pertanyaan itu, Satya menyatakan bahwa model lobbyist seperti di Amerika memang ideal dan bisa menjadi bahan pertimbangan bagi Indonesia ke depan.
Ia menjelaskan bahwa kelompok tersebut secara aktif memengaruhi kebijakan dan legislasi melalui berbagai cara, seperti menyampaikan data, menjalin komunikasi dengan anggota legislatif, hingga mengoordinasi kampanye dukungan.
Ia juga menyebut bahwa di Amerika terdapat regulasi khusus untuk mengatur kegiatan pelobi, seperti Lobbying Disclosure Act tahun 1995 dan Foreign Agents Registration Act.
Regulasi tersebut dianggap sebagai bentuk pengakuan dan pengaturan resmi terhadap aktivitas lobi dalam sistem demokrasi.
"Di sana mereka juga cara-caranya memengaruhi legislasi, memberikan informasi dan data, menjalin hubungan, mengkoordinasi kampanye dukungan, dan lain-lain," jelasnya.
"Bahkan ada pengaturan khusus, yaitu Lobbying Disclosure Act tahun 1995 dan juga Foreign Agents Registration Act," ia menambahkan.
Ada 5 perkara terkait uji revisi UU TNI hari ini. Masing-masing teregister dalam nomor 51, 69, 75, 81, dan 45/PUU-XXIII/2025.
Kenapa UU TNI Dipersoalkan?
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI dipersoalkan karena dianggap cacat formil dan substansial oleh berbagai kalangan, termasuk akademisi, mahasiswa, dan koalisi masyarakat sipil.
Gugatan terhadap UU ini diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) melalui uji formil dan materiil2.
Alasan Formilnya:
Prosedur Pembentukan Bermasalah
Tidak transparan: Pembahasan dilakukan secara tertutup, bahkan di hotel, bukan di DPR
Minim partisipasi publik: Tidak ada akses terhadap naskah akademik dan draf RUU6
Tidak masuk Prolegnas prioritas 2025: Seharusnya tidak bisa dibahas tahun ini
UU TNI
Mahasiswa UI Heran Sikap Dosennya di Sidang UU TNI: Tak Sesuai Ajaran di Kelas |
---|
Ketua MK Tegur DPR Sebab Terlambat Menyampaikan Informasi Ahli dalam Sidang Uji Formil UU TNI |
---|
MK Minta Risalah Rapat DPR saat Bahas RUU TNI, Hakim: Kami Ingin Membaca Apa yang Diperdebatkan |
---|
Hakim MK Puji Aktivis KontraS Interupsi Rapat DPR Bahas Revisi UU TNI di Hotel Fairmont: Keren |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.