Senin, 29 September 2025

UU TNI

Guru Besar UI Satya Arinanto Beri Penjelasan dalam Sidang UU TNI di Mahkamah Konstitusi Pakai AI

Satya Arinanto pernah menjadi Staf Khusus Wakil Presiden RI (Boediono, Jusuf Kalla, Ma’ruf Amin) maupun Wakil Ketua Komisi Kejaksaan RI.

Tangkap Layar Youtube MK
PAKAI AI - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Satya Arinanto saat menyampaikan jawaban dalam sidang pengujian formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (21/7/2025). (Tangkapan layar YouTube resmi MK) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Satya Arinanto menyampaikan jawaban dalam sidang pengujian formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) dengan menggunakan bantuan artificial intelligence (AI).

Satya Arinanto pernah menjadi Staf Khusus Wakil Presiden RI (Boediono, Jusuf Kalla, Ma’ruf Amin) maupun Wakil Ketua Komisi Kejaksaan RI.

Jawaban menggunakan AI itu ia sampaikan saat menjawab pertanyaan dari DPR selaku pihak yang menghadirkannya sebagai ahli dalam sidang yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (21/7/2025).

"Mohon izin, ini saya baca langsung dari AI karena saya juga tidak mempersiapkan (jawaban) terhadap bapak penerima kuasa substitusi. Jadi saya memanfaatkan kemajuan teknologi," ujar Satya di hadapan majelis hakim.

Adapun pertanyaan yang dilontarkan DPR berkaitan dengan konsep meaningful public participation di negara lain.

“Persoalan meaningful public participation, saya mohon pandangan ahli terkait apa yang terjadi di Amerika Serikat dan Korea Selatan," kata Perancang Peraturan UU Ahli Utama Badan Keahlian DPR RI, Inosentius Samsul.

Meaningful Public Participation atau partisipasi publik adalah konsep yang menekankan bahwa keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan—khususnya dalam penyusunan peraturan perundang-undangan—harus dilakukan secara substansial, transparan, dan berdampak nyata.

Definisi Menurut Mahkamah Konstitusi RI:

Dalam Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020, partisipasi publik yang bermakna mencakup dua hak utama masyarakat:

  1. Hak untuk didengarkan pendapatnya
  2. Hak untuk dipertimbangkan pendapatnya

Apa yang jadi poin pertanyaan pihak DPR?

DPR menyinggung praktik lobi politik yang dilembagakan secara resmi di Kongres Amerika Serikat melalui kehadiran para lobbyist.

Kelompok ini terdiri dari orang-orang yang secara legal terdaftar dan bekerja secara profesional untuk menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pembuat kebijakan.

Dalam konteks itu, DPR bertanya apakah Indonesia sebaiknya juga mengadopsi model serupa untuk memastikan partisipasi publik yang lebih terstruktur dan bermakna dalam proses legislasi.

DPR menyebut bahwa saat ini masih banyak kelompok masyarakat yang tidak memahami proses pembentukan undang-undang sehingga partisipasinya dinilai tidak efektif.

"Bagaimana untuk di Indonesia ke depan apakah kita perlu model-model seperti itu," kata Inosentius

Menanggapi pertanyaan itu, Satya menyatakan bahwa model lobbyist seperti di Amerika memang ideal dan bisa menjadi bahan pertimbangan bagi Indonesia ke depan.

Ia menjelaskan bahwa kelompok tersebut secara aktif memengaruhi kebijakan dan legislasi melalui berbagai cara, seperti menyampaikan data, menjalin komunikasi dengan anggota legislatif, hingga mengoordinasi kampanye dukungan.

Ia juga menyebut bahwa di Amerika terdapat regulasi khusus untuk mengatur kegiatan pelobi, seperti Lobbying Disclosure Act tahun 1995 dan Foreign Agents Registration Act. 

Regulasi tersebut dianggap sebagai bentuk pengakuan dan pengaturan resmi terhadap aktivitas lobi dalam sistem demokrasi.

"Di sana mereka juga cara-caranya memengaruhi legislasi, memberikan informasi dan data, menjalin hubungan, mengkoordinasi kampanye dukungan, dan lain-lain," jelasnya.

"Bahkan ada pengaturan khusus, yaitu Lobbying Disclosure Act tahun 1995 dan juga Foreign Agents Registration Act," ia menambahkan.

Ada 5 perkara terkait uji revisi UU TNI hari ini. Masing-masing teregister dalam nomor 51, 69, 75, 81, dan 45/PUU-XXIII/2025. 

Kenapa UU TNI Dipersoalkan?

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI dipersoalkan karena dianggap cacat formil dan substansial oleh berbagai kalangan, termasuk akademisi, mahasiswa, dan koalisi masyarakat sipil. 

Gugatan terhadap UU ini diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) melalui uji formil dan materiil2.

Alasan Formilnya:

Prosedur Pembentukan Bermasalah

Tidak transparan: Pembahasan dilakukan secara tertutup, bahkan di hotel, bukan di DPR

Minim partisipasi publik: Tidak ada akses terhadap naskah akademik dan draf RUU6

Tidak masuk Prolegnas prioritas 2025: Seharusnya tidak bisa dibahas tahun ini

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan