Senin, 29 September 2025

BKKBN Libatkan Tokoh Agama untuk Menekan Pernikahan Dini

Pendekatan melibatkan figur-figur yang dihormati masyarakat seperti tokoh agama terbukti efektif memberikan edukasi mencegah pernikahan dini.

Kompas.com
Ilustrasi pernikahan dini 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Alivio Mubarak Junior

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, menekankan pentingnya pelibatan tokoh agama dalam upaya menekan angka pernikahan dini di berbagai wilayah Indonesia. 

Menurutnya, pendekatan berbasis kearifan lokal yang melibatkan figur-figur yang dihormati masyarakat terbukti lebih efektif dalam memberikan edukasi keluarga dan mencegah praktik pernikahan di usia muda.

"Saya ke NTT misalnya, pendekatannya tidak bisa disamakan dengan Jakarta. Saya kumpulkan para tokoh agama di sana, mulai dari pendeta, pastor, sampai romo," kata Menteri Wihaji di Kantor BKKBN, Jakarta Timur, Kamis (17/7/2025).

Baca juga: Pernikahan Dini Bukan Solusi Ekonomi, Psikolog: Justru Jatuhkan Masa Depan Anak

"Karena mereka ini yang benar-benar didengar oleh masyarakat kalau bicara soal keluarga," lanjutnya.

Ia mengungkapkan, terdapat tiga faktor utama yang kerap menjadi pemicu pernikahan dini, yakni, anggapan dalam keluarga bahwa lebih baik menikahkan anak daripada terjerumus ke dalam pergaulan bebas atau zina, dan ehamilan yang tidak diinginkan.

Selain itu, pernikahan dini terjadi karena minimnya edukasi dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi serta perencanaan keluarga.

Wihaji menegaskan edukasi menjadi kunci utama untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap pernikahan dini

Namun, edukasi tersebut harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan kondisi sosial dan budaya di tiap daerah.

"Kalau pemerintah yang bicara soal keluarga, sering kali kurang didengar. Tapi kalau tokoh agama atau tokoh masyarakat yang menyampaikan, pesan itu jauh lebih diterima. Makanya, pendekatannya harus betul-betul memahami suasana kebatinan masyarakat setempat," ujarnya.

Ia menambahkan, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam menyelesaikan masalah pernikahan dini yang menjadi salah satu penyebab lahirnya generasi stunting. 

Oleh karena itu, BKKBN mendorong keterlibatan aktif Tim Pendamping Keluarga (TPK) di seluruh Indonesia untuk mengedepankan pendekatan berbasis lokal.

"Pendekatan di Sumatera tentu berbeda dengan Papua. Di ibu kota pun pendekatannya lain lagi. Maka cara-cara ini harus disesuaikan, supaya edukasi yang kita bawa bisa benar-benar mengubah perilaku masyarakat," jelas Menteri Wihaji.

Dikatakan pernikahan dini apabila pasangan laki-laki dan perempuan di bawah usia 19 tahun.

Usia 19 tahun merupakan usia minimal bagi pasangan untuk melangsungkan pernikahan sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan